Part 18
"Jadi, apa yang membuat Mas Abi dan Bu Dyah jauh-jauh datang kesini?"
Abi melirik Dyah sesaat. "Abah, yang menyuruh kami ke sini. Kata Abah, mungkin Mbah Jonet bisa membantu anak kami Mila. Karena Abah sudah berusaha dan belum berhasil juga. Kata Abah, kaki Mila diikat secara gaib dan ikatannya begitu kuat," jelas Abi.
Mbah Jonet kemudian memeriksa keadaan Mila. Hati Dyah dag dig dug menunggu beliau berbicara. Kemudian Mbah Jonet pergi kebelakang. Abi dan Dyah saling pandang. Mata mereka mengatakan percayalah, jangan kawatir, Mila pasti sembuh!
Bismilah, oleh tombo.
Bismilah, dapat obat.Sesaat kemudian Mbah Jonet telah kembali dengan membawa air di gelas. Kemudian beliau mulai mencelupkan jarinya ke air dan menyentuh mata kaki Mila. Seketika itu juga Mila pun menangis meronta-ronta. Padahal Mbah Jonet hanya menyentuh mata kakinya saja. Mila terus saja menangis dan menjeri kesakitan.
"Cup, cup, sayang. Biar sem
Part 19Nang! Ning! Nang! Dung!Nang! Ning! Nang! Dung!Suara itu terderngar di kejauhan."Nduk, Mila." Dyah memanggil Mila yang sedang asik membaca buku.Hem."Sini!" Panggil Dyah lagi. Ia mengaja Mila tidur bersamanya, biasanya Mila tidur sendiri. Mungkin agar Dyab tidak menginggat Mery lagi. Mila ke kamar Dyah sambil membawa buku. Ia membaca buku itu keras-keras di kamar Dyah. Sementara bunyi gamelan itu terus menganggu.Seperti biasa, Abi duduk berdzikir di musola. Karena itulah Mila tidak pernah takut ke belakang walau sendirian. Bapaknya selalu ada di sana. Kadang Mila merasa iri dengan teman-temannya yang bisa bersenda gurau dengan Bapaknya. Sementara Bapak Mila, bicaranya sangat irit. Bahkan bisa di bilang tidak pernah bicara. Sepulang dari kerja Abi mandi kemudian langsung salat dan dzikir di musola. Istirahat sebentar, kemudian dzikir lagi. Pagi, siang, malam, selalu di situ. Dzikir da
Part 20Dalam sekejab kue blackforest itu langsung habis. Tina mengusap mulutnya yang belepotan denngan coklat, kemudian meminum air agar kue itu turun ke lambungnya."Kamu kenapa nggak mau, Mil?" tanya Tina."Nggak ah. Aku kalau makan coklat gigiku suka sakit," kata Mila membuat alibi. Perseteruan orangnya secara gaib atau halus dengan Nuning harus di jaga rapat oleh Mila. Apalagi Mila juga mampu melihat makhluk-makhluk tak kasat mata itu berseliweran di rumah.Lailla ha illalah, Lailla ha illalah.Suara itu, jenazah Pak Makruf diberangkatkan juga ke makam. Mila berlari kedepan, menyibak Korden, ia menempelkan wajahnya di kaca. Melihat jenazah diberangkatkan ke kuburan adalah hal yang sangat menakutkan bagi anak-anak desa. Mereka akan bersembunyi di dalam dengan olesan kunyit di keningnya. Mitosnya biar tidak sawanan (sakit) orang meninggal.Mila menangkap sesuatu di atas keranda mayat, terlihat makhluk bertari
Part 21Abi yang mendengar suara Harun langsung turun dari musola."Ono opo, Kang?" tanya Abi tidak kalah panik."Wes, to, ayo. Aku jaluk tulung, Bi!""Sudahlah ayo. Aku minta tolong, Bi!"Abi pun segera bergegas ke rumah Harun. Mila dan Dyah membuntuti Abi dan Harun dari belakang. Dyah mengunci pintu lalu menyusul ke rumah Sulis.Ah ... sakit ....Suara teriakan Tina terdengar sampai ke jalan."Astagfirullahaladzim!" Seru Dyah. Sementara pandangan Mila terfokus pada sosok wanita yang berdiri di seberang jalan, tepatnya di bawah pohon bambu depan rumah Sulis.Ssulis menangis memangangi Tina yang mengamuk. Matanya melotot. Abi tahu, itu bukanlah Tina.Ha ha ha.Aku akan membawa anak ini!Teriak sosok yang merasuki tubuh Tina. Abi menyuruh Mila agar menjauh, Mila berdiri di ambang pintu kamar. Sulis dan Dyah memegangi tangan Tina, sementara Harun menekan lututnya agar
Part 22Apa maksud Pakde? Enak apanya? Bapakku biasa saja, hidup kami sederhana, malah menurutku enakan hidup orang lain yang bisa tidur nyenyak tiap hari daripada kami. Bekerja dan menikmati harinya, sementara Bapak? Mereka tidak tahu kalau Bapakku tak tidur sepanjang waktu. Jarang sekali aku melihat Bapak memejamkan matanya. Kadang Bapak tertidur saat menonton TV bersama. Rasanya aku kasian pada Bapak. Aku ingin melihat beliau bersantai walau sebentar saja. Bebanya sangat berat, aku tahu itu. Sangat jauh berbeda ketika masih ada Abah. Gerundel hati Mila begitu panjang."Kami pulang dulu Mbak, Mas Har aku pulang dulu," pamit Abi. "Wes, ndang turu yo, Nduk!""Sudah, istirahat ya, Nduk!" ucap Dyah sebelum pulang, dielusnya kening Tina.Mila berjalan di antara Abi dan Dyah. Memegangi tangan mereka. Sampai di rumah ternyata sudah ada tamu yang menunggu. Mereka duduk di teras."Assalamualaikum Mas Abi, ya
Part 23Sosok itu berdiri tidak jauh dari tempat tidur Mila. Mila merembet, bergeser pelan, sampai akhirnya ia berada di ujung dipan. Turun perlahan dengan mata terus memerhatika sosok itu. Dia hanya terdiam, Mila berjalan pelan, kini tangan Mila sudah memegang gagang pintu kamar.Klik!Mila membuka pintu dan lari ke luar, pintu depan terbuka. Dyah terlihat memukuli batang pohon kelapa dengan balok kayu berkali-kali persis seperti orang gila.Ada apa?Sementara Abi berlari ke samping rumah mengejar sesuatu."Mati kau! Mati kau!" Berulang kali Dyah mengucapkanya. Setelah puas memukuli pohon kelapa, Dyah membuang balok kayu ke tanah dengan kesal. Saat menoleh, Dyah melihat Mila. Mila menatap ibunya dengan heran."Ada apa Bu?" tanya Mila. Rupanya tadi ada penampakan kucing hitam. Dyah dan Abi berlari menangkapnya, tapi kucing itu melompat ke pohon kelapa depan rumah dan menghilang. Konon katanya, walau sudah
Part 24Tangis Mila terhenti. Tangan itu terus mengelus punggungnya Bukanya takut, semakin lama justru Mila merasa semakin nyaman. Parfum itu ... Abah!Saat Mila menoleh, sosok itu sudah duduk dipinggir ranjangnya. Tetap sama seperti dahulu, gagah dan berwibawa. Memakai jubah dan sorban yang sama. Mila menjatuhkan diri dipelukan Abah. Kakek angkatnya, kakek yang sangat ia sayangi, seakan beliau tahu apa yang sedang Mila rasakan."Mil ...." Dyah memangggil Mila. Akan tetapi, Mila masih enggan melepaskan pelukannya dari Abah. Abah memegang pundak Mila, mengusap air matanya, dan menunjuk ke arah dada. Mila mengerti, sekarang ia tahu maksudnya, Allah akan selalu akan menjaga Mila, dalam doa dan bukan karena kalung itu.Abah ....Sssttt.Beliau meletakkan ibu jarinya di bibir, kemudian mengacungkan jempol kepada Mila.Mila paham, ia memeluk Abah sakali lagi sebelum ke kamar ibunya."Mila ... sini,
Part 25"Mila, sini Nak!"Mila maju perlahan memeluk Ibunya, sementara mata Mila fokus memerhatikan gerak-gerik Pakdenya. Entah kenapa Mila merasa ada yang berbeda dari gelagat pakdenya.🌿🌿🌿Malam hari, pukul delapan Mila diantar Abi ke rumah Harun."Mila tidur di rumah Pakde saja, ya!" kata Abi. Mila mellihat raut wajah bapaknya yang ketakutan. "Rumah ini sudah tidak aman, Nak. Nanti kalau semua sudah kembali seperti semula, Mila baru tidur di rumah lagi. Kalau di rumah Pakde, Mila bisa tidur dengan Mbak Tina," terang Abi.Mila menoleh kepada Ibunya. Buka kah masih ada Ibunya, Mila setiap hari tidur di kamar ibunya. Kenapa harus ngungsi ke rumah Pakde segala? Seakan Dyah tahu arti tatapan mata Mila, Dyah mengelus rambut putrinya."Mila nurut, ya," kata Dyah. "Cuma sementara saja." Mila seperti diasingkan. Ini sebenarnya kenapa?"Ayo!" kata Abi sambil mengulurkan tangannya. Mila mengalah, ia tid
Part 26Ibu harus tahu kalau Bude jahat juga seperti Bu Nuning!🌿🌿🌿Mila berangkat sekolah seperti biasa. Keadaan keluarga yang sedikit rumit membuat Mila tumbuh menjadi anak yang pendiam. Mila lebih suka sendiri dengan pikirannya sendiri. Mila mengambil kertas dan mulai membuat goresan-goresan gambar untuk memfisualisasikan perasaannya.Ggrrr.Suara apa itu? Mila menoleh ke kiri dan kanan. Di dalam kelas hanya ada dia sendirian, sementara teman-temannya lebih memilih bermain di luar kelas. Mila melihat teman-temannya bermain gerobak sodor, senyum kecil memgembang di bibirnya. Jauh di lubuk hati Mila, ia juga ingin hidup normal seperti yang lainnya.Mila ....Terdengar suara serak dan berat. Apa? Apa maunya muncul di siang bolong seperti ini? Mila menoleh ke bangku belakang yang bergerak sendiri. Kenapa dia diikuti?"Siapa? Siapa kamu? Ngapain mengikuti aku terus? Pergi!" perintah Mila.R