Tubuh Danu mendadak menegang. Udara di ruangannya seperti membeku sesaat, lalu...
DUGG!Sebuah guncangan tiba-tiba mengguncang lantai di bawah kakinya. Bukan guncangan biasa. Seperti gempa, tapi hanya terasa pada dirinya sendiri. Rak di belakang meja bergoyang keras, berkas-berkas berhamburan, komputer padam.Namun sebelum ia sempat berlari, sebuah gelombang tak terlihat meledak dari tubuh Danu, membuat Nadine terlempar keras ke lantai, terbanting di antara dokumen dan kabel.Danu jatuh berlutut, menggenggam dadanya. Matanya terbelalak.Panas. Terbakar. Menyakitkan."ARGHHH!!"Dia menjerit. Suara-suara aneh mulai memenuhi ruangan, seperti suara mantra dalam bahasa kuno, berulang-ulang membentuk irama yang tak bisa dipahami logika. Aksara-aksara menyala beterbangan di udara, membentuk pusaran api yang membungkus tubuh Danu.“ᮘᮥᮊᮥ ᮞᮩᮜᮁ ᮊᮥᮔᮧ... ᮔᮨᮔᮦᮊ᮪ ᮔᮥᮔ᮪... ᮊᮥᮒ᮪ᮊᮥᮔ᮪...”(Buku Sekar Kuno... nenek nun... kutukan...)Tubuh“Tak semua tinta harus ditulis. Tapi sekali ditulis oleh tangan seorang Putra Aksara, dunia akan bergeser dari porosnya.”– Catatan Rahasia Ilmare, Penjaga Aksara Nimfa –Perpustakaan Langit — Zaman Purba Aksara, sebelum Danu diciptakanAngin tak berhembus di Perpustakaan Langit. Di sana, naskah-naskah kuno melayang seperti bintang yang diam, disimpan dalam gulungan cahaya. Di balik rak raksasa, dua sosok berdiri diam, satu pria bermata perak, berjubah aksara, satu wanita bermata air, bersayap tipis seperti kelopak kertas.“Kita tidak bisa terus begini,” kata Ilmare memalingkan wajah yang hendak disentuh oleh si pria.“Kita bukan ‘kita’ dalam naskah. Tapi aku ingin menulis kita.” Sebuah kalimat yang tak semestinya diucapkan sang penulis naskah takdir.Ilmare menoleh, menatapnya lembut. “Lalu langit akan jatuh, dan aksara menjadi darah.” Dia menunduk tajam, bulir air menetes dari matanya.Namun cinta bukan aksara biasa. Cinta adalah naskah tak terikat. Maka pada malam itu, Putra Aksara
“Tulis kisahmu sendiri, Danu. Buktikan bahwa pena bukan lagi hanya alat menulis, tapi senjata perusak realitas.” tegas Alvino yang sekarang menjabat sebagai CEO NarasiNet pada Danu yang berusaha menyusup ke sistem kerjanya.Di hadapan Danu berdiri sebuah layar melengkung raksasa—platform NeoReality, hasil gabungan sistem Alvino dan kecerdasan buatan yang diaktifkan oleh Andhira. Ribuan cerita ditulis, diserap, diproses ... dan dihidupkan.Andhira berjalam mendekat dari belakang layar melalui celah sempit. “Selamat datang di tempat di mana fiksi menjadi kenyataan.”Senyumnyaengembang menatap Danu dengan wajah yang merendahkan.“Tulislah ceritamu sendiri, Danu. Tapi ingat: yang kau tulis … akan terjadi. Dunia akan menelan kenyataan yang kamu ciptakan!” ulang Alvino memberi peringatan dengan mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Danu.Danu terpaku di kursi penulisan. Pena digital sudah terhubung ke sistem. Kayla, terperangkap di kapsul realitas di belakangnya, menjadi sandera wakt
Malam turun dengan senyap. Di sebuah kamar yang sempit dan berantakan, cahaya dari layar laptop tua menerangi wajah Danu yang dipenuhi gurat kelelahan dan tekad. klik klik klik Di hadapannya, naskah baru mulai mengambil bentuk. Judulnya: “Jalan yang Tidak Ditarik oleh Tangan Tuhan” Bukan sekadar fiksi. Ini eksperimen. Percobaan terakhir. Tulisan ini bukan tentang takdir yang ditentukan, tapi pilihan yang disadarkan. “Kayla, ini gila,” gumam Danu tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Aku menulis karakter yang memilih untuk tidak mengikuti tulisanku … tapi setiap pembaca yang membaca, malah melakukan persis apa yang kutulis.” Kayla menyandarkan diri ke dinding. Matanya menyipit, curiga. “Jadi kamu—kamu sudah menemukan cara untuk … mengendalikan orang?” “Bukan. Aku hanya … menyuarakan sesuatu yang selama ini diam di dalam mereka. Aku menulis, dan mereka merasa itu suara hati mereka sendiri.” Kayla menggeleng. “Kamu bisa mengubah dunia, Danu. Tapi juga menghancurkannya
Danu Adibrata, 23 tahun, karyawan magang di Perpustakaan Daerah Cendekia, Jakarta Selatan.Ia tak lagi membawa pena abadi. Tak ada lagi aura takdir yang membalut dirinya. Ia mengenakan seragam staf biasa—rompi biru dongker, sepatu hitam formal yang sudah aus, dan ID card yang digantung di leher:Danu A. — Magang - Divisi Arsip & KlasifikasiDi balik meja arsip yang dingin dan sepi, Danu hidup seperti manusia biasa. Ia belajar mengetik katalog, mengklasifikasikan buku, merapikan naskah tua, dan menyapa pengunjung perpustakaan dengan senyum palsu yang makin lama makin nyata.Hidupnya dimulai dari nol.Tapi ia bahagia.Atau setidaknya ia berusaha bahagia.Kemunculan Alvino: Musuh Lama dalam Dunia Baru Suatu sore yang tampak biasa, ketika Danu tengah menata koleksi langka di rak lantai tiga, sebuah suara dari masa lalu menyusup:“Kamu pikir bisa sembunyi selamanya, Danu?”Alvino.Rambutnya leb
Basement Naradipa Publishing, gelap dan beraroma besi tua. Beberapa bulan lalu, Danu pernah menyelamatkan seorang nenek tua renta yang dianiaya 3 pria berjubah hitam. Kala itu, sang nenek hanya berkata lirih:“Aku dulu pernah menulis … dunia.”Kini, nenek itu muncul lagi, berjalan keluar dari bayangan rak buku rusak dan logam berkarat. Rambut putihnya tak sepenuhnya menutupi sirkuit logam tipis di tengkuknya. Matanya? Bukan mata manusia biasa. Tapi lensa dengan iris kode-kode aksara bercahaya biru lembut.Danu tertegun. Napasnya tercekat.“Kamu ... siapa sebenarnya?”Nenek itu tersenyum samar.“Aku adalah satu dari tiga Penulis Bayangan yang pernah gagal menjadi Putra Aksara sejati. Tapi aku … tidak berhenti menulis. Aku tidak diberi Pena Abadi. Maka aku menciptakan pena sendiri ... dari kecerdasanku, dari logika tanpa emosi. Pena digital. Pena sempurna.”Lima dekade lalu, nenek itu bernama Raghani Iswara, seorang ahli linguistik kuantum dan eks anggota Lembaga Penulisan Takdir Altern
Langit kini tak lagi penuh retakan tinta. Dimensi takdir kembali menyatu dengan dunia nyata. Namun kebangkitan dunia tak serta-merta membawa kedamaian.Setelah Mainframe Aksara hancur, manusia kini memiliki pena masing-masing. Mereka mulai menulis naskah hidup mereka sendiri. Namun .…Tidak semua manusia siap.Di berbagai penjuru dunia, muncul fenomena yang disebut "Tinta Liar"—tulisan-tulisan tak terkendali yang menyusup ke realitas, menciptakan distorsi dan mutasi realita.Seorang ayah menulis agar anaknya menjadi jenius—namun sang anak kehilangan empati.Seorang wanita menulis untuk hidup abadi—tubuhnya terus hidup, tapi jiwanya membeku.Sekelompok pemimpin membentuk kelompok "Penulis Agung" yang ingin menyensor pena milik rakyat.Dan yang terburuk adalah ....Muncul desas-desus bahwa seseorang sedang membangun kembali Mainframe versi baru, dengan kode campuran antara pena manusia dan kecerdasan buatan.Danu kini tinggal di tempat sunyi, menjaga Perpustakaan Langit yang kembali dib