Home / Fantasi / Bayangan Darah Sang Putra Buangan / 10. BAYANGAN YANG MEMILIH

Share

10. BAYANGAN YANG MEMILIH

Author: Aleena Tan
last update Last Updated: 2025-11-22 11:00:55

“Dia … bukan—” Kata-kata itu tidak sempat selesai.

Bayangan Kael menutup seperti kepak sayap raksasa, menghantam udara dengan suara ‘DUM’ rendah yang membuat pepohonan di kiri-kanan melengkung. Dua Pemburu Emas itu terlempar mundur, tubuh mereka membentur tanah keras.

Kael berdiri tanpa bergerak, bayangan di belakangnya berkedip-kedip seperti napas makhluk hidup.

Perempuan yang terluka di balik semak itu memandangi Kael tanpa berkedip. Jarak mereka cukup jauh, namun ada sesuatu yang aneh karena setiap kali Kael bergerak, tubuh perempuan itu merespons, seolah aura Kael memengaruhi detak jantungnya sendiri.

Bukan karena takut, justru sebaliknya.

Seperti tubuhnya mengenali sesuatu yang logikanya tidak bisa menjelaskan.

“Dia bukan manusia!” Pemburu paling tinggi akhirnya selesai kalimatnya.

Kael mengangkat wajah sedikit. “Terlambat menyadarinya.”

Bayangan melesat dari tan

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   10. BAYANGAN YANG MEMILIH

    “Dia … bukan—” Kata-kata itu tidak sempat selesai.Bayangan Kael menutup seperti kepak sayap raksasa, menghantam udara dengan suara ‘DUM’ rendah yang membuat pepohonan di kiri-kanan melengkung. Dua Pemburu Emas itu terlempar mundur, tubuh mereka membentur tanah keras.Kael berdiri tanpa bergerak, bayangan di belakangnya berkedip-kedip seperti napas makhluk hidup.Perempuan yang terluka di balik semak itu memandangi Kael tanpa berkedip. Jarak mereka cukup jauh, namun ada sesuatu yang aneh karena setiap kali Kael bergerak, tubuh perempuan itu merespons, seolah aura Kael memengaruhi detak jantungnya sendiri.Bukan karena takut, justru sebaliknya.Seperti tubuhnya mengenali sesuatu yang logikanya tidak bisa menjelaskan.“Dia bukan manusia!” Pemburu paling tinggi akhirnya selesai kalimatnya.Kael mengangkat wajah sedikit. “Terlambat menyadarinya.”Bayangan melesat dari tan

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   9. PEMBURU TINGKAT EMAS

    Kabut malam menebal, mengitari batang pohon seperti asap yang berusaha melarikan diri. Tiga Pemburu Tingkat Emas berdiri tegak di dahan tertinggi, tubuh mereka tegang, tetapi bukan ketakutan, mereka adalah profesional.Kael menatap mereka dari bawah, jubah malamnya berkibar tanpa angin. Bayangan menyatu di belakangnya, membentuk pola seperti sayap patah yang merunduk dan membuka kembali, siap melahap apa pun yang bergerak.“Aku tidak punya waktu banyak,” katanya pelan. Suara itu tidak keras, tetapi memecah udara sampai daun-daun di sekitarnya bergetar halus.Tiga pemburu itu saling bertukar pandang, sebelum pemimpin mereka mengangkat tangan, memberi kode.“Bola jarring, sekarang!”Dua pemburu menggerakkan jari mereka cepat. Formasi segel muncul di udara, membentuk jaring tak terlihat yang menutup dari atas, seperti kubah cahaya tipis.“Ada banyak monster yang keluar dari lembah,” gumam salah satunya. &ldqu

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   8. MEREKA YANG MENUNGGU KEMATIAN

    Hutan di luar lembah menahan napas saat Kael melangkah. Tidak ada suara ranting patah, tidak ada desir rumput digesek angin. Bahkan suara detak jantung alam seperti ikut mengecil, seolah menyesuaikan dengan ritme jantung Kael yang baru, ritme yang tidak dimiliki makhluk hidup mana pun.Bayangan di bawah kakinya berubah bentuk setiap beberapa langkah, seperti tinta yang mencari pola baru. Kadang memanjang seperti ular hitam, kadang melebar seperti genangan, kadang bergerigi seperti gigi.Semua itu tidak Kael kendalikan dengan sengaja, itu hanya reaksi bayangan terhadap keberadaannya.Ia mengikuti jejak pemburu tanpa tergesa. Setiap bau darah kering, sisa makanan, atau gesekan sepatu di tanah membentuk garis peta yang Kael lihat dengan sangat jelas, meski matanya tidak benar-benar menatap tanah.Sekarang ia tidak membaca dunia dengan mata, ia membaca dunia dengan kegelapan.“Delapan ratus meter,” gumamnya. “Kelompok pertama.”

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   7. LANGKAH PERTAMA

    Hujan berhenti sebelum Kael muncul dari balik kabut. Bukan karena cuaca berubah, tetapi karena udara memutuskan untuk tidak menyentuhnya.Setiap tetes yang jatuh beberapa meter darinya membeku, berubah menjadi serpihan gelap sebelum runtuh seperti pasir hitam. Langkah pertama Kael di luar lembah membuat tanah mengerut, seolah akar dunia yang tak terlihat sedang mundur agar tidak tersentuh.Angin pun ragu untuk lewat.Kael berdiri di pintu lembah seperti seseorang yang baru saja kembali dari kematian, tetapi tidak membawa kematian sebagai beban. Ia membawanya sebagai perintah.Bayangan di bawah kakinya bergerak, menyebar perlahan, tidak seperti kabut yang meluas, tetapi seperti makhluk lapar yang sedang mencium arah mangsanya.“Dunia luar masih sama,” gumam Kael, suaranya pelan, tenang, namun membuat udara sekitarnya bergetar. “Terlalu terang.”Ia mengangkat tangan. Jubah Malam membentuk aliran tipis di belakangnya, be

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   6. DENYUT YANG TERBANGUN

    Kabut menelan Kael seolah lembah sedang menarik nafas panjang, suhu jatuh drastis. Gelap bukan hanya warna, melainkan zat, ia padat, seperti udara yang sedang menebal untuk membentuk sesuatu yang belum memilih wujud.Kael merasakan dirinya jatuh atau ditarik, atau tidak bergerak sama sekali. Sulit ditebak di tempat yang tidak mengenali arah. Setiap helai kabut yang menyentuh kulitnya seperti menyedot lapisan-lapisan terakhir yang membuatnya ‘manusia’.Itu tujuanmu, bisik sesuatu. Bukan menjadi manusia, tapi menjadi sesuatu yang mereka tidak berani beri nama.Kael tidak menjawab, ia membiarkan kegelapan membentuk dirinya ulang.Lalu, dunia retak. Bukan secara fisik, tetapi di dalam tubuh Kael.Bayangan naik dari kakinya, menyapu lutut, pinggang, bahu, menekan dada, menyelam masuk melalui kulit dan memaksa tubuhnya menerima kekuatan asing yang pernah menelan enam pewaris sebelumnya.Kegelapan bukan lagi kabut, ia menjadi mulut.Dan Kael merasakan prosesnya. Darahnya membara, jantungnya

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   5. UJIAN PERTAMA

    Keheningan itu seperti kulit kedua. Menempel pada napas Kael saat ia menatap dua mata tanpa cahaya yang mengapung di ujung lorong. Pertanyaan lembah masih menggantung, tajam seperti paku, “Apakah kau datang sebagai daging … atau sebagai penguasa?”Kael tidak menjawab dengan kata. Ia menjawab dengan langkah. Satu, dua, bayangannya memanjang, menjembatani jarak seperti tinta yang tahu ke mana harus mengalir.Mata itu mengecil. Batu di sekelilingnya bergetar pelan, lalu dinding membuka ke ruangan bundar yang dikelilingi lempeng-lempeng batu berukir, setiap ukiran menyerupai luka. Udara membawa bau logam basah.Harga, bisik sesuatu dari darahnya. Di tempat ini, setiap pintu memiliki lidah dan gigi.Kael mengangkat telapak tangan. Luka di dada masih menghitam. “Ambil,” katanya datar.Lantai bereaksi. Urat-urat hitam di batu menyala, menelan setetes darah yang jatuh dari ujung jarinya. Dalam sekejap, ukiran-ukiran di dinding menyala bergantian, membentuk kalimat yang tidak dibuat untuk diba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status