Kedua mataku sontak membeliak kaget. Jadi Bulek May mau menguasai rumah ini. Padahal rumahku adalah warisan dari Bapak yang diturunkan turun temurun dari Kakekku. Sama sekali tidak ada hak Bulek May dan Raya dalam rumah ini. Sekali lagi, tanganku cekatan memindahkan semua pesan di hp Raya yang kembali muncul ke laptop, lalu menghapusnya lagi.
Drrtt…Hp Raya sudah bergetar lagi. Ada pesan masuk dari Mas Harun. Aku hanya bisa melihat sekilas dari pop up pesan tanpa berani membukanya di hp. Karena hp Raya sudah aku bajak, aku memilih untuk membaca pesan Mas Harun di komputer. [Kamu sudah masukin obat tidur ke dalam minumannya Wulan dek?]“Obat tidur?” Gumamku heran. Apa yang hendak mereka lakukan sampai Raya harus memberiku obat tidur.[Kalau bisa cepat sedikit ya. Kita harus pergi ke penjahit untuk fitting baju pengantin sore ini juga. Aku tidak mau Wulan memergoki kita saat pergi bersama sore ini.]Tanpa terasa air mataku kembali mengalir di pipi. Sakit sekali rasanya saat suami yang kita kira baik tega berhianat seperti ini. Belum lagi dengan Bulek May dan Raya. Meskipun rumah kami jauh, aku tetap menjalin hubungan keluarga kami setelah orang tuaku meninggal.Tok.. tok.. tok…tok…“Mbak Wulan.” Panggil Raya dari sebrang pintu.“Iya Ray. Tunggu sebentar.” Aku segera menutup aplikasi yang kugunakan lalu beranjak berdiri untuk membuka pintu.“Ini hp kamu. Makasih sudah mau minjamin.” Ujarku lali menyerahkan hpnya. Raya menganggukan kepalanya. Terlihat di tangan Raya ada segelas susu hangat.“Karena sibuk kerja Mbak Wulan pasti nggak sadar kalau di luar lagi hujan.” Kata Raya sambil menunjuk ke jendela yang berembun. Suara rintik hujan yang semakin deras mulai terdengar. Aku memang sama sekali tidak mendengar suara hujan turun. Bukan karena sibuk bekerja. Melainkan karena aku terlalu emosional setelah mengetahui sebagian fakta yang terkuak ke permukaan.“Eh iya. Tadi aku diskusi sebentar sama manajer toko.”“Ini aku buatin susu hangat untuk Mbak Wulan.” Ia menyodorlan gelas susu itu padaku. Pandanganku tidak sengaja tertuju pada Alana dan Syifa yang tiba-tiba sudah tertidur di sofa. Apa mungkin Raya juga sudah memberikan obat tidur ke minuman kedua putriku?“Makasih Ray. Nanti aku minum.” Balasku berusaha untuk tersenyum. Raya tampak tidak puas dengan jawabanku. Tapi, dia hanya bisa menganggukan kepalanya tanpa berani untuk protes.Raya sudah kembali sibuk menonton TV di sofa. Sedangkan aku memanggil Bude Yah untuk memindahkan anak-anak ke kamar mereka.”Bude tolong jaga anak-anak ya. Nanti sore saya ada rapat di toko.”“Iya Mbak Wulan.”Baru saja aku hendak melangkah keluar, aku kembali berbalik menghadap Bude Yah. “Kalau nanti Raya tanya aku ada dimana, jawab saja aku tertidur di dalam kamar. Jangan bilang kalau aku akan pergi sore ini.” Pintaku agar Raya tidak curiga. Bude Yah menganggukan kepalanya tanpa banyak bertanya.Saat turun ke lantai dua, Raya sudah tidak ada di ruang tengah. Aku mengintip dari sela kamar tamu yang terbuka. Rupanya dia sedang mencoba beberapa gaun yang sangat familiar. Mataku seketika membulat. Bukankah beberapa gaun itu adalah milikku? Kakiku hendak melangkah menuju kamar tamu. Tapi, seketika berhenti. Aku harus bisa bermain cantik.Aku kembali berjalan menuju kamar utama lalu mengunci pintu. Ada banyak hal yang belum aku baca. Setelah duduk di depan komputer, aku membaca semua pesan di antara Bulek May dan Raya. Rupanya rencana mereka sudah di mulai sejak satu tahun lalu. Sebelum Raya bekerja di kota ini.[Kamu sudah berkunjung ke rumah Wulan, nduk?][Belum Bu. Besok saja. Aku terlalu capek karena membereskan barang-barangku di kamar kos. Oh iya, aku pakai hp baru loh Bu. Hadiah pemberian Mbak Wulan.][Dasar pamer. Baru punya uang segitu saja sudah kasih kamu hp.] Balasan Bulek May tetap membuatku kaget.Karena aku masih ingat betul saat kami bertemu setelah Raya bekerja di kota ini. Bulek May berterima kasih padaku karena aku mau menjaga Raya sampai membelikan hp baru yang sama persis dengan hpku. Semakin lama membaca percakapan di antara Ibu dan anak itu, membuatku mengerti jika Bulek May dan Raya iri dengan hidupku yang berubah seratus delapan puluh derajat. Dari orang biasa menjadi orang kaya baru.Itu semua karena sawah peninggalan mendiang Bapak yang sangat luas. Sejak Bapak sakit, sawah itu sudah tidak terurus lagi. Dengan ijin Bapak aku menjual sawah itu hingga mendapat uang senilai lima ratus juta rupiah. Saat itu aku baru menginjak usia dua puluh tahun dan harus mengambil alih peran sebagai Ibu rumah tangga sekaligus kepala keluarga. Karena Ibu sudah di panggil lebih dulu juga karena sakit.Padahal saat itu aku tengah kuliah di Yogyakarta. Bapak di rawat di rumah sakit dengan di jaga oleh saudara dekat kami. Dengan modal nekat, aku mulai menjual laptop ke kampung halaman. Sistemnya adalah jasa titip. Harga yang aku patok juga lebih murah daripada laptop di kota kabupaten tempatku tinggal.Sisanya aku gunakan untuk memenuhi kebutuhan Bapak. Dua tahun berlalu, Bapak menyerah pada sakitnya. Tepat satu bulan setelah aku di wisuda. Karena tidak ada lagi sosok kedua orang tuaku di rumah, aku kembali merantau untuk bekerja. Pergi ke Jakarta untuk bekerja sebagai programmer. Pekerjaan menjual laptop tetap kulakoni dan bisa membangun toko laptop sendiri di kota kabupaten. Kakak sepupu dari pihak Bapak kutunjuk sebagai manajer toko yang akan rutin melapor padaku secara online.Saat pulang kampung, aku tidak sengaja bertemu dengan Mas Harun yang sudah bekerja di perusahaannya saat ini sebagai staff baru. Satu tahun kami menjalani hubungan LDR hingga Mas Harun melamarku untuk menjadi istrinya. Aku lalu mundur dari pekerjaanku di Jakarta.Usahaku berjalan lancar. Pendapatanku yang lebih tinggi dari Mas Harun membuatku tidak serta merta mengabaikannya. Aku tetap menghormati Mas Harun sebagai imam dan kepala rumah tangga yang harus aku patuhi. Begitu juga dengan Mas Harun yang tetap memberikan nafkah padaku. Meskipun harus di bagi dua dengan Ibu mertua.Pendapatanku juga aku gunakan untuk memenuhi kebutuhan Ibu mertua dan Rani. Ternyata pengorbananku selama ini hanya sia-sia belaka. Aku sudah tidak kuat lagi jika harus membuka pesan di antara Mas Harun dan Raya. Membaca pesan Bulek May saja membuatku sudah menangis tersedu-sedu.Setelah sholat ashar, aku tetap pergi ke toko untuk rapat. Raya sudah tidak ada lagi di rumah. Pasti dia sudah di jemput oleh Mas Harun. Dua jam kemudian, aku pulang ke rumah sambil membawa bingkisan makanan untuk Bude Yah dan anak-anak. Kami menikmati ayam krispi yang aku bawa di ruang makan yang merangkap dapur. Syukurlah anak-anak sudah bangun. Apa itu berarti mereka tadi siang tidur karena kelelahan?“Ayah pergi kemana Bu? Kok belum pulang jam segini?” Tanya Syifa dengan wajah merengut. Mencari kehadiran Ayahnya.“Tadi Ayah wa Ibu kalau malam ini akan pulang larut malam. Ayah harus lembur sayang.” Syifa menganggukan kepalanya mengerti.Jam delapan malam, anak-anak sudah masuk kedalam kamar mereka untuk tidur. Aku tetap menunggu di ruang tengah sambil menonton TV. Tidak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Tapi, Mas Harun dan Raya tidak kunjung datang. Suara mobil yang berhenti di halaman membuatku kembali duduk tegak. TV juga segera kumatikan.Dalam gelapnya malam, aku masih bisa melihat langkah Mas Harun dan Raya yang masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba lampu ruang tengah di nyalakan. Membuat mereka bisa melihat keberadaanku disini.“Wu, wulan.” Mas Harun seketika melepaskan rangkulannya dibahu Raya. Aku pura-pura tidak melihat semua itu. Mereka tidak boleh melihatku lemah agar tidak curiga jika aku sudj tahu tentang hubungan terlarang mereka.“Kalian darimana saja baru pulang selarut ini?” Pertanyaanku tentu saja membuat Mas Harun tergagap. Mulutnya terbuka dan tertutup sendiri. Sepertinya dia hendak bicara. Tapi, tidak ada suara yang keluar. Raya menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung. Aku masih bisa melihat tas belanja yang menyembul keluar.“Kami dari rumah sakit Mbak. Tiba-tiba perutku keram. Ternyata aku salah makan hari ini.” Jawab Raya memberikan alasan kliss.“Oh begitu.” Ucapku datar.“Kamu kok belum tidur sayang. Ayo kita masuk ke dalam kamar sekarang. Aku masih harus bekerja besok.” Akhirnya Mas Harun bisa bicara juga. Dia segera menarik tanganku agar masuk ke dalam kamar. Kuikuti saja permainanya. Mas Harun langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tidak lama kemudian dia sudah ter
Dengan cepat aku segera berjalan menjauh hingga suara langkah kakiku terdengar nyaring. Karena kamar tamu ada tepat di sebelah dapur, seharusnya aku masih bisa mendengar aktivitas pasangan pengantin baru itu. Tapi, hanya suara air dari dispenser yang mengisi keheningan rumah ini.Tidak ingin larut dalam kesedihan seorang diri, aku segera berjalan menuju kamar. Suara bisikan Raya yang cukup keras membuatku seketika menghentikan langkah. “Apa Mbak Wulan sudah masuk ke dalam kamarnya Mas?”“Sepertinya belum. Aku tidak mendengar suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup.”Dasar bodoh. Tanpa harus menguping di depan pintu kamar kalian aku bisa tahu apa yang terjadi. Aku segera melanjutkan langkah menuju kamar lalu mengunci pintu kembali. Kini aku sudah duduk di depan komputer untuk memantau kamar tamu menggunakan kamera CCTV. Kamera yang aku pasang dua minggu lalu. Sehari setelah mengetahui perselingkuhan Mas Harun dengan Raya.“Sudah aman Mas?” Tanya Raya yang menutupi tubuhnya dengan s
“Uhuk, uhuk, uhuk.” Raya segera mengulurkan segelas air pada Mas Harun bersamaan denganku. Pandangan kami bertemu untuk sesaat. “Maaf Ayah jadi terbatuk sayang.” Tangan Mas Harun otomatis mengambil gelas air yang di sodorkan Raya. Membuat adik maduku itu seketika tersenyum senang.“Tuhkan. Ayah lebih milih gelas dari Tante Raya daripada gelas yang di berikan Ibu.” PrangGelas yang di pegang Mas Harun tadi jatuh ke bawah. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena Syifa bertanya hal yang kritis lagi. “Nggak ada yang spesial sayang. Ayah kira tadi gelas air itu dari Ibu. Bukan dari Tante Raya.” Kilah Mas Harun gugup.“Terus kenapa tadi Ayah keluar bareng Tante Raya?” Tanya Alana lagi mengulangi pertanyaan Syifa tadi.“Kebetulan saja sayang.” Kilahnya lagi. Aku mendengus mendengar jawaban Mas Harun.Bude Yah segera membersihkan pecahan gelas itu lalu membuangnya di tempat sampah. Aku segera mengalihkan perhatian anak-anak dengan menanyakan kegiatan mereka di sekolah hari ini. Syifa leb
Aku segera memegang tangan Raya dan mengambil gelang itu. “Apa yang sedang kamu lakukan Mbak? Kenapa kamu harus mengambil gelangku?” Raya berusaha mengambil gelang emas ini dariku. Untung saja aku bisa menghindarinya hingga Raya jatuh sendiri.“Ya ampun kalian ini. Bisa nggak sih nggak bertengkar di pagi hari ini seperti ini.” Tegur Ibu mertua yang sudah membantu Raya untuk berdiri. Kepalanya celingukan ke kanan kiri. Mungkin takut para tetangga akan melihat.“Mbak Wulan itu Bu. Dia mengambil gelas emas pemberian Ibu saat lamaran di rumahku.” Lapor Raya meringis kesakitan. Kedua mata Ibu mertua seketika membulat saat aku mengeluarkan gelang emas itu.“Jadi, Ibu memberikan gelang ini untuk acara lamaran di rumah Raya?” Tanyaku sambil menunjukkan gelang itu ke hadapan Ibu.“Iya. Memang kenapa sih Mbak? Mas Harun yang membelikan gelang emas itu sendiri kok. Benarkan Bu?” Justru Raya yang menjawab. Membuatku seketika tertawa hingga perutku terasa sakit.“Apa yang lucu? Kalau cemburu bilan
“I, itu bisa aku jelaskan sayang.” Amarahku sudah hampir meluap. Melihat orang-orang yang berlalu lalang membuatku menghela nafas berulang kali. Aku tidak boleh marah di tempat umum seperti ini.“Suruh Raya bawa balik motorku. Atau kalau nggak aku akan langsung melaporkan kalian ke polisi. Ingatlah Mas. Jika aku belum menandatangani surat yang mengijinkan agar pernikahanmu dan Raya disahkan secara negara.” Kataku pelan agar tidak menarik perhatian semakin banyak orang.Tanpa melihat wajah Raya lagi, aku langsung masuk ke dalam mobil. Terlihat dari kaca spion Mas Harun tengah bicara dengan Raya. Sepertinya mereka tengah berdebat. Karena sudah tidak sabar lagi, aku menelpon Mas Harun. “Cepatlah. Jangan sampai semua orang merekam kalian.” Kataku begitu dia mengabgkat panggilan. Tanganku menunjuk pada orang-orang yang masih menonton kami. Mas Harun menganggukan kepalanya lalu segera duduk di balik kemudi.Selama di perjalanan, aku terus melihat ke kaca spion untuk memastikan jika Raya t
Tubuh Raya seketika bergetar. Dia langsung bersembunyi di belakang tubuh Mas Harun. Tanganku meraup wajah kesal. Niat hati ingin menyembunyikan dulu pernikahan kedua suamiku malah berakhir seperti ini. Gara-gara Mas Harun yang mengabulkan keinginan istri keduanya itu. Masalah kami justru sudah di ketahui oleh para tetangga.“Maaf Ibu-ibu kami mau lewat.” Kata Mas Harun yang suaranya tenggelam di antara para Ibu-ibu yang sedang bicara. “Mas Harun benar Ibu-ibu. Tolong jangan halangi jalan mereka. Biarkan mereka pergi dari rumah saya. Satu hal lagi. Tolong jangan bicarakan kejadian ini pada Alana dan Syifa. Karena saya masih ingin menjaga perasaan kedua putri saya.”“Baiklah. Kami pergi dulu Lan. Kalau butuh bantuan bilang saja sama salah satu dari kami. Biar kami yang memberikan pelakor ini pelajaran.” Kata Bu Wati lalu mengajak para tetangga untuk pergi. Tapi, bukan pulang ke rumah mereka masing-masing. Melainkan berkumpul di rumah Bu Wati untuk bergosip.“Terima kasih banyak Lan.” K
Suasana hening terasa di ruang makan ini. Ibu mertua dan Mas Harun memilih untuk tidak menjawab permintaan Rani. Membuat gadis itu berdecak kesal lalu duduk di samping Ibunya. Tangan Rani sudah sibuk mencomot bakwan jagung di atas meja. Aku sendiri tidak berminat untuk menjawab. Biarlah mereka lebih dulu berkata pada Rani sedang tidak punya uang.“Ibu aneh banget deh. Kenapa nggak mau jawab?” Omel Rani tidak sopan pada Ibunya sendiri. Gadis itu sudah menyendokan nasi ke dalam piring lalu mengambil lauk yang ada.Dia bahkan tidak menyadari suasana ruang makan ini yang canggung. Karena Alana dan Syifa memilih diam saja. Tidak ada celoteh kedua putriku yang membuat meja makan jadi ramai. Alana dan Syifa yang sudah selesai makan pamit untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu. Aku segera merapikan piring kami lalu meletakannya di tempat cuci piring. Bude Yah yang akan mencucinya nanti. Baru saja aku hendak beranjak pergi ke kamar, Mas Harun sudah menahan tanganku.“Besok siang aku mau langsu
Ternyata ada salah satu hal yang luput dari pencarianku. Salah satunya tentang pesan Mas Harun dan Bulek May. Sebelum mereka menikah, aku terlalu sibuk membuka pesan Raya dengan orang tuanya. Atau pesan Raya dengan Mas Harun. Tidak pernah terpikir dalam benakku untuk memeriksa pesan Mas Harun dengan orang tua Raya juga. Karena aku sudah tahu jika Bulek May setuju dengan hubungan terlarang anaknya. Bahkan dia sendiri yang menyuruh Raya untuk menjadi selingkuhan Mas Harun. Malam ini, Allah kembali membuka rahasia yang sudah di sembunyikan Mas Harun dariku.Jari ini menggulir layar hp untuk melihat semua pesan yang sudah terkirim. Rupanya Mas Harun mulai mengirim uang pada Bulek May sejak sepuluh bulan lalu. Di pesannya tertulis jika Mas Harun mendapat bonus dari kantor. Tapi, aku tahu dia sudah berbohong karena sudah menelusuri semua hasil pendapatan Mas Harun di kantor. Bagaimana Mas Harun bisa rutin memberikan uang pada orang tua Raya? Pasti ada sesuatu yang masih ia sembunyikan darik