Share

Bareksa
Bareksa
Author: Albastomii

Prolog

Gadis itu muncul dari gelapnya malam. Langkahnya terseok, pergelangan kaki kirinya menekuk dengan tidak wajar. Sesekali dia menoleh ke belakang dengan raut wajah ketakutan.

Dia mengugu, berusaha untuk tidak tersungkur di aspal yang keras. Sorot matanya menatap dengan penuh harap ketika dia melihat sebuah cahaya di kejauhan. Sebuah mobil mendekat, membangkitkan asa pada diri gadis tersebut.

"Tolong," rintihnya lirih sembari melambaikan kedua tangannya.

Mobil tersebut mau berhenti. Seorang pemuda dengan mengenakan seragam sekolah bergegas keluar dari balik kursi kemudi dan mendekati gadis itu.

"Mbak ... ngapain di luar malam-malam begini?" tanya pemuda itu heran. Lalu pandangan matanya terantuk pada gaun pesta putih yang dikenakan oleh gadis itu.

Penuh dengan noda darah.

"Mbaknya ... terluka?"

Si gadis hanya tergugu kecil dan menganggukkan kepala.

"Ah, baiklah kalau begitu. Tidak perlu khawatir, mbak. Akan saya antarkan ke rumah sakit terdekat." sekali lagi pemuda itu menyelisik figur si gadis. "Mbak bawa tanda pengenal kan?"

Lagi-lagi, gadis itu menganggukkan kepala.

"Syukurlah. Ayo, saya bantu naik ke mobil saya."

Pemuda itu membantu si gadis naik ke dalam mobil sebelum kembali ke kursi kemudi. Setelahnya, pemuda itu menjalankan kembali mobilnya. Sesekali diliriknya si gadis yang terdiam sembari memeluk dirinya sendiri, gemetar seakan sedang kedinginan.

"Kalau boleh tahu, apa yang terjadi mbak?" tanya pemuda itu.

"Makan ... " gumam si gadis pelan. "Saya datang ke pesta. Saya mengambil makanan. Tetapi ... seseorang mencegah saya makan."

Pemuda itu mengernyitkan keningnya. "Orang itu ... mencegah mbaknya buat makan?"

Gadis itu menganggukkan kepala.

"Aneh," gumam si pemuda. "Apa mbaknya ambil makanan yang nggak seharusnya dimakan? Atau ... mungkin mbaknya korban bully ya?"

Gadis itu tidak menjawab.

"Mbaknya harus berkata terus terang kalau nanti ditanya sama polisi. Harus cerita dari awal sampai akhir, jangan ada yang ditutupin. Pelaku bully kalau nggak diproses secara hukum memang nggak kapok."

Tetap tidak ada jawaban.

Pemuda itu melirik si gadis di sebelahnya. Dia cukup cantik walaupun riasannya sudah agak berantakan. Pandangan matanya lurus ke depan, mulutnya berkomat-kamit seakan sedang membaca doa.

Tiba-tiba sesuatu menabrak kaca depan mobil si pemuda.

Si pemuda terkejut. Dia menginjak pedal rem dengan spontan. Setelah mobil mendecit dan berhenti, pemuda itu melihat segumpal bulu teronggok di kap mobilnya, bergerak-gerak dengan lemah. Dia segera turun dan memeriksa gumpalan bulu tersebut, yang ternyata adalah seekor burung gagak.

"Apa-apaan?" sang pemuda memegang burung itu dengan kedua tangannya. Dia celingukan, berusaha mencerna kenapa burung tersebut bisa menabrak mobilnya.

"Itu sebuah tanda." Tiba-tiba pemuda itu mendengar sebuah suara. Si gadis keluar dari dalam mobil dan mendekati pemuda itu tanpa disadarinya.

"Tanda apa, mbak?"

"Sebenarnya bukan saya yang ingin makan. Tetapi Dia yang Terbuas yang ingin makan."

"Apa? Dia yang ... apa tadi?"

"Dia yang Terbuas," ucap si gadis dengan intonasi perlahan namun tegas. "Dia yang ada di puncak rantai makanan. Dia ... adalah alasan saya hidup hingga saat ini."

Satu sosok hitam muncul dari belakang gadis itu, datang entah darimana. Langkahnya perlahan namun mengancam, membuat si pemuda mundur dengan gugup. Dia salah. Dia menyadari, seharusnya tidak memberi tumpangan pada orang asing di tengah malam.

"Selamat makan."

Sosok itu menerkam si pemuda. Dia tidak sempat berlari ataupun melindungi diri. Hanya teriakan kesakitannya yang terdengar membelah keheningan malam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status