Inicio / Historical / Bara Dendam Sang Prabu Boko / Bab 153: Sumpah Sang Wiku dan Dinginnya Tapak Geni

Compartir

Bab 153: Sumpah Sang Wiku dan Dinginnya Tapak Geni

Autor: Alexa Ayang
last update Última actualización: 2025-12-05 19:17:19

Wajah Wiku Rahastya kini memancarkan keseriusan seorang ahli yang siap menaklukkan badai di dalam cangkir kopi. Setelah drama tawar-menawar "rahasia dapurku untuk jiwamu," yang entah kenapa malah terdengar seperti transaksi jual beli jin, Sriti akhirnya menyepakati barter klandestin itu. Rahastya meletakkan kedua telapak tangannya di atas luka bakar keunguan yang menganga di dada Sriti. Udara di dalam gua seketika terasa menipis, seolah ikut menahan napas menyaksikan tontonan aneh ini. Wiku itu, dengan jidat berkerut mirip peta pegunungan Himalaya, memejamkan mata dan memusatkan tenaganya.

Rahastya adalah penganut ajaran yang kuat pada elemen Udara, mungkin karena ia menghabiskan banyak waktu di puncak gunung meditasi, ditemani hanya angin dan mungkin beberapa monyet yang suka mencuri pisang persembahannya. Dengan tenang, ia mulai menyalurkan energi Udara, murni dan jernih, bagai angin segar di pagi hari, langsung menuju sarang api Tapak Geni yang membara di dalam tubuh Sriti. Kedua e
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 184 Penolakan Rukma

    Dengan gerakan cepat dan tak terduga, Balaputeradewa menyambar lengan Gagak Rukma. Pegangannya erat, menjerat kain seragam gelap prajurit itu. Seluruh kekuatannya, semua desakan dari jiwa yang teraniaya, kini ia tumpahkan ke pegangan itu. Pangeran itu tampak hancur, sebuah pemandangan yang langka bagi sosok seanggun dan sesombong dirinya. Wajahnya yang biasa tegar kini penuh kerutan duka, dan suaranya parau, hampir tidak dapat dikenali lagi, seolah suaranya sendiri telah mengkhianatinya."Rukma... tunggu," bisik Balaputeradewa dengan nada memelas, suatu permohonan yang murni dari lubuk hati yang telah tercabik-cabik. Ia menahan lengan Rukma dengan sekuat tenaga, tidak ingin kehilangan satu-satunya kontak yang ia rasakan bisa memungkinkannya menggapai sisa-sisa dunianya yang tercerai-berai. Tatapannya menusuk ke balik celah sempit di topeng tembaga Sanditaraparan yang menutupi wajah Gagak Rukma. "Sampaikan pada Kakang Maharaja," ia mulai, suaranya sedikit lebih jelas kini, "ak

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 183: Sang Pangeran dalam Sangkar Emas

    Belum kering keringat dingin yang mengucur dari sekujur tubuh, atau air mata penyesalan dan amarah yang samar membekas di sudut-sudut mata, saat pendapa kediaman Mahamentri I Halu kembali diselimuti oleh suasana yang mencekam. Aroma cendana yang seharusnya menenangkan kini terasa pengap, bercampur dengan bau debu dan ketegangan yang masih melayang di udara. Pangeran Balaputeradewa, yang baru saja selesai menuntaskan percakapan penting yang mengguncang jiwanya—serta sebagian kecil hatinya yang tersisa—berdiri terpaku di tengah ruangan, tatapannya hampa, tertuju pada pilar-pilar kokoh yang seolah mencibir kerapuhan takdirnya. Beberapa pengawal pribadinya masih berpatroli di sekeliling kediaman, langkah kaki mereka berat, namun tanpa kuasa untuk mengubah arah angin yang kini bertiup kencang ke arah kekalahannya.Bayangan kelabu senja mulai menyelimuti pelataran, menyerap sisa-sisa cahaya mentari yang enggan pergi, menciptakan ilusi dan bayangan aneh di dinding. Namun

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 182: Retaknya Sang Mahamentri

    Siang itu, matahari menggantung tepat di atas cakrawala Medang, memancarkan panas yang menyengat kulit. Lembah dan perbukitan diselimuti keheningan yang tebal, seolah alam pun turut menahan napas dalam suasana mencekam. Namun, di dalam pendapa kediaman Mahamentri I Halu, hawa yang terasa justru jauh lebih dingin dari es, merayapi setiap sudut dan menusuk hingga ke relung jiwa. Permadani indah yang terhampar dan ukiran-ukiran megah di tiang kayu tidak mampu menghalau sensasi dingin yang ganjil itu.Pangeran Balaputeradewa, putra mahkota Kerajaan Sriwijaya dan menantu agung di tanah Medang ini, terpaku menatap istrinya, Mayang Salewang, yang sedang merapikan beberapa kain sutra halus dan perbekalan secukupnya ke dalam buntalan. Gerakannya tenang, efisien, nyaris tanpa suara. Wajah wanita itu datar, tanpa ekspresi berlebihan, namun matanya yang menatap jauh ke arah jendela pendapa memancarkan kekecewaan yang demikian mendalam, seolah ribuan impian telah pecah berkeping-keping di dasar bo

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 181: Ancaman Sang Begawan

    Suasana di bangsal pribadi Mahamentri I Halu Pangeran Balaputeradewa mendadak diselimuti aura mencekam, tatkala daun pintu berukiran naga emas itu tergeser paksa dengan hempasan keras. Tanpa ada pengumuman terlebih dahulu dari para pengawal yang berjaga, Wiku Sasodara melangkah masuk dengan jubah saffron yang masih memikul jejak debu, saksi bisu dari pertempuran sengit di wilayah Bhumi Sambhara. Setiap langkahnya dipenuhi kewibawaan yang berat, seolah menyisakan getaran kemarahan di udara.Di belakang Sang Wiku, dua orang pengawal yang memiliki postur kekar menyeret seonggok tubuh yang lunglai, bersimbah darah mengotori kain brokat mewah bangsal itu. Dengan satu sentakan kuat yang nyaris brutal, Sasodara melemparkan tubuh tak berdaya itu ke lantai pualam yang dingin, tepat di hadapan kaki Balaputeradewa. Suara benturan yang diikuti oleh rintihan lirih mengoyak ketenangan. Itu adalah Sriti, Pemimpin Sanditaraparan wanita, yang kini terkulai lemah, napasnya tersengal akibat hantaman Sin

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 180 : Duel Para Panglima dan Astra Kenanga di Hutan Tambangan

    II. Duel Para Panglima dan Astra Kenanga di Hutan TambanganSementara di kaki bukit Sambhara drama penentuan takdir bergejolak, jauh di dalam rimba keramat Hutan Tambangan, dentuman tenaga dalam bergaung hebat, meruntuhkan keheningan yang mistis. Jentra Kenanga, Panglima Bala Bhumi yang dihormati, dan Kunara Sancaka, Panglima Bala Samudra yang berkhianat, terlibat dalam pertarungan yang intens dan setara. Mereka berdua, bagaikan cermin satu sama lain, memamerkan keahlian bertarung yang tiada tanding, sebuah hasil didikan militer kerajaan Medang yang sama. Sejak kecil, mereka berlatih di bawah bimbingan guru yang sama, menguasai ilmu yang sama, namun kini berdiri sebagai musuh bebuyutan.Setiap serangan telapak tangan mereka menghantarkan gelombang energi. Baruna Warih dan Tapak Segara, dua ajian inti militer kerajaan yang mereka kuasai dengan sempurna, saling beradu dengan kecepatan yang menakjubkan, menciptakan pusaran energi di antara mereka. Benturan tenaga dalam itu menggerus bumi

  • Bara Dendam Sang Prabu Boko   Bab 179: Prahara Angin, Air, dan Astra Kenanga

    Pada sebuah pagi yang kelabu, tatkala sang surya enggan memancarkan cahayanya secara penuh, takdir Medang terayun pada seutas benang tipis yang hampir putus. Di dua medan pertempuran yang terpisah oleh hamparan bukit dan rimba, badai dahsyat bergolak, siap mengubah peta kekuasaan. Di kaki Bhumi Sambhara, fondasi agung sebuah monumen spiritual yang kelak akan megah bernama Borobudur, pertarungan antara elemen angin dan air pekat mengukir takdir. Serentak, di kepekatan Hutan Tambangan, dua sosok panglima besar mengadu keampuhan ilmu kanuragan yang selama ini tersimpan rapat sebagai rahasia militer kerajaan. Setiap tarikan napas dan hentakan langkah dalam pertarungan-pertarungan ini, disadari atau tidak, akan menentukan wajah masa depan negeri yang dicintai.I. Amuk Sriti dan Keteguhan Rahastya di Bhumi SambharaPelataran candi yang masih dalam tahap pembangunan, berdebu dengan sisa-sisa pekerjaan tukang batu, seketika menjadi arena pertarungan yang sengit. Sriti, pemimpin Sanditaraparan

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status