Share

Batal Di Madu
Batal Di Madu
Author: Meriatih Fadilah

01. Mimpi

“Vin, aku sangat mencintaimu apa pun yang terjadi aku akan selalu bersamamu, tapi bolehkah aku memelukmu sekali lagi? Anggap saja ini pelukan terakhir kali karena mungkin kita akan jarang bertemu, kamu tahu kan bagaimana papi, jika ketahuan beliau akan menjadikan aku daging guling.”

“Mas, aku selalu ada buat kamu, kapan pun dan di mana pun kamu meminta aku akan datang. Aku sangat mencintaimu, Mas Raga.”

“Aku juga sangat mencintai kamu, Vina.”

“Mas, lepas aku enggak bisa napas, jangan kuat-kuat! Kamu sengaja ya Mas!” teriak wanita itu seketika.

Pria itu semakin memeluknya erat. “Katanya kamu cinta buktikan sama aku, kamu harus menjadi milikku, Vina!”

“Vina? Aku bukan Vina? Aku Viona, Mas! Lagian aku ini bukan guling!” Kini suara wanita itu lebih meninggi.

Raga masih berpikir kalau yang dipeluknya adalah Vina. “Duh kok hangat banget sih kamu saja minta dipeluk terus.”  Kedua matanya masih terpejam merasakan kehangatan tubuh wanita itu.

“Ya Allah Mas, lepas! Aku enggak bisa napas kalau begini,” rengek wanita itu memelas. Ingin rasanya menendang kaki berotot itu tapi dia sangat takut kalau pria tampan itu terbangun dan marah besar. Namun, sesaat kemudian Raga sadar akan suara wanita di sebelahnya yang terus meronta, dia pun mencoba membuka mata perlahan-lahan seketika Raga terlonjak kaget saat yang dia lihat ada penampakan dengan rambut tergerai panjang tepat di hadapan wajahnya.

“Han ... hantu!” Raga melepaskan pelukannya dan  mundur lima langkah dari hadapan wanita itu.

“A—apa maksud Mas? Di mana hantunya?” rengek wanita ikutan panik.

“Ka—kamulah hantunya, siapa lagi? Kenapa ada di kamar saya? Cepat pergi dari sini saya sudah menikah!” Raga memberanikan diri mengusirnya.

Wanita itu  membetulkan rambutnya yang berantakan lalu mengambil ikatan rambut yang ada di bawah bantalnya. Rambut panjang itu lalu diikat tinggi-tinggi. Dan bodohnya  Raga  baru menyadari  siapa yang ada di hadapan dia ini yaitu  istrinya wanita yang dijodohkan oleh Papi Seno untuknya.

“Ada apa Mas?” tanyanya lagi mengagetkan Raga  yang masih berdiri terpaku melihat istrinya.

“Ah! Sial sekali hari ini rencana ingin bermalasan untuk pergi ke kantor sebentar ternyata aku salah memeluk wanita,” gumamnya kesal.

“Mas, ada apa kenapa keringat gitu, kurang dingin AC nya?” tanya wanita itu yang sudah sah menjadi istri sah Raga  enam  hari yang lalu.

Raga kembali  mengucek matanya, siapa tahu wanita itu bisa berubah wujud tapi nyatanya tidak sama sekali , dia tetap seperti itu, tampil apa adanya dan membosankan.

“Ya maaf saya kira kamu kuntilanak jadi-jadian lagian ngapain sih pakai begituan, wajah kamu itu tetap enggak glowing seperti kekasih saya!” bentak Raga  seketika tapi entah apa yang ada di pikiran wanita itu tidak marah atau pun sakit hati dia tetap memberikan senyuman manis dengan menampilkan deretan gigi yang rapi dan putih bersih. Mungkin ingin dipuji, meskipun enggak cantik tetapi dia tetap mempunyai keunggulan di bagian mulut dan giginya yang putih berseri seperti Iklan  ditelevisi.

“Ih Mas Raga so sweet banget sih pagi-pagi, padahal baru juga mau bangun tapi Mas sudah membangunkan aku dengan penuh cinta, tapi jangan kuat-kuat meluknya, enggak bisa napas loh,”  sahutnya dengan tersenyum manis.

“Membangunkan kamu? Enggak ada ya saya itu hanya kaget melihat benda asing di mata saya dan kamu salah satunya,” rutuk Raga kesal. Daripada meladeni wanita itu lebih baik Raga pergi membersihkan diri.

“Mas, mau ke mana?”

“Mau makan!”  sahut Raga tanpa menoleh.

“Kok di kamar mandi, kalau makan tuh di meja makan, nanti aku  siapkan di sana!” teriaknya masih bisa terdengar sampai kamar mandi.

Satu lagi yang menjadi keunggulan Viona, dia bisa memasak. Memang sih masakannya membuat Raga  ketagihan. Lidah dan perutnya bisa diajak kompromi dan menerima dengan ikhlas. Intinya untuk urusan rumah tangga dia sangat pandai dan cekatan, mungkin melebihi seperti pembantu rumah tangga. Sedikit kotor saja yang dia lihat tangan dan kakinya dengan sigap membersihkan kotoran itu tanpa terkecuali.

“Mas, aku mau ikutan arisan kompleks sama ibu-ibu di sini, sekalian silaturahmi dengan mereka, lagian kita kan orang baru tinggal di sini, boleh, kan?” tanyanya saat mereka sudah duduk di meja makan.

Raga yang masih menikmati sarapan paginya,  sungguh ini enak sekali  padahal hanya nasi goreng udang mentega, dan dia pun sudah menambahnya sampai dua kali.

“Terserah kamu saja, sesuai kesepakatan kita, kan? Kamu tidak perlu meminta izin dari saya untuk melakukan hal yang menurut kamu benar dan begitu juga dengan saya, kamu tidak perlu bertanya apa yang saya lakukan di luar, intinya kita jalani hidup masing-masing, kamu sudah tahu, kan alasannya?” tanya Raga  tanpa melihat wajah Viona yang membosankan karena masih menikmati sarapan pagiku itu.

“Terima kasih Mas, yang penting aku sudah kasih tahu Mas dan uangnya?” tanyanya lagi tanpa ragu.

Raga  menoleh dan terpaksa melihatnya. Lalu mengambil dompet mewahnya yang sudah bertengger di saku celana belakang. “Nggak ada uang cash tinggal lima ratus ribu di dompet   kamu perlu berapa?”

“Cukup seratus tujuh puluh ribu saja, Mas.”

“Nih, kamu ambil sendiri uangnya di ATM, dan ini nomor PIN-nya,  jangan seperti orang susah.” Raga menyerahkan sebuah kartu ATM untuknya, tapi Viona hanya menatap benda itu seperti kebingungan.

“Ada apa?” tanya Raga heran.

“Maaf Mas, kenapa malah kasih aku kartu ATM, uang Mas di dompet lebih dari cukup, aku hanya perlu sedikit saja,” tolaknya dengan halus.

Raga  mendengkus kesal, biasanya kalau wanita diberikan ATM pasti mereka bahagia atau mungkin melompat kegirangan tapi tidak dengan Viona dia tampak ragu dan terlihat murung. Untungnya pria tampan itu sudah selesai makan dan perutnya sudah tidak muat menampungnya lagi sehingga tidak merusak selera makan.

“Ada apa lagi? Jangan bilang kamu tidak tahu cara menggunakannya,” selidik Raga  menatap tajam ke arahnya.

“Bukan begitu Mas, nanti kalau aku kebablasan bagaimana?”

“Kamu tenang saja uang yang ada di dalam itu hanya untuk kamu, anggap saja uang bulanan, jadi kamu bebas untuk menggunakan uang itu, jangan khawatir semua adalah uang halal, saya tidak mungkin melakukan hal-hal yang aneh,” jelas Raga  meyakinkan hatinya.

“Sungguh, bisa dipakai untuk apa saja?” tanyanya memastikan.

“Benar sekali, untuk kebutuhan rumah tangga saya sudah serahkan kepada Mbok Darmi jadi kamu tidak perlu bersusah payah memikirkan listrik, kebutuhan dapur atau keperluan lainnya cukup urus dirimu sendiri.” Raga tersenyum mengejek saat melihat wajah istrinya begitu bahagia,

“Pasti hatinya sedang berbunga, ya iyalah wanita mana yang tidak menyukai uang, pasti mereka sangat membutuhkan untuk mempercantik diri, tapi apakah dia akan melakukannya atau dia tabung? Aku menjadi penasaran apa yang akan dia lakukan dengan uang bulanan yang aku berikan?” batin Raga kembali tersenyum.

Sepuluh juta, uang bulanan yang Raga berikan secara Cuma-Cuma, tanpa harus memikirkan yang lain.  Ya bagi Raga  tidak masalah buatnya  karena dia  seorang penguasa sukses. Bahkan baginya uang segitu tidak ada artinya karena biasa dia memberikan uang bulanan untuk Vina sebesar dua puluh lima juta untuk pegangannya belum termasuk jika Vina meminta di luar dari itu, sangat suka rela memberikan kepada Vina.

“Alhamdulillah, terima kasih Mas, kamu sangat baik sekali , tenang saja aku akan memakainya dengan baik,” sahutnya dengan mata yang berkaca-kaca, tapi Raga semakin tidak suka dengannya.

“Kamu lebay banget sih, ya sudah saya berangkat kerja dulu. Assalamualaikum!”

Viona mengantarkan Raga sampai pintu dan hal yang tak pernah dia lupakan adalah mencium takzim punggung tangan sang suami sebelum  masuk ke mobil mewahnya.

Tak berselang lama, Raga melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, karena ingin menjemput pujaan hati yang ingin sarapan di luar. Viona tidak tahu apa yang dia lakukan di luar sana. Raga memang tidak pernah menolak jika Vina memintaku untuk mengantarkan pergi ke mana saja. Saat lampu merah, dengan sabar menunggu, tapi mata pria tampan itu kembali dibuat terpana saat melihat Viona sedang berbicara dengan seseorang di sebuah minimarket.

“Apakah itu memang Viona? Dan sedang apa dia bersama dengan pria lain?” tanyaku sambil menatap ke arahnya terus tanpa sadar tangan Raga  mengepal kuat di pegangan setir mobil.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status