Mandul: Cinta Yang Dikhianati

Mandul: Cinta Yang Dikhianati

last updateDernière mise à jour : 2025-10-02
Par:  Bluebell EveroseMis à jour à l'instant
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Notes insuffisantes
16Chapitres
13Vues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Kinan percaya lima tahun pernikahan akan jadi rumah yang hangat. Tapi satu kata menghancurkan segalanya: mandul. Tatapan keluarga berubah jadi penghakiman, Isaac—suaminya—berubah jadi asing, dan akhirnya ia memilih perempuan lain demi garis darah. Di tengah luka itu, Kinan menyadari: ia bukan hanya rahim yang gagal. Ia manusia. Ia perempuan. Dan ia harus memilih—bertahan dalam luka, atau bangkit. “Mandul – Cinta yang Dikhianati” adalah kisah cinta, pengkhianatan, dan keberanian perempuan yang akhirnya memilih dirinya sendiri.

Voir plus

Chapitre 1

Bab 1 - “Rumah yang Tak Lagi Memanggil Namaku”

Jakarta, 2025

“Jangan khawatir, aku akan memberikan semua hakmu.”

Ucapan itu menusuk Kinan lebih tajam dari sembilu manapun. Bukan karena kata-katanya kasar. Justru karena Isaac mengucapkannya dengan begitu tenang, begitu dingin, seolah-olah Kinan ini hanya... sebuah kontrak yang akan segera berakhir.

Ia berdiri di depan cermin kamar mereka—kamar yang dulu terasa hangat, seperti rumah. Kini, pantulan di kaca hanya menunjukkan seorang perempuan yang kehilangan segalanya, dan suami yang berdiri di belakangnya seperti bayangan masa lalu yang tak ingin pergi tapi juga tak bisa lagi disentuh.

“Jadi... ini akhirnya?” suara Kinan pecah, nyaris tak terdengar.

Isaac tidak menjawab. Ia hanya memalingkan wajah, menarik napas dalam-dalam seolah menahan beban yang entah kenapa terlihat lebih berat untuknya. Kinan ingin tertawa—bukan karena lucu, tapi karena ironis. Ia yang kehilangan masa depannya, tapi pria itu yang tampak kelelahan.

Lima tahun. Mereka menikah lima tahun. Lima tahun di mana Kinan memujanya, menyayanginya, memeluknya setiap malam dengan hati penuh syukur. Ia ingat betapa seringnya ia mencium jas kerja Isaac yang tertinggal di sofa, membayangkan pria itu kembali pulang dengan senyum dan kecupan di kening.

Ia juga ingat bagaimana ia selalu berkata pada teman-temannya bahwa dirinya adalah wanita paling beruntung di dunia. Isaac mencintainya. Isaac memilihnya dari ratusan perempuan yang mengincar pria itu. Isaac tak hanya tampan dan mapan, tapi juga lembut, bertanggung jawab, dan menghujani Kinan dengan kasih sayang. Atau... setidaknya dulu begitu.

Sampai hari-hari mereka mulai sunyi. Sampai keluarga besar Isaac mulai bertanya, lalu menuduh dalam diam. Sampai malam-malam mereka tak lagi diisi tawa dan rencana tentang nama anak, tapi penuh dengan diam yang menyiksa. Sampai hasil itu keluar.

Infertil. 

Mandul. 

Selesai.

Tangannya gemetar saat menurunkan koper dari atas lemari. Koper merah tua itu... Isaac membelikannya saat ulang tahun pertamanya setelah mereka menikah. Katanya, “Agar kamu bisa mengisi hidupmu dengan petualangan—dengan aku.” Kinan mengisi koper itu dengan gaun-gaun yang dulu ia pakai saat makan malam bersama, sepatu hak tinggi yang dulu mereka kenakan saat berdansa di balkon hotel, bahkan syal yang Isaac belikan di Paris—semuanya kini menjadi saksi bisu dari sebuah dongeng yang ternyata terlalu singkat.

Di luar kamar, ia mendengar langkah Isaac menjauh. Ia tidak mencoba menghentikannya. Tidak ada, “Tunggu.” Tidak ada, “Jangan pergi.” Hanya langkah-langkah mantap yang semakin menjauh. Ia benar-benar sudah memilih.

Air mata itu akhirnya jatuh juga.

Kinan duduk di tepi ranjang, mengusap perutnya yang kosong. Perut yang tak bisa memberi keturunan. Perut yang telah menjadi alasan ia ditinggalkan. Ia tahu ini bukan salahnya. Ia tahu. Tapi tetap saja, ia merasa hancur, merasa rusak, merasa... tak layak.

Ia ingat wajah ibu mertuanya, penuh senyum palsu dan rencana-rencana yang dipoles dengan nama ‘tradisi’. “Kamu perempuan baik,” kata wanita itu suatu hari, “tapi keluarga kami butuh penerus. Kami punya tanggung jawab darah, garis keturunan.”

Kinan diam waktu itu. Karena ia tidak ingin Isaac berada di tengah. Karena ia percaya pria itu akan membelanya.

Dan dia memang membela. Sampai hari ketika hasil dokter keluar.

Setelah itu, perlahan Isaac berubah. Kebaikan tetap ada, tapi tak ada lagi kehangatan. Ia masih pulang, masih bicara, tapi tidak lagi menyentuh Kinan dengan kasih. Matanya tetap menatap, tapi tidak lagi melihat.

Dan kini dia berkata akan menikahi perempuan lain. Untuk melanjutkan darahnya. Untuk memberi cucu pada ibunya. Untuk... menyelesaikan tugasnya sebagai laki-laki dalam keluarga itu.

“Dia bilang kamu akan tetap diberi hak-hakmu.” Kalimat ibunya masih menggema di kepala Kinan.

Hak? 

Apa itu artinya? Uang? Rumah? Kartu kredit? Apa itu cukup untuk mengganti rasa dikhianati?

Ia berjalan ke meja rias. Menatap wajahnya yang kini penuh sembab. Bibir pucat, mata bengkak. Tapi di balik semua itu, ia masih dirinya. Ia masih perempuan yang mencintai suaminya. Yang setia padanya. Yang tak pernah berpaling walau banyak yang menggodanya.

Dan Kinan harus pergi.

Karena ia lebih dari sekadar rahim yang gagal. Ia lebih dari sekadar status istri. Ia adalah manusia. Perempuan. Yang tahu kapan harus bertahan, dan kapan harus melepaskan—bahkan jika hatinya masih berdegup karena cinta pada pria itu.

Kinan membuka laci meja rias satu per satu. Tangannya menyentuh satu kotak kecil beludru biru—kotak cincin lamaran. Cincin itu masih di dalam. Masih bersih. Masih berkilau. Tapi hari ini... cahayanya menyakitkan matanya.

Ia melepas cincin itu dari jarinya perlahan-lahan, seperti melepaskan bagian terakhir dari dirinya yang masih percaya bahwa cinta bisa melawan segalanya. Kotak itu ia peluk sekali, sebelum ia tutup dan tinggalkan di atas meja. Ia tidak membawanya. Ia tidak bisa membawanya.

Kamar ini... rumah ini... semua terasa seperti museum kenangan. Dan Kinan... hanya salah satu artefaknya.

Sebelum keluar, ia memutar tubuhnya, memandangi ruangan itu sekali lagi. Tirai putih yang pernah mereka pasang bersama. Kursi malas tempat Isaac suka membaca sambil menyandarkan kepalanya di pangkuan Kinan. Karpet tempat ia tertidur saat mereka bertengkar dan Isaac menariknya masuk kembali ke pelukannya.

Kini tak ada pelukan. Tak ada pangkuan. Tak ada Isaac.

Kinan melangkah ke ruang tamu. Di sana, di pojok rak, masih ada satu foto pernikahan mereka. Ia dalam gaun putih, Isaac mencium keningnya dengan senyum damai. Ia menyentuh bingkai itu, lalu menarik napas panjang. Sekilas, ia ingin membawanya. Tapi untuk apa? Kenangan seindah itu kini hanya akan menyakiti.

Ia memalingkan wajah. Menarik napas sekali lagi. Memaksa kakinya melangkah menuju pintu depan.

Tangannya sudah menyentuh gagang pintu ketika suara itu terdengar dari belakangnya.

“Maaf…”

Suara Isaac. Lirih. Tertahan. Tapi Kinan tak menoleh. Ia terlalu lelah. Terlalu hancur untuk berharap lagi. Karena maaf bukanlah jawaban. Maaf tidak akan mengubah kenyataan bahwa ia kalah. Ia dibuang. Ia ditukar demi garis darah.

“Kalau kamu masih mencintaiku,” ucap Kinan tanpa menoleh, “kamu tidak akan membuatku berdiri di ambang pintu dengan koper di tangan dan luka di dada.”

Ia membuka pintu, dan angin dingin menyambutnya. Langit di luar sudah mulai gelap. Tapi setidaknya... Kinan tahu malam ini ia bebas. Bukan dari pernikahan—tapi dari penantian panjang atas cinta yang tak lagi diberikan.

Langkahnya ringan, meski dadanya berat. Air matanya jatuh, tapi bukan karena ia lemah.

Ia menangis, karena ia berani memilih dirinya sendiri.

Di luar, malam begitu sunyi. Langit tampak menggantung rendah, seolah ikut merunduk menatap perempuan yang berdiri dengan mata basah dan koper di tangan.

Angin menggesek dedaunan, membawa aroma tanah basah yang samar—dan dingin. Dingin sekali. Tapi bukan jenis dingin yang menusuk kulit. Ini dingin yang menyentuh hati. Lampu jalan di ujung gerbang berkedip lemah. Cahaya kuningnya jatuh ke wajah Kinan, memantulkan bayangan rapuh di atas paving basah.

Taksi sudah menunggu di depan pagar, mesin menyala pelan, dengan sopir tua yang menatap ke arahnya lewat kaca spion. Ia tidak turun. Tidak memanggil. Hanya menunggu—seperti waktu yang tahu tak bisa memaksa.

Langkah Kinan terasa berat. Setiap tarikan koper di trotoar seperti mengguratkan suara perpisahan di udara. Rumah di belakangnya masih menyala di beberapa sudut. Tapi tak ada jendela yang terbuka. Tak ada pintu yang bergerak. Isaac tidak berdiri di sana. Ia tidak keluar. Tidak berteriak. Tidak lari mengejarnya seperti di film-film.

Ia membiarkan Kinan pergi.

Kinan membuka pintu taksi dengan tangan gemetar. Koper ia angkat masuk, lalu ia menyusul duduk di kursi belakang. Bau interior plastik tua dan pengharum mobil bercampur dalam udara yang sesak.

"Ke mana, Bu?" tanya sopir itu, suaranya pelan, mungkin karena melihat wajah Kinan yang kusut.

Ia tidak menjawab. Bibirnya terbuka, tapi yang keluar hanya napas panjang dan gemetar.

Ke mana, ya?

Ia tak tahu. Ia hanya tahu ia harus pergi. Keluar dari rumah itu. Keluar dari perasaan itu. Keluar dari dirinya yang terus-terusan menunggu dipilih padahal sudah ditinggal sejak lama.

“Arah stasiun saja dulu, Pak,” ucapnya akhirnya, pelan. Suaranya pecah. Ia memalingkan wajah ke jendela sebelum sopir itu bisa melihat air matanya jatuh lagi.

Mobil mulai melaju perlahan. Dan Kinan tidak menoleh ke belakang. Tidak ingin tahu apakah pintu rumah itu akhirnya terbuka. Karena jika ia menoleh... ia tahu, ia akan hancur lagi.

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

Pas de commentaire
16
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status