Tubuh Raya seketika bergetar. Dia langsung bersembunyi di belakang tubuh Mas Harun. Tanganku meraup wajah kesal. Niat hati ingin menyembunyikan dulu pernikahan kedua suamiku malah berakhir seperti ini. Gara-gara Mas Harun yang mengabulkan keinginan istri keduanya itu. Masalah kami justru sudah di ketahui oleh para tetangga.“Maaf Ibu-ibu kami mau lewat.” Kata Mas Harun yang suaranya tenggelam di antara para Ibu-ibu yang sedang bicara. “Mas Harun benar Ibu-ibu. Tolong jangan halangi jalan mereka. Biarkan mereka pergi dari rumah saya. Satu hal lagi. Tolong jangan bicarakan kejadian ini pada Alana dan Syifa. Karena saya masih ingin menjaga perasaan kedua putri saya.”“Baiklah. Kami pergi dulu Lan. Kalau butuh bantuan bilang saja sama salah satu dari kami. Biar kami yang memberikan pelakor ini pelajaran.” Kata Bu Wati lalu mengajak para tetangga untuk pergi. Tapi, bukan pulang ke rumah mereka masing-masing. Melainkan berkumpul di rumah Bu Wati untuk bergosip.“Terima kasih banyak Lan.” K
Suasana hening terasa di ruang makan ini. Ibu mertua dan Mas Harun memilih untuk tidak menjawab permintaan Rani. Membuat gadis itu berdecak kesal lalu duduk di samping Ibunya. Tangan Rani sudah sibuk mencomot bakwan jagung di atas meja. Aku sendiri tidak berminat untuk menjawab. Biarlah mereka lebih dulu berkata pada Rani sedang tidak punya uang.“Ibu aneh banget deh. Kenapa nggak mau jawab?” Omel Rani tidak sopan pada Ibunya sendiri. Gadis itu sudah menyendokan nasi ke dalam piring lalu mengambil lauk yang ada.Dia bahkan tidak menyadari suasana ruang makan ini yang canggung. Karena Alana dan Syifa memilih diam saja. Tidak ada celoteh kedua putriku yang membuat meja makan jadi ramai. Alana dan Syifa yang sudah selesai makan pamit untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu. Aku segera merapikan piring kami lalu meletakannya di tempat cuci piring. Bude Yah yang akan mencucinya nanti. Baru saja aku hendak beranjak pergi ke kamar, Mas Harun sudah menahan tanganku.“Besok siang aku mau langsu
Ternyata ada salah satu hal yang luput dari pencarianku. Salah satunya tentang pesan Mas Harun dan Bulek May. Sebelum mereka menikah, aku terlalu sibuk membuka pesan Raya dengan orang tuanya. Atau pesan Raya dengan Mas Harun. Tidak pernah terpikir dalam benakku untuk memeriksa pesan Mas Harun dengan orang tua Raya juga. Karena aku sudah tahu jika Bulek May setuju dengan hubungan terlarang anaknya. Bahkan dia sendiri yang menyuruh Raya untuk menjadi selingkuhan Mas Harun. Malam ini, Allah kembali membuka rahasia yang sudah di sembunyikan Mas Harun dariku.Jari ini menggulir layar hp untuk melihat semua pesan yang sudah terkirim. Rupanya Mas Harun mulai mengirim uang pada Bulek May sejak sepuluh bulan lalu. Di pesannya tertulis jika Mas Harun mendapat bonus dari kantor. Tapi, aku tahu dia sudah berbohong karena sudah menelusuri semua hasil pendapatan Mas Harun di kantor. Bagaimana Mas Harun bisa rutin memberikan uang pada orang tua Raya? Pasti ada sesuatu yang masih ia sembunyikan darik
Aku hanya bisa tertawa mendengar tuduhan Bulek May. Dasar tidak tahu diri. Setelah kebusukannya terbongkar, kini dia semakin berani menunjukkan sifat aslinya. Jika di ingat kembali, memang seperti inilah sifat Bulek May pada keluargaku saat masih miskin dulu. Dia berubah baik saat aku bisa suskes membangun usaha. Tapi, ternyata semua kebaikannya dulu itu ternyata palsu. Karena di belakangku Bulek May punya rencana jahat. Dasar manusia bermuka dua.“Kenapa kamu malah tertawa? Cepat berikan hpmu pada Harun. Dia harus mengirimkan uangnya padaku karena sudah menikah dengan Raya. Sudah jadi tanggung jawab Harun untuk ikut menafkahi keluarga Raya sekarang.” Kata Bulek May yang membuat wajah Mas Harun jadi merah padam.Dia jelas sedang marah dan kesal mendengar penuturan Ibu mertuanya itu. Rasakan kamu Mas. Selamat menjadi sapi perah untuk keluarga Raya.“Mas Harun ada di sampingku sejak tadi kok. Kami lagi mengobrol sambil minum teh bersama. Sekarang aku harus menghabisakan qulity time berd
"Lepaskan Raya, Rani." Teriak Mas Harun berusaha melepaskan cengkrama tangan Rani di kepala istri keduanya. Rani tidak mendengar karena dia masih menjambak rambut Raya dengan beringas. Menumpahkan seluruh kemarahannya pada Raya.Ibu juga berusaha membantu dengan menarik tubuh Rani menjauh. Setelah jambakan Rani terlepas, Mas Harun segera menarik tangan Raya keluar. Sementara Rani masih meraung tidak terima."Lepas Bu. Akan aku beri pelajaran pada pelakor itu. Gara-gara dia Mbak Wulan tidak mau membayar kuliahku lagi." Hardik Rani kasar pada Ibunya sendiri."Jangan Ran. Malu kalau di lihat tetangga. Lagian Raya juga akan menggadaikan sertifikat sawah orang tuanya untuk membayar uang kuliahmu." Bujuk Ibu berusaha menenangkan anak bungsunya itu.Aku sendiri hanya duduk di sofa menonton semua keributan yang terjadi. Tidak perlu mengotori tanganku sendiri untuk melukai Raya. Cukup membuat Rani ada di pihakku, maka bisa membuat Raya semakin terluka. Bagi Rani yang terpenting adalah uang unt
Tanpa sadar tubuhku sudah bergetar menahan amarah. Kejutan demi kejutan dari sikap Raya yang sebenarnya membuatku semakin heran. Ternyata seperti inilah sikapnya. Di balik wajah lembut dan tutur kata yang selalu sopan. Dulu aku mengiras sifat Raya sangat berbanding terbalik dengan Ibunya yang pandai mencela. Sekarang aku sudah tahu kebusukannya sejak ia memutuskan untuk berselingkuh lalu menikah dengan Mas Harun. Tidak cukup aku mempermalukannya di resepsi pernikahan mereka, kini Raya hendah mengirim guna-guna pada Mas Harun. Padahal untuk memikat suamiku, dia tidak menggunakan cara ini sebelumnya.“Iya Bu. Aku kesal pada Mas Harun yang terlalu tunduk pada Mbak Wulan dan Ibunya. Mana aku akan dapat bagian kecil dari gajinya. Penghasilan Mas Harun dari bermain saham juga di berikan pada Ibu. Niatku menikah dengan Mas Harun agar diam-diam bisa merebut harta Mbak Wulan. Setelah ketahuan, aku tidak mau menjadi janda terlalu cepat. Setidaknya aku harus mendapat banyak uang dari Mas Harun.
Bunyi apa itu tadi? Kenapa suaranya seperti berasal dari genting di lantai dua. Perasaanku jadi tidak enak. Dadaku berdebar kencang karena takut. Rasanya hal ini familiar karena aku sering menonton konten horor di You**. Walaupun tidak ada gangguan mistis yang terjadi. Aku segera mengambil wudhu lalu menghubungi Mbak Nana. Syukurlah telponku langsung di angkat. “Halo assalamualaikum mbak.”“Waalaikumsalam Lan. Kenapa suara kamu terdengar panik seperti itu?” Tanya Mbak Nana heran. Aku lalu menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Ada suara seperti benda jatuh di genting rumah.“Apa kamu sudah ambil wudhu?” Tanya Mbak Nana dengan nada serius.“Sudah mbak.” Jawabku sambil melangkahkan kaki menuju lantai dua. Aku takut terjadi hal yang buruk pada anak-anak.“Kalau begitu baca surat yasin dan tiga qul. Seperti yang aku ajarkan dulu. Jangan khawatir. Saat ini aku sedang berada di pondok pesantren untuk membantu Nyai. Aku akan meminta bantuannya.”“Terima kasih banyak Mbak. Wassalamuala
Mas Harun membalas pesan Raya jika Alana dan Syifa baik-baik saja. Dia sama sekali tidak curiga dengan alasan Raya mengerim pesan itu. Kebetulan sekali dia mengirim pesan di saat seperti ini. Menunjukkan bahwa Raya memiliki peluang besar untuk terlibat dalam keganjilan semalam. Tinggal memeriksa kamera CCTV untuk memastikan semuanya."Kenapa Raya bisa tahu ya?" Gumamku pelan yang pasti bisa di dengar oleh Mas Harun."Tahu apa Lan?" Tanyanya heran."Tadi malam memang ada gangguan mistis yang mengincar Alana dan Syifa." Ujarku membuka percakapan."Apa?" Seru Mas Harun kaget.Aku lalu menceritakan tentang kejadian semalam. Saat masih berada di dapur mendengar suara benda jatuh di atap rumah. Memindahkan Syifa ke kamar Alana. Suasana yang mencekam. Anak-anak yang terbangun karena mimpi buruk. Hingga suara gedoran di jendela dan pintu selama lima jam. Syukurlah semua itu bisa teratasi berkat bantuan Mbak Nana dan Bu Nyai."Kalau ada gedoran di pintu dan jendela, kenapa aku tidak bangun? K