Warda sebenarnya tidak menolak dalam hatinya. Seumur hidupnya, sosok Afkar dengan pisau di tangan sambil membasmi kejahatan dan makhluk jahat, mungkin akan selalu terpatri di dalam hatinya.Namun, sikap Afkar yang begitu "langsung" ini, yang tiba-tiba mengatakan ingin bertemu keluarga, membuat Warda agak gugup dan tak tahu harus berbuat apa."Terlalu cepat ya?" Afkar sempat tertegun. Kemudian, dia melihat wajah merah merona Warda dan langsung menyadari sesuatu. Eh, jangan-jangan gadis ini salah paham?"Aku cuma mau main ke rumahmu dan ketemu keluargamu saja kok. Nggak ada maksud lain." Afkar buru-buru menjelaskan maksudnya yang sebenarnya.Karena wajah Warda sangat mirip dengan ibunya dan marga mereka pun sama, Afkar sedikit curiga ada hubungan antara mereka. Mungkin dengan mengunjungi keluarga Warda, dia bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya.Namun, begitu dia selesai berbicara, wajah Warda malah semakin merah. Dia mengangguk pelan sambil berkata, "Baiklah, nanti aku sampaikan ke
"Kalau bukan karena aku bilang akan membantumu menyelamatkan istrimu, mungkin sampai sekarang pun kamu belum mau membantuku menyerap roh-roh itu, 'kan?" ucap roh leluhur naga dengan nada tidak puas.Afkar hanya bisa merespons dengan canggung. "Mana mungkin?""Hmph!" Roh leluhur naga mendengus sinis, seolah-olah tidak ingin mempermasalahkannya lebih lanjut untuk sementara ini.Bayangan naga itu berkata, "Dengan kekuatanku sekarang, menghadapi roh jahat di dalam tubuh istrimu seharusnya sudah bukan masalah lagi. Tenang saja!"Setelah itu, nadanya berubah serius. "Anak Muda, aku tahu kamu punya kekhawatiran terhadapku. Kamu takut suatu hari aku akan berbalik dan mencelakaimu, 'kan?""Sekalipun aku berjanji macam-macam padamu sekarang, kamu mungkin tetap nggak akan percaya. Tapi ingat baik-baik, membantuku memulihkan kekuatan juga akan membawa manfaat besar bagimu."Selesai berkata begitu, bayangan naga itu berputar beberapa kali, lalu menyatu kembali ke tubuh Afkar. Suasana kembali sunyi.
Tepat saat Afkar masih ragu dan belum juga mengambil tindakan terhadap tumpukan kartu yin itu, suara penuh hasrat dari roh leluhur naga tiba-tiba terdengar.Bahkan, roh itu seolah-olah hendak keluar dari tubuh Afkar secara paksa untuk menyerap roh-roh anak kecil yang terperangkap dalam kartu itu sendiri.Sayangnya, kekuatannya masih lemah dan dia masih bergantung pada jiwa Afkar untuk bertahan. Dengan satu kehendak, Afkar segera menekan dorongan roh itu."Anak Muda, apa yang kamu tunggu lagi? Kamu nggak ingin menyelamatkan istrimu? Kalau kamu terus membiarkan roh jahat itu berada di dalam tubuh istrimu, lambat laun dia akan menelan dan menyatu dengan jiwa istrimu sepenuhnya!""Ketika itu terjadi, kamu hanya akan menyesal seumur hidup! Kamu tahu istrimu membiarkan roh jahat itu masuk ke tubuhnya demi menyelamatkanmu, 'kan?"Suara roh leluhur naga terdengar tajam, mengguncang hati Afkar. Mendengar itu, sorot mata Afkar pun tampak bergetar. Rasa bersalah dan pilu menyelimuti hatinya.Ya.
"Hehe. Jadi, menurutmu aku harus berterima kasih karena kamu menyelamatkanku ya, Kak Afkar?"Afkar menggeleng tanpa ekspresi. "Nggak perlu, aku nggak berniat menyelamatkanmu.""Masa? Jadi, maksudmu kamu ingin membunuhku?"Viola tampak bersusah payah keluar dari dalam Pohon Hantu Pemangsa Darah. Dia melangkah ke depan Afkar, mengangkat dagunya tinggi-tinggi. Di wajahnya yang menggoda itu, tampak kilatan kebencian dan hinaan."Aku juga nggak tertarik membunuhmu. Pergi sana." Afkar mengerutkan kening, lalu mendorong Viola ke samping tanpa berbasa-basi. Dia tak ingin membuang waktu dengan wanita ini.Saat ini, Afkar mengira Viola hanyalah salah satu korban dari sekte ini. Makanya, dia tidak terlalu memikirkannya. Pikirannya masih tertuju pada tubuh pohon hantu itu.Saat Viola keluar dari dalam batang pohon, Afkar jelas merasakan semburan aura kehidupan yang sangat kuat.Detik berikutnya, dari dalam batang pohon, dia menemukan sebuah benda hijau seukuran kepalan tangan. Benda itu terasa han
Setelah menyimpan kristal jiwa merah tua, Afkar lanjut memeriksa Pohon Hantu Pemangsa Darah itu.Entah kenapa, meskipun makhluk jahat ini sudah mati, Afkar masih bisa merasakan aura kehidupan dari dalamnya."Hehe, jangan-jangan benda sialan ini bisa beranak? Ada anak pohon hantu di perutnya?" gumam Afkar.Detik berikutnya, dia mengayunkan Pisau Naga Es dan menebas langsung ke batang pohon tersebut. Diiringi suara tajam seperti pisau mengiris kulit keras, lapisan luar batang pohon itu terbelah oleh tebasan Afkar.Ketika Afkar melihat apa yang ada di tengah batang pohon itu, wajahnya langsung berubah drastis, dipenuhi ekspresi terkejut!"Viola?" Dia berseru kaget, tak percaya melihat seorang wanita yang terbungkus di dalam batang pohon itu. Wanita itu adalah adik sepupu Felicia, adik iparnya, Viola!Saat ini, mata Viola tertutup rapat. Dibanding sebelumnya, wajahnya tampak semakin cantik dengan aura yang tak bisa dijelaskan, antara menggoda dan mengerikan.Namun, Afkar sangat yakin bahwa
Mereka semua masih perawan. Kebanyakan adalah gadis-gadis muda yang belum banyak mengenal dunia, bahkan tak sedikit dari mereka masih dalam masa remaja yang polos dan naif.Kali ini, setelah mengalami kejadian yang begitu mengerikan dan nyaris tak punya harapan hidup, tiba-tiba muncul seorang ahli luar biasa yang datang menyelamatkan mereka dan membasmi para iblis sampai habis.Melihat pemandangan mayat berserakan di sekeliling, bukan rasa takut yang muncul di hati Warda dan para gadis lainnya, juga bukan rasa ngeri melihat Afkar yang begitu kejam membunuh. Justru yang mereka rasakan adalah kegembiraan, rasa terharu, dan kekaguman yang dalam."Dia dewa ya?""Kuat banget!""Ini baru namanya pria sejati, 'kan?""Siapa namanya ya?""Kamu pergi tanya dong.""Aku ... aku nggak berani ...."Banyak dari para gadis itu menatap Afkar dengan mata berbinar-binar. Tatapan mereka penuh kekaguman dan tak sedikit yang disertai dengan kekaguman khas anak muda yang mulai jatuh cinta.Warda sempat ragu,