Part 27
Seekor buaya putih dengan ukuran super besar membuat nyali Mila menciut. Mila menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Segera Mila berlari kembali ke kamar memeluk Dyah. Haruskah Mila bilang kepada ibunya, sementara Dyah memejamkan matanya berusaha menetralisir rasa sakit di tenggorokannya.
Air mata Mila banjir, ia usap berkali-kali membayangkan apa yang sedang di hadapi bapaknya di belakang sana. Jantung Mila berdetak kencang. Tak terasa ia pun terisak. Apa aku ini anak pembawa sial. Andai aku mati mungkin orang tuaku tidak harus mengalami semua ini. Tiba-tiba pikiran kotor merasuki pikiran Mila.
Entah itu pikiran dari mana, yang pasti Mila ingin enyah dari dunia saja. Tak, tahan melihat ibu dan bapaknya seperti itu terus menerus. Kalau aku mati, bisa jadi semua penderitaan ini akan berakhir. Pikir Mila.
Dyah mulai curiga, ia berusaha memalingkan wajah Mila, tapi Mila semakin nyungsep di ketiak ibunya.
"Mila, kenapa?
Part 28"Lihat, kamu masih mau bertahan dengan Abi?" kata Sulis. Hati Mila sedih Budenya berkata seperti itu.Bapak ... aku tahu pengorbanmu Pak!"Kamu nggak lagi bersekongkol dengan Nuning, kan Yu?" tanya Dyah dengan memandang lekat wajah Sulis."Mak-mak-sudmu?" tanya Bude tergagap dan wajahnya begitu gelisah."Maaf, Yu. Aku terlalu stres dan banyak pikiran. Aku merasa semua orang jahat pada keluargaku," kata Dyah mengalihkan pembicaraan. Belum waktunya Dyah membongkar kebusukkan Sulis . Kondisi Abi belum setabil Kakak kandung yang tega berbuat jahat kepada adiknya sendiri. Apa yang lebih busuk dari ini."Sabar ... ini cuma ujian hidup," kata Sulis sambil mengelus punggung Dyah. Sementara itu, matanya menyiratkan rasa benci. Mila kembali membaca majalahnya ketika Sulis mengarahkan pandangannya padanya.Mila meirik bapaknya. Mila tahu beliau tidak bermaksud begitu. Ya, Allah.Byur! Byur
Part 29Sampai di rumah Abi kembali ke raganya, saat ia berbalik, ia di kejutkan dengan ceceran darah yang begitu banyak."Astagfirullah, darah apa ini!" Abi memeriksanya, darah beneran. Bukan gangguan demit. Bercak darah itu menuju ke kamar.Milaa!Dyah!Abi berlari ke kamar. Mila sudah menangis kejer melihat Dyah pendarahan hebat. Usia kandungan Dyah memasuki bulan ke delapan. Daster Dyah sudah penuh dengan darah. Dyah tidak berani memegang perutnya, siapa tahu bayinya masih bisa di selamatkan.Tidak ada siapapun yang bisa di mintai tolong. Mungkin dulu Sulis dan Harun masih bisa mereka andalkan. Tapi, sekarang? Tak ada siapapun, hari juga sudah malam."Astagfirullahaladzim, Dik! Kenapa bisa begini?""Perutku tiba-tiba sakit, dan ... semua terjadi begitu cepat Mas.""Baik, kamu tenang ya, tenang!""Mila, Mila harus bisa jaga Ibu ya, Nak!""Bapak mau kemana?"
Part 30"Ni, Tin. Makan bareng!" kata Dyah, Tina sudah membuka mulutnya."Jangan!" Sulis menampik tangan Dyah. Bubur itu pun jatuh berceceran di lantai puskesmas."Kenapa, Yu?" Mereka saling bersitatap. Sementara pasien lain memandang ke arah mereka berdua. Abi dan Harun entah kemana, mungkin mereka berdua ngopi ke warung depan puskesmas."Maaf! Bubur yang saya pegang terlepas, tangan masih lemas," kata Dyah sambil tersenyum kepada pasien lainya."Maaf nggih!" tambah Sulis yang kemudian membersihkan ceceran bubur tersebut. Tina memandang ibunya. Mila mengenggam erat tangan Tina. Apapun yang terjadi, dia tetap kakaknya. Dyah mengusap pipi dan mencium kening Tina. Dari tadi Mila dan Tina menyimak obrolan Ibu mereka sambil sesekali bercanda.Tina awalnya tidak tahu perihal perseteruan buleknya dan Nuning. Akan tetapi, dahulu ketika Abah masih ada, Tina selalu ikut wisata religi bersama Mila. Ke makam sunan Bonang, sunan Ampel,
Part 31Mata Abi terbelalak. Bagaimana wanita ini bisa tahu?Ratih tersenyum senang melihat reaksi kaget Abi. Sepertinya dia sudah berhasil membuat Abi tak berkutik. Sekali lagi Ratih mendekati Abi, kali ini dia semakin berani berada hanya beberapa inci dari Abi."Mustika itu ... hanya aku yang tahu di mana. Nur tidak mungkin dengan ceroboh menaruhnya di kamar belakang," kata Ratih. Kamar belakang adalah tempat Nur menyimpan benda-benda pusakanya."Aku akan memberikan mustika itu padamu dengan satu syarat!" kata Ratih. Ia membisikan sesuatu ke telingga Abi. Di saat bersamaan gadis yang tadi selesai dibersihkan ke luar dari kamar mandi.Brakk!"Gadis itu sempat melihat kedekatan Abi dan Ratih, ia langsung menundukan kepalanya."Maaf, permisi," katanya saat melewati Abi dan Ratih."Ku tunggu jawabanmu!" kata Ratih kemudian dia meninggalkan Abi. Abi hanya melirik sekilas lalu berjelan kedepan."Bagai
Part 32Betapa kagetnya Agus saat wanita itu menoleh kepadanya"Ka-kamu," Agus tergagap.Nuning. Ia tertawa terbahak-bahak di depan Agus. Tangan kanannya mencekik leher Agus. Cekikannya teramat sangat kencang, kekuatan pria gempal seperti Agus seakan tak ada apa-apanya. Nuning terus saja tertawa sampai akhirnya mereka saling bersitatap."Ya, aku di balik semuanya!" ucapnya. "Silakan ucapkan selamat tinggal. Ini adalah akibat karena kamu sudah berani bermain-main denganku. Kamu sudah mengundangku!" Nuning mendekatkan wajahnya kepada Agus.Agus tak mampu menjawab perkataan Nuning. Ia sudah hampir kehabisan napas. Setelah wajah merepa hampir menempel satu sama lain. Belatung, kelabang, cacing keluar dari mata hidung dan mulut Nuning. Sangat menyeramkan. Tiba-tiba Nuning melepaskan cekikannya dan membiarkan Agus kabur lari tunggang langgang di antara pepohonan yang penuh kabut. Ranting berbunyi kerena terinjak kaki Agus. Kemudian suas
Part 33"Sudah ku duga kamu tak akan bisa menolakku!"Ratih menarik tangan Abi dan mengunci pintu. Kemudian ia mendorong Abi hingga terjatuh ke atas ranjang.Kemudian ....Abi menutup mata Ratih dengan talapak tangannya saat Ratih bersiap untuk mencumbu Abi. Namun, begitu Abi membuka telapak tangannya. Ratih sudah menjadi boneka, cukup mudah untuk menghadapi wanita itu."Di mana kamu menyimpan mustika itu!" tanya Abi. Ratih lalu menunjuk ke arah almari. Abi bangun dan ingin mengambilnya, tetapi almari itu terkunci."Di mana kunci almari ini?"Ratih mengeluarkanya dari dalam ikatan rambutnya. Kemudian ia memberikanya kepada Abi. Abi lalu menasukanya ke lubang kunci.Klik.Almari terbuka. Abi tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sorban milik abah, tasbih, dan semua benda berharga Abi yang pernah diminta oleh Pak Nur ada di situ. Abi segera membungkus semuanya seperti seora
Part 34Lantas seorang tetangga yang tak lain adalah Pak Rifai berlari, kemudian kembali dengan membawa jirigen.Buat apa?Mila berlari membelah kerumunan dengan perasaan diaduk-aduk. Air matanya sudah tumpah padahal Mila belum tahu apa yang terjadi. Seorang wanita paruh baya menangis dan menuduh orang tuanya yang tidak-tidak."Kalian berdua sudah membunuh anakku!""Budi mati secara tak wajar setelah bertamu ke sini! Kalian apakan anakku!"Teriak wanita itu sambil menangis.Betul ... betul ...Teriak yang lain membenarkan."Sudah saya bilang, saya tidak melakukan apa-apa!" bantah Abi."Maling mana mungkin mau ngaku!"Byurrr!Mintak tanah itu sudah di siramkan ke tubuh Dyah dan Abi di teras rumah. Mereka sudah menuduh Abi telah membunuh Budi. Mila berlari dan memeluk kedua orang tuanya yang sudah basah dengan minyak tanah. Kalau mereka mati, Mila juga ikut
Part 35"Ampun Mbah! Apa yang harus saya berikan?""Darah perawan!" ucap makhluk itu dengan suara serak. Lendir berwarna merah menetes dari sela-sela giginya yang bertaring.Darah perawan? Mungkinkah Tina bisa ditumbalkan?"Ampun Mbah, bisakah saya cari dulu tumbalnya?" tanya Harun.Ha! Ha! Ha! Kamu mau meledekku, jadi aku harus menunggu setelah apa yang kulakukan buatmu. heh!Mbah Tandur tertawa lebar. Suaranya menggelegar dan wujudnya berubah sangat menyeramkan. Badanya meninggi hingga menyentuh plafon, mulutnya maju hampir menyerupai anj*ng. Kukunya panjang, dan tubuhnya di penuhi bulu."Bawakan tumbalku segera!" katanya sambil mencengkeram leher Harun."Ba-ba-baik Mbah!" jawab Harun ketakutan. Nyalinya menciut, ia tak menyangkan kalau sosok Mbah Tandur yang sebenarnya sangat mengerikan. Harun menuju kamar Tina."Mau apa, Mas?" tanya Sulis yang memang menunggu Harun melakukan ritual satu surony