Share

Tapa Brata

Part 7

"Bertapalah di sini. Ingat, apapun yang muncul di hadapanmu nanti. Jangan pernah takut, atau tapa bratamu gagal!" 

"Baik, Ki," jawab Nuning. Ia pun duduk di depan gundukan batu tersebut. Begitu Nuning duduk, juru kunci itu tiba-tiba sudah menghilang meninggalkan Nuning sendirian di tengah hutan.

lho, kemana si aki. Kenapa cepat sekali perginya? Apakah dia bukan manusia? 

Dalam sekejab Nuning sudah tidak bisa menemukan juru kunci tersebut. 

๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ

Nuning celingukan memerhatikan sekitar. Ia sendirian di tengah hutan. Dua botol air minum menjadi bekalnya selama bertapa. Nuning hanya bertapa pada saat matahari tenggelam, di siang hari ia bisa menghentikan tapa bratanya. Angin berhembus kencang. Gemerisik dedaunan menjadi teman Nuning. Sesekali terdengar suara, entah benda jatuh, atau mungkin hewan kecil yang tak sengaja lewat. 

Nuning duduk layaknya sinden. Ia mulai menarik napas panjang dan dikeluarkanya secara perlahan. Hawanya mulai sangat tidak enak. Kerudung Nuning tersibak angin, ia membiarkanya saja. Nuning mulai medengar suara tawa cekikikan melengking, entah dari mana asalnya. Suasana tetiba menjadi sangat ramai dengan berbagai interaksi. Ada tawa anak-anak, ada suara seperti berbincang, riuh memenuhi gendang telinga Nuning. 

Ia memecingkan matanya, mencoba melihat sekitar. Matahari mulai tenggelam, semburat warna orange menembus celah dedaunan bagai tombak yang menghujam tanah. 

Buk. 

Ada yang menepuk pundak Nuning. Namun, ia tetap fokus pada pertapaannya. Punggung Nuning tiba-tiba terasa berat. Akan tetapi, ia tetap tidak bergerak. Kembali Nuning menenangkan diri, akhirnya punggungnya terasa enteng kembali. 

Malam pertama. 

Berkali-kali Nuning mengatur napasnya agar tidak panik. Malam semakin larut. Jantung Nuning mulai berdegub kencang. Bulu kuduknya berdiri, merinding sekujur badanya ketika Nuning merasakan ada sesuatu yang menjilati tubuhnya seakan ia mau dimangsa. Saat Nuning membuka mata, ia hampir saja berteriak. Sebuah kepala tanpa badan sudah berada tepat beberapa inci di depannya. Makhluk itu menjulurkan lidahnya, sementara dari lehernya mengucur darah segar yang mengeluarkan bau anyir dan busuk yang teramat sangat. Belatung berjatuhan setiap kali kepala itu bergerak menjilati setiap bagian tubuh Nuning. Nuning sendiri berhasil memasang wajah datar tanpa experesi. Memang itulah yang harus dilakukan Nuning. Detik kemudian, hantu kepala itu pun pergi. 

Nuning berhasil melewati ujian pertamanya. Sejenak Nuning bisa bernapas dengan lega. Dia sudah pasrah, kalau memang harus mati di tempat itu. 

Tak lama kemudian. Ganti, muncul penampakan wewe gombel di depanya. Suaranya melengking, payudaranya delower sampai ke bawah dan matanya merah menyala. Iya melambai-lambaikan tangannya dan terus tertawa. Kepalanya dimain-mainkan, di goyang kekiri dan ke kanan. Tiba-tiba wewe gombel itu terdiam. Bola mata menyala itu fokus melihat ke arah Nuning. Kemudian ia berjalan pelan mendekati Nuning. Ingin rasanya Nuning menutup mata. Namun, tidak. Ia tidak boleh gagal. Bisiknya dalam hati. Wewe gombel itu kemudian merobohkan dirinya menimpa Nuning. Untung saja Nuning tidak berteriak. Wewe gombel itu menghilang satu inci tepat  di saat menyentuh tubuh Nuning. 

Wus. 

Hanya hembusan angin yang begitu dahsyat menghantam tubuh Nuning. Ujian ke dua Nuning lolos. 

Belum selesai senam jantung. Sosok nenek-nenek muncul dari balik batu dengan wajah berantakan. Seekor ular keluar menjulur dari lubang matanya yang hancur. Setengah tulang tengkorak wajahnya terlihat. Ini makhluk apa? Pikir Nuning. Harus berapa banyak penampakan yang akan muncul di depanya. Nenek bungkuk itu menghentak-hentakan tongkatnya. Berjalan pelan mendekati Nuning. Kemudian mereka saling bersitatap. 

Pluk! 

Bola matanya terjatuh tepat di depan Nuning. Lagi-lagi bau anyir menyeruak masuk ke dalam lubang hidung Nuning. Belum habis rasa kagetnya dengan bola mata yang terlepas, kini kulitnya pun tiba-tiba berjatuhan seperti es krim yang meleleh. Tangannya menjulur mencekik Nuning. Rasannya detak nadi Nuning melemah. Makhluk itu membuka mulutnya yang menjijikan, dan ... blaz ... ia menghilang. Hampir saja Nuning pingsan, ia merasa makhluk itu akan melalapnya. Namun, ia selalu ingat. Itu hanya ujian tapa brata nya. Malam pertama pun mampu dilalui Nuning dengan sempurna.

Cahaya matahari yang memaksa menembus rimbunan daun menjadi pertanda selesainya tapa brata Nuning di hari pertama. Ia bisa merengangkan badanya dan meminum air untuk membasahi tenghorokannya yang kering karena menelan salivanya berkali-kali. 

Aku masih hidup. Nuning meraba tubuhnya, ia melepas napas lega. Nuning sama sekali tak bergerak dari sana, ia hanya mengedarkan padangannya ke sekeliling. Nuning bergeser sedikit dari tempat bertapanya, ia menyenderkan dirinya batang pohon. Sesaat kemudian Nuning pun tertidur.  

๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ๐ŸŒฟ

Malam kedua. Nuning menyiapkan jiwa raganya, bisa jadi ujianya akan lebih berat. Tentu saja, tak mudah memang melakukan tapa brata. Lagi, suara cekikikan tak berhenti sejak tadi, tepatnya sejak mentari mulai bersembunyi. Geraman, eraman. Ah, aku tak akan mundur. Tekad Nuning dalam hati. Nuning sudah duduk di depan baru berundak seperti kemarin. Menunggu detik berlalu. 

Sesosok pocong muncul dari balik pohon.  Wajahnya sangat menyeramkan. Ia menghilang dan mucul lagi di pohon lainya yang lebih dekat. 

Cuma pocong saja. Aku tidak takut. Nuning berusaha menguatkan dirinya. 

Sampai akhirnya si pocong berada di depanya. Wajahnya ternyata tak bisa di gambarkan. Banyak belatung mengeliat di tulang hidungnya yang bolong. Matanya merah, dan kulitnya membusuk hitam kecoklatan dengan darah dan nanah. 

Cuih! 

Pocong itu meludahi wajah Nuning. Seketika Nuning merasakan panas yang teramat sangat. Ia menggunci bibirnya, giginya gemertak. Nuning meremas jarinya untuk menahan rasa panas itu. Napas Nuning tersengal-sengal. Benar dugaanya, ujiannya di hari kedua sangat berat. Kulit Nuning terasa melepuh. Seluruh tubuhnya gemetar menahan rasa panas. Peluh membasahi seluruh tubuhnya. Pocong itu tertawa cekikikan melihat expresi wajah Nuning yang merah seperti kepiting rebus. Ingin rasanya Nuning menyiramkan air yang ada di depanya ke wajahnya. Panas. Nuning mulai mengatur napasnya. Ia meyakinkan dirinya sendiri kalau dia bisa. 

Cuih! 

Pocong itu meludahi ubun-ubun Nuning. Bisa dibagangkan apa yang ia rasakan. Rasanya kepala Nuning mau pecah. Tubuh Nuning bergetar hebat, tapi ia berusaha untuk tetap duduk tegap. Pocong itu mentanap Nuning dengan tajam. Berusaha menakut-nakutinya agar tapa bratanya gagal. Namun, Nuning bukanlah wanita yang lemah, ia tak gentar sedikitpun. Masih dengan wajah datarnya, si pocong jelek tiba-tiba betubah menjadi tinggi dan semakin tinggi. Kemudian seperti kejadian wewe gombel kemarin. Pocong itu menjatuhkan dirinya kepada Nuning. Kemudian ia menghilang. Rasa panas di wajah dan tubuh Nuning pun berangsur hilang seketika. Nuning berhasil lolos juga dari godaan si pocong. 

Sesosok mata mengawasi gerak-gerik Nuning. Ia menjentikkan jarinya. Lalu seekor macan kumbang dengan ukuran yang tidak biasa muncul. Ia mengaum dan membuka mulutnya bak kelaparan dan siap menerkam Nuning.

Bukan ... itu pasti hanya macan jadi-jadian yang mau menggagalkan tapa brataku. Nuning menunging senyum ia menutup matanya, dan merilekskan dirinya. 

Suara macam itu seharusnya bisa membuat oramg lari terbirit-birit. Tapi, tidak untuk Nuning. Bahkan saat macan itu mulai mengendus tubuhnya. Ia diam saja. 

Crash! 

Terasa macan itu merobek lengan baju Nuning. Tentu saja kulit Nuning juga terasa sakit. Namun ia percaya, itu hanya seperti halusinasi tingkat tinggi yang di buat oleh macan itu seperti kejadian sebelumnya. Perih ... tapi Nuning percaya rasa sakitnya akan segera hilang setelah macan itu pergi. Macan itu tidak mungkin membunuhnya. Ia hanya bertugas membunuh tekad Nuning. Nuning. Macan itu mulai mencengkeram Nuning dari belakang, kedua kaki depannya menangkup leher Nuning, lalu ia mulai menjilati tubuh Nuning. Diam dan Diam hanya itu yang Nunig lakukan hingga macan itupun kemudian pergi. 

Apakah aku sudah berhasil? Lagi-lagi Nuning tidak percaya bisa melewati malam tapa brata keduanya yang begitu berat. Nuning memeriksa pipinya yang terbakar semalam akibat liur pocong menjengkelkan. Nuning tertawa senang, ia tidak apa-apa. Bayangan harta melimpah dan tangis orang-orang yang menghinanya begitu terpampang nyata. Awas kalian!

Tinggal satu malam terakhir. Membayangkan kejadian bersama pocong semalam tidak lantas menyiutkan nyali Nuning. Ia pasrah, apapun yang terjadi. Pokoknya tapa bratanya harus berhasil. Ia sudah melangkah cukup jauh, tinggal satu malam lagi dan ia harus bisa! 

Malam terakhir. 

Interaksi makhluk astral itu semakin aktif menggoda Nuning. Sebuah kepala tiba-tiba mengelinding di depanya seperti bola sempat mengagetkan Nuning. Ck, jantungnya berpacu kencang. Disusul kemudian datanglah penampakan hantu sungsang. Yakni hantu yang kepalanya di bawah dan kakinya di atas. Organ dalamnya semua terlihat seperti hantu kunyang. Nuning hampir saja mengeluarkan isi perutnya. Baunya sangat busuk. Ia memuntahkan belatung campur darah dan nanah tepat di depan Nuning. 

Nuning meliriknya, belatung itu mengeliat-ngeliat.  Kemudian si hantu sungsang itu kembali memakan muntahanya tadi. Perut Nuning semakin terasa bagai diaduk-aduk. Hantu sungsang itu berhenti memakan belatung ketika mendengar sedikit suara dari mulut Nuning. Beberapa saat kemudian mereka bersitatap. Hantu itu mengunyah belatung sambil terus menatap wajah Nuning. Sampai akhirnya hantu itu kembali meneruskan memakan muntahannya . Jantungnya bedetak dan organ perutnya bergerak. 

Malam itu Nuning di keroyok berbagai makhluk halus. Hantu kepala buntung datang dan meletakan kepalanya yang sudah mulai membusuk dan hancur di pangkuan Nuning. Nuning merasakan pahanya basah terkena lelehan darah. Cairan merah itu merembes ke dalam kain jarik Nuning. Nuning tetap saja diam dengan berbagai ujian yang datang. Pandanganya kosong. Fokus ke depan, ke arah gundukan batu. 

Kemudian datanglah sesosok hantu wanita berambut ular. Oh, bukan ... bukan hanya ular, tapi juga bebagai hewan menakutkan nyangkut di rambutnya. Salah satunya adalah kalajengking. Kalajengjing itu terjatuh tepat di wajah Nuning. Ia berjalan di pipi Nuning dan siap menusukkan racun di ekornya. Detik kemudian tubuh Nuning sudah di penuhi hewan-hewan menjijikan seperti kelabang dan ular. Hewan-hewan itu mulai masuk ke dalam baju Nuning. Ada pula yang masuk ke rambut Nuning. Nuning membiarkan dirinya bersatu dengan mereka. Aku adalah bagian kalian. Begitulah Nuning mebisikan hal itu dari batinnya. 

Tak lama kemudian sebuah tangan dengan kuku berwarna hitam mengelus-ngelus wajahnya dari belakang. Sekali saja ia menancapkan kukunya di leher Nuning. Pastilah Nuning mati seketika. Kemudian datanglah banaspati. Hantu yang berwujud api itu menyentuh ubun-ubun Nuning. Seketika badan Nuning terasa terbakar. Nuning sudah tidak bisa berpikir, apakah dia masih bisa hidup atau mati. Ternyata seberat itu ujian tapa bratanya di hari terakhir.

Sampai akhirnya terdengar suara tepukan tangan. Semua demit itu seketika menghilang dalam sekejab. Nuning akhirnya bisa bernapas lega walaupun napasnya masih naik turun. 

Terlihat sosok perempuan yang sangat cantik di depanya. Inikah Nyi Ratu yang akan memberikan harta melimpah kepadanya? 

Wanita cantik itu mendekati Nuning dan bertanya apa tujuanya datang ke tempat itu. Tanpa ba bi bu. Nuning  langsung menjawab kalau mau mencari pesugihan. Lantas Nyi Ratu menggajaknya ke istana memedi. Terletak di dalam goa di tengah hutan. 

Di istana itu Nuning membuat sebuah perjanjian. Nyi Rati memberikan sebuah daun emas yang bertuliskan tulisan kuno. Kemudian Nyi Ratu memasukannya ke telapak tangan Nuning tanda persekutuannya. Daun emas itu berfungsi sebagai penghubung antara dirinya dan Nuning. Nyi Ratu bisa memanfaatkan tubuh Nuning setelahnya, dan Nuning sendiri sudah menyerahkan setengah jiwanya. 

"Tumbal pertama haruslah keluarga!" kata Nyi Ratu.

"Keluarga?"

"Ya," jawab Nyi Ratu sambil berjalan pelan dan memainkan ujung selendangnya.

"Pikirkan! Siapa yang akan kau tumbalkan!" 

Walau sedikit ragu, akhirnya Nuning menjawab juga.

"Sudah saya pikirkan, Nyi!" jawab Nuning mantab. 

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Aisha putri
apakah ini di angkat dari kisah nyata, Thor?
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
seru ceritanya
goodnovel comment avatar
Baharudin Haris
serem juga ya punya tetangga kayak gitu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status