“Vin, aku sangat mencintaimu apa pun yang terjadi aku akan selalu bersamamu, tapi bolehkah aku memelukmu sekali lagi? Anggap saja ini pelukan terakhir kali karena mungkin kita akan jarang bertemu, kamu tahu kan bagaimana papi, jika ketahuan beliau akan menjadikan aku daging guling.”
“Mas, aku selalu ada buat kamu, kapan pun dan di mana pun kamu meminta aku akan datang. Aku sangat mencintaimu, Mas Raga.”“Aku juga sangat mencintai kamu, Vina.”“Mas, lepas aku enggak bisa napas, jangan kuat-kuat! Kamu sengaja ya Mas!” teriak wanita itu seketika.Pria itu semakin memeluknya erat. “Katanya kamu cinta buktikan sama aku, kamu harus menjadi milikku, Vina!”“Vina? Aku bukan Vina? Aku Viona, Mas! Lagian aku ini bukan guling!” Kini suara wanita itu lebih meninggi.Raga masih berpikir kalau yang dipeluknya adalah Vina. “Duh kok hangat banget sih kamu saja minta dipeluk terus.” Kedua matanya masih terpejam merasakan kehangatan tubuh wanita itu.“Ya Allah Mas, lepas! Aku enggak bisa napas kalau begini,” rengek wanita itu memelas. Ingin rasanya menendang kaki berotot itu tapi dia sangat takut kalau pria tampan itu terbangun dan marah besar. Namun, sesaat kemudian Raga sadar akan suara wanita di sebelahnya yang terus meronta, dia pun mencoba membuka mata perlahan-lahan seketika Raga terlonjak kaget saat yang dia lihat ada penampakan dengan rambut tergerai panjang tepat di hadapan wajahnya.“Han ... hantu!” Raga melepaskan pelukannya dan mundur lima langkah dari hadapan wanita itu.“A—apa maksud Mas? Di mana hantunya?” rengek wanita ikutan panik.“Ka—kamulah hantunya, siapa lagi? Kenapa ada di kamar saya? Cepat pergi dari sini saya sudah menikah!” Raga memberanikan diri mengusirnya.Wanita itu membetulkan rambutnya yang berantakan lalu mengambil ikatan rambut yang ada di bawah bantalnya. Rambut panjang itu lalu diikat tinggi-tinggi. Dan bodohnya Raga baru menyadari siapa yang ada di hadapan dia ini yaitu istrinya wanita yang dijodohkan oleh Papi Seno untuknya.“Ada apa Mas?” tanyanya lagi mengagetkan Raga yang masih berdiri terpaku melihat istrinya.“Ah! Sial sekali hari ini rencana ingin bermalasan untuk pergi ke kantor sebentar ternyata aku salah memeluk wanita,” gumamnya kesal.“Mas, ada apa kenapa keringat gitu, kurang dingin AC nya?” tanya wanita itu yang sudah sah menjadi istri sah Raga enam hari yang lalu.Raga kembali mengucek matanya, siapa tahu wanita itu bisa berubah wujud tapi nyatanya tidak sama sekali , dia tetap seperti itu, tampil apa adanya dan membosankan.“Ya maaf saya kira kamu kuntilanak jadi-jadian lagian ngapain sih pakai begituan, wajah kamu itu tetap enggak glowing seperti kekasih saya!” bentak Raga seketika tapi entah apa yang ada di pikiran wanita itu tidak marah atau pun sakit hati dia tetap memberikan senyuman manis dengan menampilkan deretan gigi yang rapi dan putih bersih. Mungkin ingin dipuji, meskipun enggak cantik tetapi dia tetap mempunyai keunggulan di bagian mulut dan giginya yang putih berseri seperti Iklan ditelevisi.“Ih Mas Raga so sweet banget sih pagi-pagi, padahal baru juga mau bangun tapi Mas sudah membangunkan aku dengan penuh cinta, tapi jangan kuat-kuat meluknya, enggak bisa napas loh,” sahutnya dengan tersenyum manis.“Membangunkan kamu? Enggak ada ya saya itu hanya kaget melihat benda asing di mata saya dan kamu salah satunya,” rutuk Raga kesal. Daripada meladeni wanita itu lebih baik Raga pergi membersihkan diri.“Mas, mau ke mana?”“Mau makan!” sahut Raga tanpa menoleh.“Kok di kamar mandi, kalau makan tuh di meja makan, nanti aku siapkan di sana!” teriaknya masih bisa terdengar sampai kamar mandi.Satu lagi yang menjadi keunggulan Viona, dia bisa memasak. Memang sih masakannya membuat Raga ketagihan. Lidah dan perutnya bisa diajak kompromi dan menerima dengan ikhlas. Intinya untuk urusan rumah tangga dia sangat pandai dan cekatan, mungkin melebihi seperti pembantu rumah tangga. Sedikit kotor saja yang dia lihat tangan dan kakinya dengan sigap membersihkan kotoran itu tanpa terkecuali.“Mas, aku mau ikutan arisan kompleks sama ibu-ibu di sini, sekalian silaturahmi dengan mereka, lagian kita kan orang baru tinggal di sini, boleh, kan?” tanyanya saat mereka sudah duduk di meja makan.Raga yang masih menikmati sarapan paginya, sungguh ini enak sekali padahal hanya nasi goreng udang mentega, dan dia pun sudah menambahnya sampai dua kali.“Terserah kamu saja, sesuai kesepakatan kita, kan? Kamu tidak perlu meminta izin dari saya untuk melakukan hal yang menurut kamu benar dan begitu juga dengan saya, kamu tidak perlu bertanya apa yang saya lakukan di luar, intinya kita jalani hidup masing-masing, kamu sudah tahu, kan alasannya?” tanya Raga tanpa melihat wajah Viona yang membosankan karena masih menikmati sarapan pagiku itu.“Terima kasih Mas, yang penting aku sudah kasih tahu Mas dan uangnya?” tanyanya lagi tanpa ragu.Raga menoleh dan terpaksa melihatnya. Lalu mengambil dompet mewahnya yang sudah bertengger di saku celana belakang. “Nggak ada uang cash tinggal lima ratus ribu di dompet kamu perlu berapa?”“Cukup seratus tujuh puluh ribu saja, Mas.”“Nih, kamu ambil sendiri uangnya di ATM, dan ini nomor PIN-nya, jangan seperti orang susah.” Raga menyerahkan sebuah kartu ATM untuknya, tapi Viona hanya menatap benda itu seperti kebingungan.“Ada apa?” tanya Raga heran.“Maaf Mas, kenapa malah kasih aku kartu ATM, uang Mas di dompet lebih dari cukup, aku hanya perlu sedikit saja,” tolaknya dengan halus.Raga mendengkus kesal, biasanya kalau wanita diberikan ATM pasti mereka bahagia atau mungkin melompat kegirangan tapi tidak dengan Viona dia tampak ragu dan terlihat murung. Untungnya pria tampan itu sudah selesai makan dan perutnya sudah tidak muat menampungnya lagi sehingga tidak merusak selera makan.“Ada apa lagi? Jangan bilang kamu tidak tahu cara menggunakannya,” selidik Raga menatap tajam ke arahnya.“Bukan begitu Mas, nanti kalau aku kebablasan bagaimana?”“Kamu tenang saja uang yang ada di dalam itu hanya untuk kamu, anggap saja uang bulanan, jadi kamu bebas untuk menggunakan uang itu, jangan khawatir semua adalah uang halal, saya tidak mungkin melakukan hal-hal yang aneh,” jelas Raga meyakinkan hatinya.“Sungguh, bisa dipakai untuk apa saja?” tanyanya memastikan.“Benar sekali, untuk kebutuhan rumah tangga saya sudah serahkan kepada Mbok Darmi jadi kamu tidak perlu bersusah payah memikirkan listrik, kebutuhan dapur atau keperluan lainnya cukup urus dirimu sendiri.” Raga tersenyum mengejek saat melihat wajah istrinya begitu bahagia,“Pasti hatinya sedang berbunga, ya iyalah wanita mana yang tidak menyukai uang, pasti mereka sangat membutuhkan untuk mempercantik diri, tapi apakah dia akan melakukannya atau dia tabung? Aku menjadi penasaran apa yang akan dia lakukan dengan uang bulanan yang aku berikan?” batin Raga kembali tersenyum.Sepuluh juta, uang bulanan yang Raga berikan secara Cuma-Cuma, tanpa harus memikirkan yang lain. Ya bagi Raga tidak masalah buatnya karena dia seorang penguasa sukses. Bahkan baginya uang segitu tidak ada artinya karena biasa dia memberikan uang bulanan untuk Vina sebesar dua puluh lima juta untuk pegangannya belum termasuk jika Vina meminta di luar dari itu, sangat suka rela memberikan kepada Vina.“Alhamdulillah, terima kasih Mas, kamu sangat baik sekali , tenang saja aku akan memakainya dengan baik,” sahutnya dengan mata yang berkaca-kaca, tapi Raga semakin tidak suka dengannya.“Kamu lebay banget sih, ya sudah saya berangkat kerja dulu. Assalamualaikum!”Viona mengantarkan Raga sampai pintu dan hal yang tak pernah dia lupakan adalah mencium takzim punggung tangan sang suami sebelum masuk ke mobil mewahnya.Tak berselang lama, Raga melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, karena ingin menjemput pujaan hati yang ingin sarapan di luar. Viona tidak tahu apa yang dia lakukan di luar sana. Raga memang tidak pernah menolak jika Vina memintaku untuk mengantarkan pergi ke mana saja. Saat lampu merah, dengan sabar menunggu, tapi mata pria tampan itu kembali dibuat terpana saat melihat Viona sedang berbicara dengan seseorang di sebuah minimarket.“Apakah itu memang Viona? Dan sedang apa dia bersama dengan pria lain?” tanyaku sambil menatap ke arahnya terus tanpa sadar tangan Raga mengepal kuat di pegangan setir mobil.Suasana sidang makin memanas. Semuanya saling menunjukkan bukti yang masih memberatkan Raga. Keluarga Subrata hanya diam dan menyimak saja. Begitu juga dengan Viona dan Raga bersikap tenang. Beberapa orang di sana memperhatikan mereka sehingga tak sedikit mereka berargumen kalau kejahatan Raga memang terbukti. Waktu terus berlalu hingga hampir satu jam. Dan saat putusan hukuman Raga ingin dibacakan tiba-tiba saja Clarissa berdiri dan meminta waktu untuk bisa berbicara. Semua orang terkejut tidak ada di agenda kalau Clarissa ikut bicara meskipun mereka hanya tahu kalau wanita paru baya itu adalah ibunya Rama yang sekarang di tahan. Untung saja hakim memperbolehkannya untuk maju dan masuk di ruang saksi. Dengan sedikit gugup Clarissa mulai angkat bicara. “Mungkin dari kalian hanya tahu kalau saya adalah ibu dari Rama Ardi Saputra Gunawan seorang pengusaha muda yang kini mendekam di penjara. “Rama dan saya masih ada hubungan keluarga dengan keluarga Subrata.”“Apa maksud Bu Clar
“Kita berdoa saja yang terbaik, Pi . Kita berangkat sekarang? Vio sudah enggak sabar ingin bertemu dengan Mas Raga dan memberikan kejutan,” sahut Vio sangat bersemangat. “Oke, kita berangkat sekarang,” sahut Papi Seno dan berjalan keluar bersama yang lain. “Bismillahirrahmanirrahim, ya Allah kuserahkan kepada-Mu semua masalah hatiku. Hamba percaya dan yakin semua akan kembali seperti semula. Keajaiban itu akan datang dan kami bisa bersama lagi. Jauhkan kami dari keserakahan dan ketamakan orang-orang yang mengalami kami. Engkau maha mengetahuinya. Aamiin.” Doa Viona sebelum dia masuk ke mobil bersama mertuanya. Dua puluh menit perjalanan akhirnya mereka sampai di pengadilan. Sudah banyak wartawan yang ingin mencari berita. Apalagi mereka mendengar kabar tentang hilangnya Viona beberapa hari ini yang telah disekap oleh Rama. Papi Seno tak mengizinkan Viona untuk bicara dengan banyak wartawan yang mengerumuninya. Untung saja masih ada beberapa anak buahnya yang masih setia men
“Kamu sudah sampai di rumah?”“Maaf Bos, kami belum bisa sampai di rumah Nyonya Clarissa. Ada tabrakan di tengah jalan dan kami terjebak di tengah jalan. Tidak bisa mundur karena banyak kendaraan lain juga.”“Bodoh, kenapa tidak cari jalan lain?” “Maaf Bos, tidak ada dan ...”“Brengsek. Kamu bisa kan cari jalan alternatif, kenapa harus lewat jalan itu? Cepat cari jalan lain, saya tidak peduli. Jika terjadi sesuatu dengan ibu saya kalian yang akan bertanggung jawab.”Rama langsung memutuskan sambungan teleponnya tanpa mendengar kembali penjelasan anak buahnya itu dan kembali menatap Viona.“Semua tidak bisa diharapkan. Kenapa semakin berantakan sih? Aku hanya ingin bersama Viona! Kenapa semua tidak menyukainya?” kesal Rama dalam hati. Dia berjalan mondar mandir di kamar sembari sesekali mencoba menghubungi ibunya, tapi tetap saja nomor yang dituju sudah tidak diaktifkan lagi. “Ti—tidak aku tidak bisa meninggalkan Viona sendirian di rumah sakit. Mereka pasti akan membawanya pergi dar
Viona berusaha untuk bangun dari tempat tidur tapi ternyata tubuhnya masih begitu lemah. Dia ingin melepaskan jarum suntik yang masih terpasang di tangannya. Namun, di saat itu juga sebuah tangan besar menghalanginya. Jantung Viona berdegup kencang saat melihat tangan laki-laki itu memegang jarum suntik yang ingin dilepaskan oleh Viona.Viona mendongkak dan benar saja tangan Rama yang telah memegangnya. “Apa yang kamu lakukan? Kamu ingin pergi dari sini?” tanya Rama dengan tatapan di dinginnya. Viona merasa tak berdaya, tak ada tenaga untuk bisa menghindar dari Rama. Hanya tatapan sayu dan ketakutan dari matanya. Rama bisa melihatnya sehingga tangannya pun berpindah perlahan. “Maaf, aku hanya ingin memastikan untuk tidak berbuat nekat dengan .. “Mas, a—aku mohon lepaskan aku!” Viona bersuara pelan dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.Rama semakin terpuruk melihat Viona yang begitu ketakutan sampai-sampai menitikkan air mata.“Vio, jangan menangis aku tidak
Rayhan mengejar Rama yang melangkah cepat meninggalkannya. “Kamu sudah enggak waras, Rama!” teriaknya. Rayhan menarik paksa tangan Rama. “Aku enggak salah dengar ka?” Rayhan mengatur napasnya yang sedikit tersengal-sengal karena mengejar Rama.“Apakah aku pernah bercanda dengan perkataanku sendiri?” tanya balik Rama dengan wajah seriusnya .“Rama dengarkan aku sebentar. Viona sedang mengandung anak Raga. Mereka saling mencintai dan Viona hamil, Rama. Kamu sudah tahu apa yang aku maksud. Jangan mengulangi kesalahan lagi. Kamu sudah membuat Raga dipenjara dan sekarang kamu ingin mengambil hidup Viona? Aku sarankan, jangan kamu melakukan hal yang akan merugikan kamu nanti kedepannya,” nasihat Rayhan membuat Rama terdiam sejenak. Rama menghela napas panjang dan kemudian berkata, Apa kamu tidak ingin membantuku, Ray?” Rayhan menepuk bahu Rama. “Maaf, Bos, aku tidak ingin melakukannya lagi. Aku tidak ingin membuat Viona kehilangan janinnya. Dia berhak hidup dan aku tidak mau nasib aka
Viona semakin berontak tapi tubuhnya tak bisa mengalahkan kekuatan pria tampan itu. Namun, Viona tak ingin pasrah begitu saja saat wajah Rama begitu dekat dengannya. Pria itu menyeringai jahat. Viona begitu marah saat tubuhnya disentuh paksa oleh pria lain. Entah dari mana kekuatan itu sehingga tanpa keraguan berusaha membenturkan kepalanya dengan Rama sangat kuat. Rama kesakitan dan langsung merenggangkan dekapannya. Viona langsung menghindar meskipun kepalanya pun langsung terasa pening. Tak lama terlihat ada tetesan darah yang keluar dari kening Viona. Cairan merah pekat itu terus mengalir membuat wajah Viona merah. Bahkan jilbab dan pakaiannya pun sudah ternoda. Rama yang masih kesakitan menjadi panik saat melihat tetesan darah itu tetap mengalir. Rama kembali mendekati dan ingin mengobati luka itu tapi dengan cepat Viona menghentikannya. “Aku harus menghentikan darahnya,” khawatir Rama yang segera mencari kotak P3K di dalam kamar itu. Dengan tangan gemetar Rama membuka s
Tepat jam sepuluh pagi persidangan Raga dimulai. Raga masuk dalam ruang persidangan dalam penjagaan ketat. Mereka beradu pandang. Mata Raga pun sempat berkaca-kaca saat melihat kedua sosok pria yang selalu ada untuknya. Bahkan Raga sangat mengkhawatirkan mereka berdua. Namun, seketika pikirannya mengingat akan sosok wanita yang selalu membuat bahagia.Viona, wanita itu tak tampak di sana membuat hatinya sedih dan geram. Apalagi di saat itu juga dia melihat kehadiran Rama dan Clarissa, dua orang yang sangat dia benci. Raga berusaha menahan amarahnya saat melihat mereka. Terlebih lagi sikap Rama yang tampak tersenyum dari kejauhan. Seno bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Raga. Dia tahu kalau Raga pasti mencari keberadaan Viona. Opa Lukman tak mencegahnya membiarkan ayah dan anak itu bicara sebentar.Raga langsung mencium punggung tangan Papa Seno dan kemudian memeluknya. “Semua akan baik-baik saja, Raga. Kamu adalah anakku. Papi tahu kamu tidak bersalah dan semua itu akan
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Persidangan untuk Raga sebentar lagi akan di gelar. Papi Seno dan Opa Lukman sudah bersiap diri untuk datang ke pengadilan. Tampak di luar gerbang rumah mereka pun beberapa pencari berita juga sudah berkumpul dan menunggu. Untung saja ada satpam penjaga yang tidak memperbolehkan mereka masuk sampai ke halaman rumah keluarga Subrata.“Papa, sudah siap? Atau lebih baik Papa di rumah saja, biar Seno saja yang datang. Lagian papa baru sembuh. Seno takut terjadi sesuatu dengan Papa nanti di sana. Raga akan lebih sedih jika menyangkut kesehatan Papa,” pinta Seno ya g masih khawatir dengan kondisi kesehatan Opa Lukman. Orang tua itu menatap sayu dan kemudian tersenyum kecil, kemudian berkata, “ Papa enggak apa-apa. Jika Papa di rumah malah kepikiran. Apalagi kita belum bisa menemukan keberadaan Viona. Apakah dia enggak apa-apa bersama Rama?” ucapnya pelan. Mendengar ucapan Opa Lukman membuat Seno kembali geram. “Sampai sekarang Seno belum bisa
Rama tetap tidak mau melepaskan Viona. Baginya wanita cantik itu harus menjadi istrinya nanti setelah bercerai dari Raga. Rama pun sudah memberikan surat perceraian yang harus di tanda tangani oleh Viona. Dia meninggalkan berkas itu di meja berharap Viona rela berpisah dengan Raga. Viona tak bisa tidur karena memikirkan nasib suaminya itu. Tapi dia pun tak berdaya semua ini. Paginya Rama pun kembali ke kamar itu untuk memastikan apakah Viona sudah mengambil keputusan atau tidak. “Katakan Vio, apakah keputusan kamu? Kita tidak mempunyai banyak waktu karena kamu tahu kan hari ini dan tinggal tiga jam lagi sidang Raga akan di gelar. Jika kamu memang mencintai Raga tentu kamu mau berkorban untuknya, kan?” bujuk Rama tersenyum kecil. “Aku tidak mau menandatangani berkas itu. Kamu sudah enggak waras, Mas!”Rama berusaha menahan amarahnya. Tangannya mengepal kuat dengan sorot mata yang tajam. “Rupanya kamu tidak peduli dengan nyawa suamimu, Vio! Apakah aku harus membuktikannya ka