Oleh karena itu, dia memang sudah terus berwaspada terhadap kedua orang itu sedari awal. Saat ini, ketika dia mengerahkan kekuatan mata naganya, sorot matanya langsung berubah tajam. Seketika sebuah senyum dingin muncul di sudut bibirnya.Jadi begitu rupanya ...."Afkar, ada apa?" Felicia yang melihat perubahan ekspresi di wajah Afkar tak bisa menahan diri untuk bertanya."Nggak apa-apa," jawab Afkar sambil menggeleng pelan.Beberapa saat kemudian, setelah semua tamu selesai disambut, Afkar dan Felicia kembali masuk ke area dalam pabrik.Berhubung lokasi pabrik cukup jauh dari pusat kota, agar tamu-tamu tidak perlu repot bolak-balik, Felicia sudah menyiapkan makan siang di kantin perusahaan. Tentu saja, makanan yang disediakan bukan makanan standar karyawan. Hari ini, dia sengaja memanggil koki dari restoran Hotel Royal untuk menyajikan jamuan khusus.Dalam perjalanan kembali ke dalam, Felicia berjalan di samping Afkar sambil bergumam ragu, "Benar-benar nggak nyangka, Paman Renhad dan
Afkar meninggalkan aula kantin karyawan dan berjalan menuju gedung kantor di dalam area pabrik. Semua hadiah yang diterima hari ini telah diarahkan untuk sementara disimpan di gudang serbaguna di lantai satu gedung kantor."Pak Afkar!" Saat melihatnya datang, seorang anak buah Fadly yang berjaga di sana langsung menyapa dengan hormat."Sudah, kamu nggak perlu jaga di sini. Pergilah makan siang. Aku mau cek sebentar ke dalam,"kata Afkar sambil melambaikan tangan.Anak buah itu sempat ragu sejenak, tapi akhirnya menurut dan pergi.Afkar pun melangkah masuk ke gudang tersebut. Di dalam ruangan itu, tampak berbagai hadiah yang telah ditumpuk dengan rapi.Matanya langsung tertuju pada sepasang hiasan singa berwarna emas yang mengilap. Benda itu terbuat dari tembaga, dilapisi lapisan emas di permukaannya. Ukurannya kira-kira sebesar kucing dewasa dan bagian dalamnya berlubang.Dengan kekuatan mata naga yang dimilikinya, Afkar dapat melihat dengan jelas, di dalam salah satu singa itu tersemb
Bukan hanya kemampuan bertarung yang hebat, bahkan kemampuan medismu juga sangat ahli! Meski berasal dari keluarga biasa, kamu malah lebih keren daripada anak-anak orang kaya pada umumnya. Aku baru sadar, sepertinya aku mulai mengagumimu dan merasa iri sama Kak Felicia."Sambil berbicara, Viola meletakkan tangannya di dada Afkar dan menatap pria itu dengan penuh perasaan.Melihat kondisi ini, Afkar mengerutkan alisnya dan bertanya dengan bingung, "Apa maksudmu?"Viola menggigit bibirnya dan mendekatkan diri pada Afkar. "Kak, apa kamu masih nggak ngerti apa maksudku?"Setelah berkata demikian, dia mulai merengek dengan manja, "Jangan kira aku nggak tahu, kamu sudah menikah sama Kak Felicia selama ini dan mengadakan upacara pernikahan palsu. Tapi, sampai sekarang Kak Felicia masih nggak ngizinin kamu untuk menyentuhnya, 'kan?""Kamu pasti sudah nggak bisa menahan diri lagi, 'kan? Sebenarnya dengan kemampuanmu ini, kenapa kamu masih terus berharap sama satu wanita?""Kak Afkar, menurutmu,
Dengan wajah penuh penghinaan, Viola meninggalkan gudang dengan langkah terpaksa. Dalam hatinya, dia ingin mencabik-cabik Afkar hidup-hidup!Tadi dia sempat yakin pria itu sudah jatuh dalam perangkapnya. Ternyata ... dirinya yang kembali dipermainkan! Begitu kembali ke aula kantin, Renhad langsung menyambut dengan penuh harap."Viola, gimana hasilnya?"Viola menekan amarah yang masih membara dalam dadanya. Dia tentu tidak akan memberi tahu Renhad bahwa usahanya menggoda Afkar malah berakhir memalukan. Dia hanya menyeringai dingin."Tenang, Ayah. Si pecundang itu sama sekali nggak curiga. Aktifkan bomnya. Ayo kita cepat pergi dari sini."Renhad mengangguk. "Baik."Sementara itu, tidak lama setelah mengusir Viola, Afkar kembali memeriksa hiasan singa yang mencurigakan tadi. Benar saja, bom waktu di dalam perut patung itu telah aktif.Dengan mata naga yang dia miliki, Afkar bisa melihat dengan jelas bahwa hitungan mundur menunjukkan waktu ledakan tinggal sekitar satu jam lebih.Ternyata,
Namun, Renhad sadar bahwa dia tidak sanggup menyinggung Harimau Maut, apalagi Organisasi NC. Oleh karena itu, dia juga tidak berani bersuara."Wah, Pak Renhad sudah pulang ya?" tanya Edwin sambil tersenyum setelah melihat kedua orang itu.Harimau Maut tersenyum sinis, lalu memeluk selingkuhan itu ke pangkuannya. "Pak Renhad, sekretarismu ini lumayan juga. Aku ini orang kasar, kamu nggak keberatan kalau aku bersenang-senang sedikit sama dia, 'kan?"Selingkuhannya itu mendengus pelan dan menatap Renhad dengan tatapan meminta bantuan. Namun, dia juga tidak berani melawan Harimau Maut."Nggak keberatan, kok! Tentu saja! Kalau Kakak tertarik sama dia, itu keberuntungan Nani," ucap Renhad sambil tersenyum paksa dan menahan kesedihan dalam dirinya."Haha, baguslah kalau begitu!"Harimau Maut tertawa sejenak, lalu berkata, "Cantik, kamu ke samping dulu. Nanti Kakak sayang kamu lagi. Hahaha ....""Pak Renhad, Bu Viola, gimana tugas kalian?" tanya Edwin."Sudah beres! Setengah jam lebih lagi bom
Felicia menatap Afkar dengan bingung saat melihat pria itu mengangkat sepasang patung singa dari gudang di kantor, lalu membawanya ke mobil. Wajah cantiknya langsung tampak heran."Afkar, kamu lagi ngapain?" Bukankah itu hadiah dari Paman Renhad dan Viola? Kenapa malah dibawa ke mobil?"Hehe, sebentar lagi kamu akan tahu," jawab Afkar sambil mengedipkan mata. Senyum di wajahnya tampak agak misterius, bahkan sedikit licik.Sambil melambaikan tangan ke arah Felicia, dia berkata, "Ayo naik. Kasih tahu aku, arah ke perusahaan Farmasi Bening lewat mana?"Sepanjang perjalanan, Felicia merasa sangat kebingungan. Namun, dia tetap menunjukkan arah hingga akhirnya mereka sampai di lokasi yang dituju. Karena Afkar mengemudi dengan cepat, mereka tiba di Farmasi Bening ketika waktu tersisa menuju ledakan masih sekitar sepuluh menit."Sayang, kamu tunggu di sini. Sebentar lagi kamu akan dapat kejutan," kata Afkar sambil menghentikan mobil di jarak sekitar 200 meter dari gedung pabrik.Dengan satu pa
Viola juga bertanya dengan bingung. Entah kenapa, tiba-tiba dia merasa gelisah tak menentu.Renhad memberi isyarat menyuruhnya diam, lalu menekan tombol speaker di ponsel dengan ekspresi pura-pura tenang dan bertanya, "Afkar? Ada apa?"Dari seberang, suara Afkar terdengar santai, "Paman, jujur aku cukup terharu hari ini karena kalian datang berdamai denganku dan Felicia.""Tadi aku dengar dari Felicia, katanya kalian juga baru mendirikan perusahaan dan bangun pabrik sendiri, ya? Makanya, aku kepikiran juga mau kasih sedikit hadiah sebagai bentuk niat baik kami untuk membalas."Mendengar hal itu, ketiga orang di ruangan itu langsung saling memandang dengan wajah terkejut.Viola bahkan langsung menahan tawa dan berbisik pelan, "Astaga ... dia ini benaran percaya kalau kita mau baikan? Bodoh sekali!"Renhad mengisyaratkan agar putrinya diam, lalu menjawab datar ke telepon, "Ah, nggak perlu repot-repot begitu ....""Nggak repot kok! Aku cuma balikin hadiah kalian saja, sepasang patung sing
Bom! Bom! Bom ....Ledakan yang dahsyat itu menggelegar hingga ke langit, seluruh gedung kantor runtuh dengan suara gemuruh, ribuan bata dan pecahan batu beterbangan ke segala arah! Bahkan beberapa bangunan di sekitar kantor pun tak luput dari kehancuran, semuanya berubah menjadi puing-puing.Melihat pemandangan yang mencengangkan ini, wajah Edwin berkedut dan langsung merasa ketakutan. Untungnya tadi mereka bertiga melompat dari jendela. Seandainya tadi mereka lewat tangga, sudah pasti tidak akan sempat lari, apalagi memberi tahu Harimau Maut.Sementara itu, Renhad dan Viola menatap bangunan dan pabrik yang hancur berkeping-keping itu dengan wajah yang hampir menangis.Habis sudah!Bangunan kantor dan pabrik yang baru dibangun, kini hancur begitu saja? Bukankah yang seharusnya hancur diledakkan itu adalah pabrik baru milik Safira Farma?Pada akhirnya, malah mereka yang menerima akibat dari perbuatan mereka sendiri.Wajah Renhad berkedut, sedangkan kedua mata Viola tampak berkaca-kaca.
Saat berikutnya, Afkar tidak lagi memikirkan hal lain. Dia langsung menoleh dan menatap Lyra dengan penuh perhatian.Setelah bergegas ke sana, Afkar pun berjongkok di hadapan Lyra dan menghiburnya dengan suara lembut, "Lyra! Jangan takut, Paman datang menyelamatkanmu! Sekarang sudah aman kok, orang jahatnya sudah Paman kalahkan!"Gadis kecil itu masih duduk di lantai. Lyra menatap Afkar dengan tatapan kosong, seolah-olah pikirannya belum sepenuhnya kembali. Dia hanya terpaku dan berkata dengan suara pelan, "Paman Buaya ... kamu datang menyelamatkanku?"Mendengar itu, hati Afkar langsung terasa perih. Dia melihat masih ada jarum yang tertancap di tangan kanan Lyra.Dengan hati-hati, Afkar mencabut jarum itu dari tangannya lalu menghibur gadis kecil itu dengan beberapa kalimat. Setelah itu, Afkar berdiri dan melangkah ke tiang penyangga untuk memeriksa kondisi Aruna dan Barra.Ternyata, keduanya telah dilumpuhkan oleh Setan Garib dengan jarum perak yang ditusukkan ke titik akupunktur di
Begitu tebasan ini dilepaskan, 30% dari energi sejati yang telah dikompresi dan disimpan di dalam pusat energi Afkar langsung terkuras habis.Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dengan kekuatan Afkar sekarang, apabila teknik Retakan Langit digunakan secara beruntun, lima tebasan saja sudah cukup untuk menguras habis seluruh energi sejati dalam tubuhnya."Aaargh!" Menghadapi tebasan ini, bukan hanya ekspresi dari Setan Garib yang berubah, bahkan jiwanya sendiri rasanya ikut gemetar karena ketakutan.Namun, reaksinya cukup cepat. Dalam sekejap, Setan Garib mengangkat kedua lengannya dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk mencoba menahan serangan pisau Afkar.Sebagai seorang kultivator tingkat pembentukan inti tahap akhir, kali ini Setan Garib benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya. Energi sejati yang kuat itu dipusatkan ke kedua lengannya dan juga ke cakar logam di tangannya.Klang!Ting!Saat berikutnya, suara logam beradu terdengar keras. Cakar logam milik Setan Garib langsu
Melihat hal itu, wajah Setan Garib sempat menunjukkan ekspresi meremehkan. Namun ekspresinya yang baru muncul langsung membeku seketika, lalu digantikan oleh sikap waspada dan kengerian yang dalam.Pisau Naga Es di tangan Afkar membawa aura yang mengerikan. Pisau menebas dalam lintasan yang indah dan akurat, lalu menebas lurus ke arah kepala Setan Garib.Jurus pertama dari Retakan Langit. Ini adalah pertama kalinya Afkar benar-benar menggunakan senjata spiritual ini dalam pertempuran nyata sambil menggabungkannya dengan teknik bela diri.Begitu tebasan pertama ini dilancarkan, Afkar merasakan aliran energi sejati dalam meridian tubuhnya tersedot keluar dengan cepat, lalu mengalir ke Pisau Naga Es yang digenggamnya.Hanya dengan sekali tebasan, energi sejati dalam tubuhnya langsung berkurang sekitar 5%. Angka ini mungkin terdengar sedikit, tetapi itu juga berkat kekuatan Afkar yang luar biasa besar sekarang sehingga jumlah energi sejati dalam tubuhnya sangat melimpah.Menghadapi seranga
Pria tua ceking itu memelesat ke pojok tembok, lalu menatap Afkar sambil tertawa pelan dengan suara yang dingin dan menyeramkan. Dia bertanya, "Afkar? Ternyata kamu? Hehehe ...."Ekspresi Afkar sangat dingin, sementara sorot matanya penuh dengan niat membunuh saat menatap orang itu. Dia balas bertanya, "Siapa kamu?" Orang itu bisa memanggil nama Afkar, berarti kemungkinan besar mengenalnya."Siapa aku? Nggak masalah juga kalau aku memberitahumu. Aku adalah Tetua Agung Sekte Kartu Hantu, Setan Garib!" Saat berkata demikian, wajah si pria tua ceking terlihat menyeringai secara mengerikan.Pria tua ceking itu lalu menambahkan, "Muridku, Hantu Senyap, dan murid dari muridku, Pencabut Nyawa, semua mati di tanganmu. Hari ini, aku datang untuk membalaskan dendam mereka!"Mendengar ini, tatapan Afkar jadi makin dingin. Dia menggertakkan giginya sambil berujar dengan penuh amarah, "Ternyata kamu bajingan tua dari Sekte Kartu Hantu! Kamu begitu percaya diri bisa membunuhku? Kalau begitu, hari in
Pada saat ini, Lyra melirik ke tangan kanannya. Di sana, terlihat jelas ada sebuah jarum yang tertancap. Tadi, dia memang terbangun karena tertusuk jarum itu.Lyra juga menyadari bahwa Aruna dan Barra yang berada di dekatnya masih terikat dan tidak sadarkan diri. Dia langsung ketakutan sampai meneteskan air mata."Bibi, Paman Barra, bangunlah! Ada orang jahat .... Huhuhu ...." Lyra berteriak sekuat tenaga sambil memanggil-manggil. Dia berharap bisa membangunkan orang dewasa untuk menolongnya.Namun, entah apa yang dilakukan oleh pria tua ceking itu pada Aruna dan Barra. Keduanya sama sekali tidak memberikan reaksi. Lyra pun mulai menangis putus asa. Dia duduk di lantai sambil berusaha mundur menjauh dan coba menghindari pria tua ceking itu."Bocah, kamu nggak bakal bisa kabur! Hehehe ...." Pria tua ceking itu tertawa jahat dengan sorot mata yang penuh ejekan dan kebengisan."Aaargh!" Tiba-tiba saat Lyra sedang merangkak mundur ketakutan, suara jeritan menyeramkan terdengar di telingany
Setengah jam kemudian ....Di luar vila Keluarga Subroto, sebuah SUV terparkir di sana. Namun di dalam mobil itu, tidak ada satu orang pun. Saat itu juga, terlihat sekelompok orang yang dipimpin oleh Bayu berdiri mengelilingi mobil dengan ekspresi bingung dan penuh tanda tanya.Raut wajah Bayu terlihat sangat serius. Dia bertanya dengan cemas, "Apa sebenarnya ... yang terjadi di sini? Aruna dan Lyra tadi sudah hampir sampai rumah, tapi orangnya ke mana? Kenapa mereka nggak ada di dalam mobil?""Aku juga nggak tahu, Pak Bayu. Waktu aku menemukan mobil ini, di dalamnya memang sudah kosong ...," jawab salah seorang pengawal Keluarga Subroto dengan gugup.Bayu coba menelepon Aruna dan Barra beberapa kali, tetapi tidak ada seorang pun yang mengangkat telepon. Hal ini membuatnya makin panik. Tak lama kemudian, Bayu langsung menelepon Farel dan menyuruhnya segera menyelidiki hal ini. Situasi ini benar-benar terlalu aneh.Padahal mobilnya tidak jauh dari gerbang vila Keluarga Subroto, tetapi
Setelah berkata begitu, Nona Besar Keluarga Subroto itu melirik Afkar sekilas dengan kesal, lalu langsung menarik Lyra pergi. Saat berbalik badan, pipinya terlihat memerah karena malu dan jengkel.Aruna masih jelas mengingat waktu makan bersama di taman hiburan, Afkar pernah memegang tangannya erat-erat dan bahkan meminum sup adonan tepung yang sudah terkena air liurnya.Meskipun belakangan terbukti bahwa Afkar melakukan itu karena sup tersebut telah diberi racun dan dia hanya sedang menolong Aruna dengan cara itu, tetap saja perasaan malu dan canggung itu tidak bisa hilang begitu saja setiap kali Aruna melihat pria itu.Barra juga sempat melirik Afkar dengan kening mengernyit, lalu dia berkata dengan nada datar, "Sampai jumpa, Pak Afkar."Afkar menarik sudut bibirnya. Wajahnya menampilkan ekspresi tak berdaya. Saat berikutnya, matanya yang tajam memancarkan kilatan cemerlang. Segumpal energi sejati yang lembut menyebar keluar dari tubuhnya, lalu masuk ke dalam tubuh Lyra tanpa diketah
Dua gadis kecil itu terlihat sangat bersemangat. Selain saling menyapa satu sama lain, mereka juga memberi salam kepada para orang dewasa. Namun seperti Afkar, Aruna dan Barra sama-sama hanya mengangguk ringan ketika melihat satu sama lain.Insiden waktu itu, saat Shafa tiba-tiba kambuh dan Afkar meledak marah, memang sedikit membuat hubungan mereka menjadi "canggung". Meskipun sebelumnya Aruna pernah meminta Afkar untuk pura-pura menjadi pacarnya, tetap saja di hatinya masih menyimpan sedikit ganjalan.Saat itu pula, Afkar yang awalnya hanya berniat menyapa dan pergi, tiba-tiba menatap dengan serius. Dia pun melangkah mendekat. Ternyata di atas kepala Lyra, samar-samar ada lapisan kabut hitam yang mengambang. Itu adalah pertanda nasib buruk dan malapetaka besar.Tentu saja, kabut hitam ini tidak mungkin bisa dilihat oleh orang biasa. Afkar sendiri bisa melihatnya karena dia telah mewarisi "Jurus Mata Naga", sebuah ilmu yang membuatnya ahli dalam teknik yin yang dan fengsui.Bukan hany
Mungkin dari buku harian ini, Felicia bisa lebih memahami pria itu? Mungkin di dalam sini, ada semua jawaban yang selama ini ingin Felicia ketahui?Sambil berpikir demikian, Felicia pun menekan rasa bersalahnya karena telah membaca buku harian orang lain. Dia mulai membuka lembaran-lembaran buku harian milik ibu mertuanya.Seiring halaman demi halaman dibuka, ekspresi di wajah presdir cantik itu terus berubah. Perubahannya bahkan sangat nyata. Ada keterkejutan, kesedihan yang mendalam, kemarahan ....Entah sudah berapa lama Felicia membaca. Ketika akhirnya dia sampai pada halaman terakhir, ekspresinya langsung menegang. Tiga kata merah menyala yang terpampang, begitu menusuk mata.[ Keluarga Rajendra Kuno! ]Tiga kata itu ditulis menggunakan warna merah yang membuat hati terasa tidak tenang, seolah-olah mengandung kebencian dan niat membunuh yang sangat kuat.Sepasang mata indah Felicia mulai berkabut dan air matanya mulai menggenang. Dia memaki, "Afkar, dasar bajingan! Sebenarnya ...