Home / Urban / Balas Dendam sang Kultivator / Bab 90. Jalan Menuju Lucien

Share

Bab 90. Jalan Menuju Lucien

Author: Imgnmln
last update Last Updated: 2025-08-03 11:46:47

Rekaman holografik itu berkedip untuk terakhir kalinya sebelum lenyap, meninggalkan keheningan yang pekat di dalam ruang utama. Namun, dua kata terakhir yang diucapkan oleh Tuan Besar Andreas seolah menolak untuk pergi. Kata-kata itu menggantung di udara yang dingin, berputar-putar seperti hantu.

Tuan Dorne.

Saat nama itu diucapkan, suhu di dalam ruangan seolah turun beberapa derajat.

Mireya dan Alesia saling berpandangan dengan bingung, tidak mengerti signifikansi dari nama itu. Namun, mereka bisa merasakan perubahan total pada aura Rayden.

Wajahnya yang tadinya tenang dan penuh perhitungan kini mengeras menjadi topeng es. Matanya yang berwarna amber, yang biasanya setenang danau yang dalam, kini berkobar dengan api dingin dari kebencian murni yang telah ia pendam selama sepuluh tahun.

"Lucien Dorne," desisnya, namanya sendiri terdengar seperti kutukan yang keluar dari bibirnya.

Pengungkapan ini adalah sebuah bom yang meledakkan semua teori mereka. Lucien Dorne—algojo yang memimpin p
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 90. Jalan Menuju Lucien

    Rekaman holografik itu berkedip untuk terakhir kalinya sebelum lenyap, meninggalkan keheningan yang pekat di dalam ruang utama. Namun, dua kata terakhir yang diucapkan oleh Tuan Besar Andreas seolah menolak untuk pergi. Kata-kata itu menggantung di udara yang dingin, berputar-putar seperti hantu.Tuan Dorne.Saat nama itu diucapkan, suhu di dalam ruangan seolah turun beberapa derajat.Mireya dan Alesia saling berpandangan dengan bingung, tidak mengerti signifikansi dari nama itu. Namun, mereka bisa merasakan perubahan total pada aura Rayden.Wajahnya yang tadinya tenang dan penuh perhitungan kini mengeras menjadi topeng es. Matanya yang berwarna amber, yang biasanya setenang danau yang dalam, kini berkobar dengan api dingin dari kebencian murni yang telah ia pendam selama sepuluh tahun."Lucien Dorne," desisnya, namanya sendiri terdengar seperti kutukan yang keluar dari bibirnya.Pengungkapan ini adalah sebuah bom yang meledakkan semua teori mereka. Lucien Dorne—algojo yang memimpin p

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 89. Musuh Lama, Petunjuk Baru

    Alesia membanting kedua tangannya di pagar pembatas balkon marmer yang dingin. Di bawah, para tamu bertopeng lainnya mulai meninggalkan vila lelang, tawa dan obrolan mereka yang tertahan terdengar seperti sebuah ejekan."Andreas?! Beraninya mereka!" bisiknya geram, suaranya bergetar karena amarah yang tak tertahankan. Ia menatap Rayden, matanya yang indah kini berkilat marah. "Apa yang mereka inginkan dengan gulungan kuno itu? Mereka bahkan bukan kolektor!"Rayden tidak menjawab. Ia hanya menatap ke arah balkon pribadi di lantai atas yang kini telah kosong, tempat di mana tawaran sombong itu berasal.Perjalanan kembali ke markas mereka di Malora terasa panjang dan sunyi, dipenuhi oleh ketegangan yang pekat. Kemewahan dan gemerlap dunia lelang bawah tanah kini terasa seperti kenangan yang pahit.Saat pintu markas bawah tanah yang berat itu menutup di belakang mereka, frustrasi Alesia akhirnya meledak."Kita harus merebutnya kembali!" serunya, mondar-mandir di ruang utama. "Kita susupi

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 88. Perburuan di Pasar Gelap

    Mata Rayden dan Kara langsung tertuju pada tablet di tangan Alesia, seolah benda itu adalah satu-satunya sumber cahaya di ruangan yang tiba-tiba terasa penuh harapan. Jalan buntu yang mereka hadapi selama berhari-hari kini retak oleh satu bisikan tak terduga dari jaringan mata-mata Alesia."Lelang?" kata Rayden, suaranya rendah, namun di dalamnya ada getaran dari seekor pemburu yang baru saja menemukan jejak mangsanya. Sebuah rencana mulai terbentuk di benaknya. "Di mana?"Alesia tersenyum, menikmati momen saat ia menjadi pusat perhatian. "Tidak di tempat biasa, tentu saja," jawabnya. "Namanya Paviliun Giok Tersembunyi. Sangat eksklusif, hanya untuk undangan. Mereka berpindah-pindah lokasi setiap bulannya. Besok malam, lokasinya ada di sebuah vila pribadi di distrik perbukitan."Tanpa perlu perintah lebih lanjut, tim itu bergerak sebagai satu unit yang mulus. Mereka telah menemukan tujuan mereka.Alesia langsung sibuk dengan komunikatornya, menghubungi kontak-kontak lamanya di dunia s

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 87. Sekte Spasial yang Hilang

    Rayden menatap Kara, intensitas di matanya berkilat tajam. Nama itu—Sekte Spasial—terasa kuno dan penuh dengan rahasia. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, tidak ingin melewatkan satu kata pun."Sekte Spasial?" tanyanya, suaranya rendah namun mendesak. "Ceritakan semua yang kau tahu."Kara menarik napas dalam-dalam, matanya yang jernih menerawang, seolah sedang menyelami lautan ingatan yang dalam dan gelap. Gairahnya terhadap pengetahuan yang telah lama terpendam kini menyala kembali. Ia tidak lagi terlihat seperti seorang pasien yang sedang pulih, melainkan seorang cendekiawan yang telah menemukan kembali dunianya."Tidak banyak yang diketahui," mulainya, suaranya pelan. "Sejarah mereka seolah sengaja dikikis dari catatan dunia. Yang tersisa hanyalah potongan-potongan legenda, bisikan-bisikan peringatan di dalam teks-teks kuno yang dianggap sesat oleh kebanyakan sekte."Ia mulai menceritakan apa yang ia ingat dari naskah terlarang yang pernah ditunjukkan kakeknya. "Mereka adalah kelom

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 86. Bintang Lain

    Pesan dari Kara terpampang di layar komunikasi Rayden, setiap katanya bersinar seperti bintang di kegelapan ruang bawah tanah yang pengap. "Itu adalah penanda konstelasi bintang dari teks-teks kuno keluarga kami tentang perjalanan dimensi."Rayden menatap pesan itu, lalu kembali menatap diagram rumit yang terukir di dinding batu di hadapannya. Sebuah getaran antisipasi yang dingin menjalari tulang punggungnya. Ini dia. Ini adalah kepingan puzzle pertama yang benar-benar pas.Tanpa membuang waktu sedetik pun, ia berbalik. "Kita kembali," katanya singkat pada Lyra dan timnya.Perjalanan kembali ke Malora terasa jauh lebih cepat, didorong oleh urgensi yang baru. Rayden tidak lagi hanya mengikuti jejak yang dingin, ia kini sedang berlomba menuju sebuah jawaban.Saat ia tiba di markas, ia tidak berhenti untuk beristirahat. Ia langsung menuju kamar Kara. Pemandangan yang menyambutnya membuatnya berhenti sejenak di ambang pintu.Ruangan yang tadinya hanya kamar pemulihan yang tenang, kini te

  • Balas Dendam sang Kultivator   Bab 85. Jejak yang Menghilang

    Setelah berminggu-minggu yang terasa seperti selamanya, ruang strategi di markas Rayden telah berubah. Peta Malora yang tadinya dominan kini telah digantikan oleh tumpukan gulungan kuno, kristal data yang berkedip-kedip, dan catatan-catatan yang ditulis dengan tergesa-gesa. Perburuan mereka terasa seperti mencari sebutir pasir di tengah gurun.Tepat saat frustrasi mulai mencapai puncaknya, Lyra muncul dari bayang-bayang. Gerakannya seperti biasa senyap, namun kali ini ada aura urgensi yang berbeda di sekelilingnya. Tanpa sepatah kata, ia melempar sebuah gulungan tua yang sudah menguning ke atas meja di depan Rayden."Ini adalah catatan pengiriman terakhir dari gudang rahasia Keluarga Bramasta sepuluh tahun yang lalu," katanya, suaranya yang datar terdengar lebih tajam dari biasanya. "Satu-satunya catatan di seluruh arsip mereka yang menyebutkan nama Brahma Angkara."Rayden langsung meraih gulungan itu. Tangannya yang mantap membuka segel lilin yang telah retak. Di dalamnya, tertulis d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status