Beranda / Historical / Bara Dendam Sang Prabu Boko / Bab 12 Pertolongan Sang Wiku

Share

Bab 12 Pertolongan Sang Wiku

Penulis: Alexa Ayang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-22 12:03:19

Perjalanan yang sarat beban melanda rombongan Mpu Kumbhayoni, Pangeran Talang Wisang, beserta para pengikut setia mereka. Setiap langkah adalah perjuangan menuju Watak Panaraban, wilayah yang dahulu berada di bawah kendali Ayahanda Pangeran, seorang Rakai yang berwibawa. Medan yang dilalui tidaklah mulus, sebab mata-mata dan pasukan Medang, yang dikerahkan dalam patroli ketat, senantiasa membayangi. Kemelut ini diperparah dengan kehadiran Jentra Kenanga, seorang panglima yang terkenal tak kenal lelah, yang terus membuntuti mereka bagai bayangan. Seolah-olah nasib memang menghendaki mereka terus diuji, saat ini Jentra kembali mencegat perjalanan mereka, tepat di perbatasan Kedulan yang sunyi dan tegang.

Sosok Jentra Kenanga berdiri kokoh di hadapan rombongan, sebilah keris tergantung gagah di pinggangnya, sorot matanya tajam menusuk, memandang Mpu Kumbhayoni dan Talang Wisang secara bergantian. Aura kekuasaan yang ia pancarkan mampu membekukan setiap upaya untuk melarikan diri.

"Masih
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 21 Perintah Yang Memilukan

    Sinar keemasan senja menembus ukiran jati yang rumit, menciptakan bayangan panjang di ruang pribadi Pangeran. Balaputeradewa, putra mahkota Dinasti Syailendra, bersemayam di dipan bertahtakan emas, diapit aneka hidangan buah dan penganan mewah. Di hadapannya, Jentra, seorang punggawa setia, bersimpuh dengan kepala tertunduk. Suasana, kendati opulent, mengesankan ketegangan tersembunyi."Jentra," suara Balaputeradewa memecah keheningan, renyah laksana gigitan buah pisang raja yang kini ia santap. "Ada titah agung. Sebuah tugas yang akan menguji loyalitas dan keteguhan batinmu hingga batas terkahir."Jentra mengangkat wajahnya sedikit. "Ampun Gusti Pangeran. Hamba siap sedia melaksanakan segala kehendakmu."Senyuman tipis terukir di bibir Balaputeradewa, namun tatap matanya memancarkan ketegasan yang dingin dan tak terbantahkan. "Kau harus membakar Wanua Song Banyu."Kalimat dingin itu meluncur laksana petir. Jentra terperanjat, tubuhnya seolah dilanda badai hebat. Gambaran desa terbaka

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 20 Berita dalam Desiran Angin

    Angin sore dari perbukitan kapur berhembus perlahan, menyelimuti dua siluet yang mematung di balik rimbun semak, mengawasi lembah di bawah dengan seksama. Di tengah lapangan berlumpur, Mpu Kumbhayoni memimpin adiknya dan sejumlah pemuda Walaing dalam meringkus Perampok dari Pengging itu dengan penuh semangat, denting bilah pedang bambu dan sorakan riuh mengalir bersama angin. Rukma menoleh ke arah Jentra, rekannya yang wajahnya tertutup topeng beruk."Kakang Jentra," Rukma memecah keheningan. "Bagaimana pandangan Kakang tentang ini? Bukankah apa yang mereka lakukan jelas-jelas melanggar ketentuan negara? Seorang Rakai tidak diperkenankan memiliki pasukan sendiri. Namun, lihatlah, Mpu Kumbhayoni secara terang-terangan memobilisasi warga sipil dan melatihnya sebagai prajurit. Ini adalah tindakan insubordinasi yang kentara, melangkahi batas-batas yang ditetapkan istana."Jentra menghela napas, pandangannya tak lepas dari adegan di bawah. "Rukma," mulainya, nadanya sarat empati namun juga

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 19 Pertarungan Api dan Tanah

    Sentuhan itu bak disambar petir yang membara. Jemari Mayang Salewang seolah melayangkan tamparan api ketika menepis tangan Arya Rontal yang nekat menyentuhnya. Rasanya begitu panas, begitu mendidih, sampai-sampai Arya harus meloncat mundur secepat kilat, nyaris terpeleset bebatuan licin di tanah basah itu. Mata Arya Rontal, yang baru berusia tiga puluhan, membulat kaget. Pandangan angkuhnya seketika luntur, terganti tatapan tak percaya pada Mayang yang kini berdiri tegak di samping Sri Gunting, dengan gestur tenang seolah tak terjadi apa-apa."Api…" gumam Arya, suaranya tercekat. Matanya melebar penuh rasa takjub sekaligus ngeri. "Pengendali api!"Wajahnya mendadak tegang. Arya menoleh cepat ke arah Klarang, adiknya seperguruan dan sepupunya, yang sejak tadi hanya melihat adegan itu dengan tatapan remeh. Kini Klarang, pemuda dua puluh delapan tahun itu, mulai menampakkan mimik datar."Kau harus hati-hati, Adhi Klarang," ucap Arya, nada suaranya berubah serius, sarat akan peringatan. "

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 18 Jebakan Sutra

    Senyap yang mendominasi pagi di ufuk timur Perlahan terkoyak oleh kemunculan sinar surya yang menelusup celah-celah daun bambu dan rimbunnya hutan jati, menciptakan mosaik cahaya di atas tanah berdebu. Di antara kerimbunan tersebut, pasukan Mpu Kumbhayoni telah menyebar dan menyembunyikan diri, bergeming layaknya batu padas yang tak tergoyahkan, sanubari mereka terasah tajam, menanti aba-aba. Mayang Salewang dan adiknya, Sri Gunting, memainkan peran mereka dengan sempurna, mengenakan pakaian sederhana laksana wanita dusun pada umumnya, berpura-pura sedang mencari rumput untuk pakan ternak. Keranjang rumput mereka teronggok di sisi jalan setapak yang biasa dilalui, seolah menanti terisi penuh oleh rezeki pagi.Tiba-tiba, Mayang Salewang merasakan getaran samar pada bumi di bawah telapak kakinya, getaran itu merambat naik, perlahan menguat menjadi denyut ritmis yang menandakan ada sekumpulan penunggang kuda dalam jumlah besar yang sedang bergerak menuju arah mereka. Bola matanya melirik

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 17 Jerat Sang Mpu

    Udara dingin subuh masih menggantung tipis di celah hutan Jati, menyelimuti tim Mpu Kumbhayoni yang bergerak tanpa suara. Kabut tipis memantulkan cahaya perak dari bulan sabit yang mulai redup, seolah enggan menampakkan diri. Mereka sudah bersiap sejak malam, meletakkan umpan dan menyusun perangkap di jalur yang diprediksi akan dilewati kawanan perampok Arya Rontal. Megarana yang paling jangkung di antara mereka, berlutut mengamati jejak kaki yang samar."Kau yakin mereka lewat sini?" tanya Mpu Kumbhayoni dengan suara rendah, menepuk bahu Megarana. Matanya tajam, menyapu sekeliling, memastikan tidak ada halangan atau mata-mata yang mengawasi.Megarana mengangguk mantap. "Ya, Gusti. Dari pola patroli terakhir mereka, jalur ini adalah pilihan terbaik untuk lewat cepat. Mereka suka buru-buru, cari rute yang bersih dari warga.""Bagus," Mpu Kumbhayoni berbisik, membalas anggukan itu. "Kalau begitu, mari kita pasang jaringnya. Hati-hati, jangan sampai ada benang yang menonjol."Tim bergera

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 16 Informasi Mengejutkan

    Ruangan pribadi Mpu Kumbhayoni malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, padahal belasan obor kecil sudah dinyalakan di dinding. Hawa dingin dari luar justru tidak sanggup menembus aura panas di antara mereka. Mayang Salewang, dengan tangannya yang sibuk merapikan gulungan peta lama di meja, melirik ke arah Megarana. Raut wajah penyelidik itu jelas tidak bisa dibilang tenang, ada kekesalan bercampur kebingungan yang kentara. Mpu Kumbhayoni sendiri bersandar pada kursi kebesarannya, pandangannya tajam mengarah ke Megarana. Laturana berdiri agak di belakang Megarana, sementara Sri Gunting menyilangkan tangan di depan dada, mendengarkan seksama.“Baik, Megarana,” Mpu Kumbhayoni akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar berat, “aku mau dengar semuanya. Penyelidikan terakhir kalian itu akhirnya membawa hasil apa?”Megarana menarik napas panjang, sedikit membuang pandangan, seolah sulit menyampaikan kabar yang akan keluar dari mulutnya. “Penyelidikan terakhir kita udah selesai, Gust

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status