Share

9. PEMBURU TINGKAT EMAS

Penulis: Aleena Tan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-21 11:00:36

Kabut malam menebal, mengitari batang pohon seperti asap yang berusaha melarikan diri. Tiga Pemburu Tingkat Emas berdiri tegak di dahan tertinggi, tubuh mereka tegang, tetapi bukan ketakutan, mereka adalah profesional.

Kael menatap mereka dari bawah, jubah malamnya berkibar tanpa angin. Bayangan menyatu di belakangnya, membentuk pola seperti sayap patah yang merunduk dan membuka kembali, siap melahap apa pun yang bergerak.

“Aku tidak punya waktu banyak,” katanya pelan. Suara itu tidak keras, tetapi memecah udara sampai daun-daun di sekitarnya bergetar halus.

Tiga pemburu itu saling bertukar pandang, sebelum pemimpin mereka mengangkat tangan, memberi kode.

“Bola jarring, sekarang!”

Dua pemburu menggerakkan jari mereka cepat. Formasi segel muncul di udara, membentuk jaring tak terlihat yang menutup dari atas, seperti kubah cahaya tipis.

“Ada banyak monster yang keluar dari lembah,” gumam salah satunya. “Kita tahu cara menahan mereka.”

Kael tidak menatap jaring itu, ia hanya melangkah sepersekian detik, kemudian jaring itu pecah, pecah tanpa menyentuh Kael dan pecah tanpa suara. Seolah-olah cahaya itu takut menyentuh dirinya.

Pria bertubuh besar dari kelompok itu terhuyung, tak percaya. “Itu … itu segel tingkat empat! Bagaimana—”

Kael menjawab tanpa emosi, “Karena itu hanya cahaya.”

Bayangan melonjak dari kakinya seperti makhluk hidup, menggulung dahan atau akar mana pun yang berani mendekat. Pemburu kurus yang paling waspada langsung menendang tanah, melompat ke belakang untuk menciptakan jarak.

Namun Kael tidak mengejar, tidak perlu, tapi bayangan mengejar untuknya.

Gelombang hitam tipis menyambar seperti cambuk. Pemburu kurus itu menangkis dengan pedangnya, tetapi pedang itu retak.

“Tidak mungkin…” Suaranya memecah, antara kagum dan takut.

Sementara itu, pemimpin kelompok itu tetap berdiri tegap. Matanya menyipit, menganalisis Kael seperti membaca ancaman yang harus ditelan, bukan dihindari.

“Kau bukan monster.” Nada suaranya tegas. “Kau … sesuatu yang dibentuk dengan tujuan.”

Kael menatapnya, tatapan itu membuat pemimpin itu merasa seperti bayangannya sendiri ingin melarikan diri.

“Benar,” jawab Kael. “Tujuan itu sedang mendekat ke kalian.”

Ia mengangkat jari sedikit, bayangan mulai naik dari akar pohon, membungkus batang seperti ular.

Namun sesuatu berubah, Kael berhenti. Bukan karena pemburu, bukan karena ancaman. Namun karena wangi samar bunga darah, bercampur dengan aroma feminitas halus yang tidak seharusnya ada di wilayah pemburu.

Kael menoleh sedikit.

Di balik semak gelap, seseorang berbaring menyandar pada pohon besar. Tubuhnya lemah, bahunya terluka dalam, pakaian compang-camping. Rambut hitam panjangnya lengket oleh hujan. Napasnya tidak stabil.

Seorang perempuan.

Namun bukan perempuan biasa, Kael bisa merasakan energi tersembunyi, halus, terselubung. Aura yang bukan milik pemburu, bukan murid sekte.

Aura tersegel, kekuatan tidur.

Pantas ia bisa bertahan sejauh ini meski terluka.

Kael mengangkat wajah sedikit. Matanya yang hitam pekat bertemu dengan mata perempuan itu, mata berwarna merah gelap, seperti bara kecil.

Sesaat, dunia berhenti bergerak.

Perempuan itu tampak ketakutan, tetapi bukan takut pada Kael. Lebih tepatnya takut Kael melihat apa pun yang ia sembunyikan.

Dan Kael melihat. Ia melihat luka, melihat kekuatan yang terpasung. Ia melihat seseorang yang tidak seharusnya berada di sini.

Dan untuk pertama kalinya sejak keluar dari lembah, Kael merasakan sesuatu yang bukan amarah, bukan dingin, bukan rasa menghakimi. Melainkan rasa penasaran.

“Dia bukan target,” gumam pemimpin pemburu. “Dia hanya saksi, abaikan!”

Kael menurunkan tangannya pelan.

“Aku tidak menyuruhmu bicara tentangnya,” ujarnya dingin.

Ketegangan di udara berubah.

Bayangan Kael menggulung, dan pemburu-pemburu itu langsung tahu, Kael berubah prioritas.

Salah satu pemburu reflek memindah posisi, melindungi perempuan itu. “Kael! Jika kau menyentuhnya, Persekutuan Pemburu akan—”

Kael menatapnya.

“Salah langkah.”

Bayangan naik dari tanah seperti puluhan tangan hitam menarik pemburu itu ke udara. Membungkusnya melemparkannya ke sisi lain hutan dengan suara pohon patah.

Perempuan itu tersentak kecil.

Kael tidak menatap pemburu yang terlempar, ia hanya menoleh pada perempuan itu, menghampiri satu langkah.

Semak di sekitarnya layu saat ia mendekat.

Perempuan itu menggenggam dadanya. Ketakutan dan lemah, tetapi pandangan matanya tetap kuat.

“Jangan mendekat,” bisiknya, suaranya hampir hilang. “Aku … membawa masalah.”

Kael berhenti setengah langkah darinya, bayangan melingkari kakinya seperti hewan penasaran.

“Mereka yang membawa masalah,” jawab Kael pelan, “Biasanya lebih menarik daripada mereka yang membawakan pemakaman.”

Mata perempuan itu membesar sedikit, terkejut bahwa seseorang sekejam ini bisa berbicara semanusia itu.

Kael memiringkan kepala, “Siapa namamu?”

Perempuan itu membuka mulutnya, namun sebelum ia menjawab, pemimpin pemburu berteriak, “JANGAN BICARA PADANYA!”

Kael mengalihkan tatapan, hanya sedikit. Dan tanah bergetar.

Bayangan membentuk garis seperti sabit hitam di udara, menghantam pohon tempat pemburu berdiri.

Pertempuran besar dimulai.

Dan perempuan misterius itu sebagai saksi pertama Kael, mungkin satu-satunya orang yang mampu menatap kegelapannya tanpa runtuh.

Bayangan Kael mencondong ke depan seperti kawanan binatang buas yang baru saja dilepas dari rantai panjang. Tanah di bawahnya meretak kecil, bukan karena tekanan fisik, melainkan karena udara di sekitar Kael berubah menjadi lebih padat, lebih berat, lebih tertekan, seperti gravitasi yang marah.

Di atas dahan, tiga Pemburu Tingkat Emas itu menelan ludah hampir bersamaan. Aura Kael terasa berbeda dari laporan apa pun yang pernah diterima Persekutuan Pemburu. Bukan hanya kuat, tetapi terlalu sunyi, terlalu terkontrol, seperti kekuatan yang menolak menunjukkan seluruh dirinya.

“Formasi Tiga Garis, sekarang!” Pemimpin mereka memberi aba-aba.

Ketiganya bergerak cepat. Tubuh mereka bergabung dalam pola segitiga yang menghasilkan lingkaran cahaya emas pucat. Ratusan jarum aura terbentuk di udara di antara mereka, kecil, sangat tajam, dan diarahkan seluruhnya pada Kael.

“Satu sentuhan, dan tubuhmu akan—”

“Putus!” Kael menyelesaikan kalimat itu dengan suara datar. “Sudah kudengar.”

Jarum-jarum itu meluncur. Cepat, tepat, tanpa ruang menghindar.

Bayangan di bawah Kael merendah, menipis, lalu tiba-tiba mengembang seperti tameng hidup.

TAP. TAP. TAP.

Setiap jarum aura yang menyentuh bayangan itu menghilang, bukan terpental, bukan dihancurkan, melainkan diserap, seolah dilempar ke dalam ruang yang tidak mengenal kata ‘kembali’.

Pemimpin pemburu ternganga, “Itu bukan teknik defensif!”

“Bukan.” Kael mengakui. “Itu kelaparan.”

Ia mengangkat tangan sedikit, bayangan mengikuti gerakan itu, membentuk pusaran tipis, naik perlahan ke udara seperti asap yang menunggu perintah.

Pemburu kurus di kiri gemetar. “Apa itu memakan aura kita?”

Kael menatapnya. “Bayangan memakan apa pun yang hidup,” katanya pelan. “Dan aura kalian … masih bernapas.”

Gelombang kegelapan menyambar.

Pemburu emas melompat ke belakang, terlalu lambat. Bayangan menamparnya seperti ombak hitam, membuat tubuhnya terlempar berpuluh meter dan menghantam batang pohon besar hingga retak.

Dua lainnya langsung menyerang, satu menebas dengan pedang emas, yang lain menembakkan tombak aura.

Kael melangkah maju, bukan menghindar, bukan menangkis. Dia … masuk ke serangan itu.

Pedang emas itu mengenai dada Kael, atau seharusnya begitu. Namun logam itu menembus bayangan gelap yang tiba-tiba memadat seperti air hitam, membuat bilahnya berhenti seolah menabrak tembok.

Tombak aura meluncur ke wajah Kael, bayangan di matanya bergerak. Tombak itu berubah menjadi debu hitam di udara.

Dua pemburu itu terpaku.

“Dia … bukan—”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   10. BAYANGAN YANG MEMILIH

    “Dia … bukan—” Kata-kata itu tidak sempat selesai.Bayangan Kael menutup seperti kepak sayap raksasa, menghantam udara dengan suara ‘DUM’ rendah yang membuat pepohonan di kiri-kanan melengkung. Dua Pemburu Emas itu terlempar mundur, tubuh mereka membentur tanah keras.Kael berdiri tanpa bergerak, bayangan di belakangnya berkedip-kedip seperti napas makhluk hidup.Perempuan yang terluka di balik semak itu memandangi Kael tanpa berkedip. Jarak mereka cukup jauh, namun ada sesuatu yang aneh karena setiap kali Kael bergerak, tubuh perempuan itu merespons, seolah aura Kael memengaruhi detak jantungnya sendiri.Bukan karena takut, justru sebaliknya.Seperti tubuhnya mengenali sesuatu yang logikanya tidak bisa menjelaskan.“Dia bukan manusia!” Pemburu paling tinggi akhirnya selesai kalimatnya.Kael mengangkat wajah sedikit. “Terlambat menyadarinya.”Bayangan melesat dari tan

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   9. PEMBURU TINGKAT EMAS

    Kabut malam menebal, mengitari batang pohon seperti asap yang berusaha melarikan diri. Tiga Pemburu Tingkat Emas berdiri tegak di dahan tertinggi, tubuh mereka tegang, tetapi bukan ketakutan, mereka adalah profesional.Kael menatap mereka dari bawah, jubah malamnya berkibar tanpa angin. Bayangan menyatu di belakangnya, membentuk pola seperti sayap patah yang merunduk dan membuka kembali, siap melahap apa pun yang bergerak.“Aku tidak punya waktu banyak,” katanya pelan. Suara itu tidak keras, tetapi memecah udara sampai daun-daun di sekitarnya bergetar halus.Tiga pemburu itu saling bertukar pandang, sebelum pemimpin mereka mengangkat tangan, memberi kode.“Bola jarring, sekarang!”Dua pemburu menggerakkan jari mereka cepat. Formasi segel muncul di udara, membentuk jaring tak terlihat yang menutup dari atas, seperti kubah cahaya tipis.“Ada banyak monster yang keluar dari lembah,” gumam salah satunya. &ldqu

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   8. MEREKA YANG MENUNGGU KEMATIAN

    Hutan di luar lembah menahan napas saat Kael melangkah. Tidak ada suara ranting patah, tidak ada desir rumput digesek angin. Bahkan suara detak jantung alam seperti ikut mengecil, seolah menyesuaikan dengan ritme jantung Kael yang baru, ritme yang tidak dimiliki makhluk hidup mana pun.Bayangan di bawah kakinya berubah bentuk setiap beberapa langkah, seperti tinta yang mencari pola baru. Kadang memanjang seperti ular hitam, kadang melebar seperti genangan, kadang bergerigi seperti gigi.Semua itu tidak Kael kendalikan dengan sengaja, itu hanya reaksi bayangan terhadap keberadaannya.Ia mengikuti jejak pemburu tanpa tergesa. Setiap bau darah kering, sisa makanan, atau gesekan sepatu di tanah membentuk garis peta yang Kael lihat dengan sangat jelas, meski matanya tidak benar-benar menatap tanah.Sekarang ia tidak membaca dunia dengan mata, ia membaca dunia dengan kegelapan.“Delapan ratus meter,” gumamnya. “Kelompok pertama.”

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   7. LANGKAH PERTAMA

    Hujan berhenti sebelum Kael muncul dari balik kabut. Bukan karena cuaca berubah, tetapi karena udara memutuskan untuk tidak menyentuhnya.Setiap tetes yang jatuh beberapa meter darinya membeku, berubah menjadi serpihan gelap sebelum runtuh seperti pasir hitam. Langkah pertama Kael di luar lembah membuat tanah mengerut, seolah akar dunia yang tak terlihat sedang mundur agar tidak tersentuh.Angin pun ragu untuk lewat.Kael berdiri di pintu lembah seperti seseorang yang baru saja kembali dari kematian, tetapi tidak membawa kematian sebagai beban. Ia membawanya sebagai perintah.Bayangan di bawah kakinya bergerak, menyebar perlahan, tidak seperti kabut yang meluas, tetapi seperti makhluk lapar yang sedang mencium arah mangsanya.“Dunia luar masih sama,” gumam Kael, suaranya pelan, tenang, namun membuat udara sekitarnya bergetar. “Terlalu terang.”Ia mengangkat tangan. Jubah Malam membentuk aliran tipis di belakangnya, be

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   6. DENYUT YANG TERBANGUN

    Kabut menelan Kael seolah lembah sedang menarik nafas panjang, suhu jatuh drastis. Gelap bukan hanya warna, melainkan zat, ia padat, seperti udara yang sedang menebal untuk membentuk sesuatu yang belum memilih wujud.Kael merasakan dirinya jatuh atau ditarik, atau tidak bergerak sama sekali. Sulit ditebak di tempat yang tidak mengenali arah. Setiap helai kabut yang menyentuh kulitnya seperti menyedot lapisan-lapisan terakhir yang membuatnya ‘manusia’.Itu tujuanmu, bisik sesuatu. Bukan menjadi manusia, tapi menjadi sesuatu yang mereka tidak berani beri nama.Kael tidak menjawab, ia membiarkan kegelapan membentuk dirinya ulang.Lalu, dunia retak. Bukan secara fisik, tetapi di dalam tubuh Kael.Bayangan naik dari kakinya, menyapu lutut, pinggang, bahu, menekan dada, menyelam masuk melalui kulit dan memaksa tubuhnya menerima kekuatan asing yang pernah menelan enam pewaris sebelumnya.Kegelapan bukan lagi kabut, ia menjadi mulut.Dan Kael merasakan prosesnya. Darahnya membara, jantungnya

  • Bayangan Darah Sang Putra Buangan   5. UJIAN PERTAMA

    Keheningan itu seperti kulit kedua. Menempel pada napas Kael saat ia menatap dua mata tanpa cahaya yang mengapung di ujung lorong. Pertanyaan lembah masih menggantung, tajam seperti paku, “Apakah kau datang sebagai daging … atau sebagai penguasa?”Kael tidak menjawab dengan kata. Ia menjawab dengan langkah. Satu, dua, bayangannya memanjang, menjembatani jarak seperti tinta yang tahu ke mana harus mengalir.Mata itu mengecil. Batu di sekelilingnya bergetar pelan, lalu dinding membuka ke ruangan bundar yang dikelilingi lempeng-lempeng batu berukir, setiap ukiran menyerupai luka. Udara membawa bau logam basah.Harga, bisik sesuatu dari darahnya. Di tempat ini, setiap pintu memiliki lidah dan gigi.Kael mengangkat telapak tangan. Luka di dada masih menghitam. “Ambil,” katanya datar.Lantai bereaksi. Urat-urat hitam di batu menyala, menelan setetes darah yang jatuh dari ujung jarinya. Dalam sekejap, ukiran-ukiran di dinding menyala bergantian, membentuk kalimat yang tidak dibuat untuk diba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status