Part 4
"Keesokan harinya semua anak-anak sembuh. Kecuali Mila!" kata Dyah.
"Terus!"
Terus, malam harinya, tepat pukul satu malam ....
Abi sedang melaksanakan salat malam. Tiba-tiba ada asap mengepul masuk kedalam kamar melalui celah pintu bagian bawah. Antara sadar dan nggak sadar. Dyah melihat Nuning dan Jamil muncul bersama kepulan asap tersebut, mereka lantas tertawa terbahak-bahak!
🌿🌿🌿
"Ibu ingin memanggil Napak. Namun bibir ibu terasa kelu. Ibu juga tidak bisa mengerakkan badan ibu sementara Mila nangis kejer," kata Dyah. Dyah semakin memeluk erat Mila sehingga Mila makin tenggelam dalam dekapan hangatnya.
"Ibu bacakan ayat kursi berkali-kali, sambil terus berusaha melawan untuk bisa kembali menguasai diri. Sampai akhirnya Ibu berhasil dan mampu menepis tangan si Nuning yang mau mengambil Mila dari sisi Ibu. Ibu segera mengendong Mila dan berlari ke tempat salat di mana Bapak Mila lagi salat malam." Dyah berhenti sejenak.
Ternyata, menurut cerita Dyah, Abi sama sekali tidak mendengar tangisan putrinya. Telinganya seakan tertutup sampai akhirnya Dyah berhasil lolos dari kelinde kalau orang jawa bilang. Antara mimpi dan kenyataan. Namun, begitu sangat nyata.
"Ada apa?" tanya Abi terkejut melihat Dyah dengan napas tersengah-engah dan penuh peluh mengendong putrinha ke tempat salat. "Tenang, istigfar," kata Abi. Kemudian ia mengambilkan istrinya segelas air putih.
"Minumlah," kata Abk lagi. Ia menyodorkanya kepada Dyah. Lalu Abi mengendong putrinya dan menimangnya. Mila masih menangis, padahal biasanya Mila tidak pernah rewel meskipun sakit. Kata Dyah.
"Mas, mungkin Mila merasakan kehadiran demitnya Nuning dan Jamil!" Akhirnya Dyah bisa bicara juga.
Meski dengan tubuh gemetar, seumur-umur baru kali ini Dyah menghadapi demit secara langsung.
"Gendong Mila!" kata Abi. Lantas ia mengambil segelas air lalu dibacakanya ayat kursi tujuh kali, kemudian air itu diusapkan keseluruh tubuh Mila. Sisanya diciprat-cipratkan ke seluruh penjuru rumah dari depan sampai dapur.
"Pergi, jangan ganggu anakku!" hardik Abi. Sementara Dyah terus mengikuti langkah suaminya dari belakang. Benar saja. Kata Dyah. Selanjutnya Mila bisa tidur pulas kembali. Tetapi tidak dengan Dyah dan Abi, mereka begadang sepanjang malam demi menjaga putrinya.
Pukul setengah tiga dini hari. Dyah mulai merasakan hawa yang kurang enak.
"Mas, mas!" Dyah mengoyang-goyangkan badan suaminya yang ketiduran. Sementara itu, Dyah benar-benar tak bisa memejamkan matanya.
"Mas!"
Entah kena ilmu sirep atau gimana. Abi sangat susah untuk dibangunkan. Sampai akhirnya demit itu kembali datang menganggu. Dyah mendengar langkah kaki seseorang. Padahal di rumah tak ada siapa-siapa lagi selain mereka berdua dan putrinya. Kali ini Dyah sama sekali tidak takut. Ia mengendong Mila. Mila tidur dipelukan Dyah. Ia mengantur bantal sedemikian rupa sehingga nyaman dengan posisi tidur sambil duduk dan menggendong bayi. Dyah bangun dan membuka pintu kamar perlahan, menengok de ruang tamu dan ke belakang.
Deg.
Samar-samar terlihat sesosok bayangan. Dyah memicingkan mata. Siapa wanita itu?
Sosok iblis itu diam saja di pojokan ruang tamu. Namun kali ini, bukan sosok Nuning yang dilihat oleh Dyah. Dyah bercerita kalau yang dilihatnya adalah wanita yang sangat cantik, hidungnya mancung, kulitnya bersih, ia memakai pakaian adat jawa, dan bersanggul. Sekilas terlihat begitu. Dyah sudah berusaha menyalakan lampu. Akan tetapi, lampu ruang tamu tidak bisa menyala, sosok itu sepertinya tidak mau kalau Dyah melihat wujudnya secara terang-terangan.
Dengan perasaan yang tidak karuan Dyah memberanikan diri mendekatinya.
"Siapa kamu!" tanya Dyah dengan sangat berani. Dyah tiba-tiba menjadi seorang wonder woman.
"Siapa yang menyuruhmu datang ke sini. Kembalilah, karena aku akan selalu menjaga anakku," kata Dyah. Sebuah al-qur'an kecil dipegang erat olehnya.
"Aku mau menjemput bayiku!" kata demit itu dengan suara sangat pelan.
"Bayimu? Enak saja! Siapa yang mengirimmu?" tanya Dyah. Kemudian terdengar suara ledakan dari belakang, Dyah berjingkat kaget, saat Dyah kembali melihat ke pojok ruang tamu, demit itu sudah menghilang.
Dyah buru-buru menyingkap korden dan melihat ke luar. Di luar dugaan, Entah demit atau manusia. Dyah melihat Nuning memakai kebaya dan berdiri di bawah pohon mangga kebunnya yang berada tepat di depan rumahnya.
Seumur-umur Dyah tidak pernah membayangkan hidupnya bakal horor seperti itu. Berawal dari sebuah mimpi. Dyah tak mau mengedipkan matanya, mereka saling pandang hanya terhalang kaca. Suasana malam sangat mencekam, hanya diterangi sedikit cahaya dari lampu petromak yang dibawa sosok Nuning. Lampu jalan dan lampu teras rumah pun mati. Sosok itu berdiri tegak di bawah pohon mangga.
Dyah terus membaca ayat kursi, dengan terus tak perpaling sedetikpun dari sosok Nuning. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. Saat Dyah menoleh, tak ada siapa-siapa di sana. Hanya kursi kosong. Dyah membaca surat an-nas sebanyak sebelas kali kemudian mengusapkanya kepada putrinya dari ubun-ubun sampai kaki. Sosok Nuning sudah menghilang, Dyah memutuskan untuk kembali ke kamar.
"Mas!" Kembali Dyah mencoba membangunkan suaminya.
Byurrr!
Dengan sangat terpaksa Dyah menyiram suaminya dengan air. Gangguan malam itu teramat sangat banyak. Sedendam itukah Nuning kepada keluarganya. Pikir Dyah.
Abi pun terbangun dengan gelagapan. Namun, ia sama sekali tidak marah atas tindakan Dyah. Ia segera melepas bajunya yang basah lantas mengambil kemeja yang nyantol di balik pintu.
"Ada apa? Mila kenapa?" tanyanya panik.
"Ssstt. Dengar sesuatu nggak, Mas?" tanya Dyah. Mereka memasang telingga baik-baik. Terdengar desisan ular yang cukup keras diatas genteng. Dari suaranya bisa dipastikan ular itu memiliki ukuran yang besar.
"Allahumasholli ala syaidina muhamad, waala ali syaidina muhamad!" Abi membaca sholawat berkali-kali sementara putrinya sama sekali tak terganggu. Tetap tidur anteng digendongan. Genteng rumah mulai terdengar gemeretak.
Dan ....
Duar!
Maaaaas!!!
Dyah berteriak, menunduk, dan mendekap erat putrinya. Sementara Abi mendekap Dyah. Dyah melindungi Milla, dan Abi melindungi Dyah. Kemudian suasana berubah menjadi hening. Bau anyir menyeruak.
Allahuakbar Allahu akbar.
Azan subuh berkumandang. Sesaat kemudian disusul berita kematian yang disiarkan lewat toa masjid pagi itu.
Part 5Maaaaas!!!Dyah berteriak, menunduk, dan mendekap erat putrinya. Sementara Abi mendekap Dyah. Dyah melindungi Milla, dan Abi melindungi Dyah. Kemudian suasana berubah menjadi hening. Bau anyir menyeruak.Allahuakbar Allahu akbar.Azan subuh berkumandang. Sesaat kemudian disusul berita kematian yang disiarkan lewat toa masjid pagi itu.🌿🌿🌿"Siapa?!" tanya Dyah kepada suaminya. Dyah seakan tak percaya dengan pedengarannya sendiri."Innalilahiwainna ilaihi rojiun," ucap Abi. "Yusuf nggak ada."Hah ..."Yu_yusuf putranya Hindun? Innalilahi wainna ilaihi rojiun." Sambil mengucap demikian Dyah memeluk erat dan menangisi Mila. Padahal Mila tidak apa-apa. "Ya, Allah jaga selalu Mila untukku."Abi mengusap pundak Dyah. " Mila akan selalu baik-baik saja. Aku janji!"Setelah memastikan anak dan istrinya baik-baik saja. Abi memeriksa ke luar kamar. Suara menggel
Part 6Di rumah Nuning dan Jamil."Dik, sudahlah. Jangan usil sama keluarga Abi!" kata Jamil mengingatkan ketika melihat istrinya bersiap mengirimkan demit ke sana. "Kita 'kan dengan mudah mendapatkan tumbal dari yang lainya. Kita buang uang di pasar saja banyak anak-anak yang ambil dan menjadi tumbal kita. Tanpa harus susah-susah," terang jamil."Nyi Ratu sangat menyukai Mila. Lagi pula, kamu tidak ikut apa-apa. Semuanya, aku yang mengerjakan. Tugasmu hanya menutup mulut saja!" cecar Nuning kepada suaminya sendiri. Memang, Nuninglah dalang di balik semuanya, yang memiliki ide mencari pesugihan pun juga Nuning. Ia jugalah yang menjalankan tapa brata di gunung kawi tiga tahun yang lalu. Pertama kali mereka mengambil pesugihan."Kita sudah kaya raya. Apa kita tidak bisa menghentikan semuanya!" ujar Jamil. Ia lelah dengan segala ritual yang selalu di jalaninya."Apa kamu sudah siap mati? Heh!""Maksudmu, Dik?" Jamil tak menger
Part 7 "Bertapalah di sini. Ingat, apapun yang muncul di hadapanmu nanti. Jangan pernah takut, atau tapa bratamu gagal!" "Baik, Ki," jawab Nuning. Ia pun duduk di depan gundukan batu tersebut. Begitu Nuning duduk, juru kunci itu tiba-tiba sudah menghilang meninggalkan Nuning sendirian di tengah hutan. lho, kemana si aki. Kenapa cepat sekali perginya? Apakah dia bukan manusia? Dalam sekejab Nuning sudah tidak bisa menemukan juru kunci tersebut. 🌿🌿🌿 Nuning celingukan memerhatikan sekitar. Ia sendirian di tengah hutan. Dua botol air minum menjadi bekalnya selama bertapa. Nuning hanya bertapa pada saat matahari tenggelam, di siang hari ia bisa menghentikan tapa bratanya. Angin berhembus kencang. Gemerisik dedaunan menjadi teman Nuning. Sesekali terdengar suara, entah benda jatuh, atau mungkin hewan kecil yang tak sengaja lewat. Nuning duduk layaknya sinden. Ia mulai menarik napas panjang dan dikeluarkanya
Part 8Nyi Ratu tersemyum kecil. Ia memberikan sebuah mantra kepada Nuning untuk bisa memanggilnya."Tutup mata kamu," kata Nyi Ratu. Beberapa saat kemudian Nuning mendengar suara motor. Ketika Nuning membuka matanya, Ia sangat terkejut, ternyata ia sudah berada di depan gerbang penginapan. Pakaian Nuning pun sudah berubah menjadi baju yang dipakainya saat ke petilasan, tidak memakai kebaya dan kain jarik lagi. Sedikit kaget Nuning menoleh kekiri dan kanan. Kemudian baru masuk ke penginapan menuju kamar nomor lima. Jadi, benar ... yang menyambut dan mengantar Nuning ke tengah hutan pasti bukanlah juru kunci yang sebenarnya. Tapi, abdi dari Nyi Ratu yang ia kirimkan.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum, Mas!""Waalaikumsalam," jawab Jamil. Ia membuka pintu dan mendapati istrinya sudah berdiri di sana. "Dik, ya Allah. Bagaimana?" tanya Jamil. Dengan masih menginggat sang pencipta Jamil lega Nuning sudah kembali dari petilasan. Ia
Part 9"Ada apa, Rif?""Bapak nggak ada, Kang!""Apa?! Innalilahi wainna ilaihi rojiun."Jamil mumutar kepalanya, menoleh kepada Nuning. Menatap tajam matanya. Nuning tertunduk, mungkinkah tumbal pertama itu adalah Bapaknya?🌿🌿🌿Bibir Jamil bergetar, seluruh tubuhnya gemetar. Melihat raut wajah Nuning, dia tau pasti. Bapaknya sudah jadi tumbal ke-egoisanya."Pulanglah dulu, Rif. Sebentar, aku ke sana.""Iya, Kang!"Jamil segera menutup pintu setelah Arif pulang. Diseretnya Nuning ke kamar."Dik, katakan! Apa Bapakku yang kau jadikan tumbal?"Nuning terdiam, matanya berkaca-kaca. Dua tetes air mata jatuh dari pelupuk mata Nuning saat dia memejamkan matanya. Jamil memegang kedua lengan Nuning. Berharap sang istri bilang 'Tidak' . Berharap kalau dugaanya salah."Dik!"Nuning terisak. "Iya Mas, Bapak adalah tumbal pertamaku.""Apa?!"Jamil tak percaya denga
Part 10"Dik, hentikan!" ucap Abi. Akhirnya Abi berhasil masuk ke rumah juga. Ia menyambar gunting itu dari tangan isyrinya dan membuangnya."Jangan hentikan aku, Mas. Ular ini mau membunuh anak kita, Mila. Mas!" Dyah kembali berusaha mencari sesuatu. Matanya mengedar ke penjuru kamar. Garbu di atas nakas menjadi sasaran. Dyah mengambilnya dan mau ditusukkan kembali ke tangannya yang ia lihat adalah seekor ular.🌿🌿🌿"Dik, sadar. Istigfar!" Abi memegang kedua lengan istrinya dan berusaha menyadarkanya, setelah istrinya tenang, Abi memeluk erat Dyah."Kenapa Nuning terus saja menganggu kita, Mas!" Abi mengelus lengan istrinya dan menuntunya duduk di ranjang. Mereka berdua menatap putrinya tangis Mila memecah kesunyian malam."Cup, cup sayang. Bismilahirohmanirohim." ucap Abi kemudian ia membacakan surat An-nas untuk mengusir jin. Sementara Dyah masih terdiam, syok atas kejadian barusan. Abi sudah mengikat lengan tangan Dyah di b
Part 11 Kami persembahkan tumbal kami Nyi. Terimalah!" Dyah mendengar Nuning berkata demikian. Tak, akan kubiarkan. Klik. Pintu pun terbuka. Milaaa ... Dyah berteriak kencang. "Dik, Dik, bangun, Dik!" Abi mengoyang-goyangkan tubuh Dyah dengan kencang dan menepuk-nepuk pipinya. Hah. "Istigfar, kamu mimpi buruk!" "Mimpi?" Dyah menoleh ke samping dan mendapati putrinya sedang tertidur. "Ya, Allah, Mila," ucap Dyah. "Minumlah," kata Abi. Sementara itu napas Dyah mulai stabil. Untunglah semua itu cuma mimpi. "Kamu mimpi apa?" tanya Abi. Dyah pun menceritakan perihal mimpinya. "Ini bukan sekedar mimpi, Mas. Ini petunjuk, ini firasat!" "Lagi-lagi Nuning," jawab Abi. Sekarang Abi seratus persen percaya, ini sudah kesekian kalinya Dyah bermimpi tentang Nuning. Firasat Dyah memang kuat. Badan Mila mulai panas lagi, Dyah mengompres sambil terus memba
Part 12Arrrggg!Suara Abi semakin keras, sementara itu, tamu itu makin kencang mengedor-ngedor pintu, seakan ikut merasakan kepanikan si empunya rumah."Waalaikumsalam," jawab Dyah. "Lho, Pak Lurah. Ada perlu apa malam-malam bertamu, Pak?" tanya Dyah setelah pintu terbuka."Suara apa itu?" tanya Pak Lurah."Itu suami saya, Pak!" Pak Lurah dengan wajah panik langsung nyelonong begitu saja. Dyah mengikutin Pak Lurah dari belakang. Mendapati Abi yang kesakitan, tanpa meminta izin terlebih dahulu. Pak Lurah langsung komat-kamit dan memegang bagian pusar Abi. Abi menjerit keras, Dyah hanya jadi penonton di ambang pintu. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana Pak Lurah bisa tahu?"Tutup pintu depan!" Perintah Pak Lurah. Dyah tergopoh menutup pintu depan. Kemudian Pak Lurah kembali membaca doa, Abi makin menjerit dan berguling kekiri dan kanan. Abi terus menyebut asma Allah, peluh membasahi seluruh badannya, bola mata A