Share

Bab 5

Author: Seli
Saat kembali membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit.

Dokter memeriksa kondisiku, lalu menghela napas lega.

"Luka lecet di tubuh Anda nggak serius, kedua bayi dalam kandungan juga baik-baik saja."

"Dua?" ujarku dengan terkejut. Awalnya, aku mengira hanya ada satu, tidak disangka ternyata sepasang.

Kehadiran anak-anak itu sedikit mengikis perasaanku terhadap Ronan.

Tanpa sadar, aku meraba perutku yang masih rata, tetapi di dalamnya tengah tumbuh dua kehidupan baru.

"Ya, kembar laki-laki dan perempuan. Mereka sehat."

Mendengar penjelasan dokter, aku pun lega. Rasa syukur selamat dari bencana memenuhi hatiku.

Syukurlah anak-anak baik-baik saja.

Tiba-tiba, dari kamar sebelah terdengar suara yang begitu familier. Tubuhku seketika menegang.

Itu suara Ronan.

Sambil menahan rasa sakit di tubuh, aku turun dari tempat tidur dengan langkah terhuyung, lalu berjalan menyusuri lorong hingga sampai di depan kamar sebelah.

Pintu yang tidak tertutup rapat membuatku bisa melihat ke dalam melalui celahnya.

Sophie terbaring di atas tempat tidur, wajahnya pucat, pergelangan tangan berbalut perban, dia tampak begitu lemah dan menyedihkan.

Beberapa dokter mengelilinginya dan sibuk melakukan berbagai pemeriksaan.

Ronan duduk di tepi tempat tidur, dia menggenggam erat tangan Sophie dengan tatapan lembut penuh kasih.

"Sophie, jangan takut, aku ada di sini."

Sophie bersandar di pelukannya dan mengangguk lemah.

"Ronan, aku takut, takut nggak bisa bertemu denganmu lagi."

"Jangan bicara sembarangan. Kita akan selalu bersama."

Ronan menenangkannya dengan suara lembut, sambil menepuk-nepuk punggung Sophie pelan. Melihat kemesraan mereka, hatiku terasa sakit.

Rasa sakit hebat menyeruak di dadaku, aku segera memalingkan kepala, enggan melihat lagi.

Ternyata, begini rasanya menyaksikan dengan mata kepala sendiri orang yang kucintai bersama wanita lain.

Rasa sakitnya begitu tidak tertahankan.

Aku menutup mulut dan berjalan kembali ke ruang rawat dengan terhuyung. Tanpa memedulikan perawat yang berusaha menghentikan, aku tetap bersikeras mengurus prosedur keluar rumah sakit.

Sesampainya di vila, aku melanjutkan mengemas barang-barang.

Semua hadiah yang pernah diberikan Ronan, aku biarkan tetap tersimpan di lemari dan tidak aku sentuh. Aku hanya membawa paspor, dokumen, dan beberapa helai pakaian ganti.

Setelah selesai berkemas, aku melepas foto kami berdua di sisi tempat tidur. Aku menatap lama wajahku yang tersenyum bahagia dalam foto itu. Setelah terdiam cukup lama, akhirnya aku meremasnya menjadi gumpalan dan melemparkannya ke tong sampah.

Ronan, mulai sekarang, kita tidak akan pernah berjumpa lagi.

Aku menarik koper, meninggalkan vila itu tanpa menoleh sedikit pun.

Setelah memperoleh visa, aku menghapus seluruh data identitasku, membeli tiket pesawat sekali jalan paling cepat, lalu meninggalkan tempat penuh luka ini untuk selamanya.

Pesawat menembus awan, aku menatap ke bawah lewat jendela. Kota yang begitu kukenal makin lama makin kecil, hingga perlahan menjadi titik kecil, sampai akhirnya hilang dari pandangan.

Aku memejamkan mata, hatiku diliputi rasa campur aduk.

Selamat tinggal, Ronan.

Sementara itu, setelah menenangkan Sophie, Ronan baru teringat padaku. Dia buru-buru kembali ke rumah sakit.

Begitu mendorong pintu ruang rawat, dia hanya mendapati ruangan itu kosong. Seorang perawat kebetulan masuk untuk mengganti cairan infus, Ronan segera menghampiri dan bertanya dengan cemas.

"Di mana pasien yang seharusnya ada di sini?"

Perawat itu terdiam sejenak, lalu menjelaskan.

"Dia baru saja pulang."

"Apa?"

Perawat itu masih menambahkan, "Kalau Anda keluarga pasien, jangan lupa mengingatkan pasien untuk rutin mengonsumsi suplemen zat besi dan kalsium. Memasuki trimester pertama, tubuh sangat membutuhkan asupan tambahan. Lagi pula, pasien sedang mengandung sepasang anak kembar laki-laki dan perempuan, bebannya tentu lebih berat."

Ronan seakan tersambar petir, tubuhnya membeku di tempat.

Mollie hamil?

Kenapa dia tidak memberi tahuku?

Urat di pelipisnya menegang. Ronan berbalik dan berlari keluar rumah sakit, lalu melajukan mobil sekencang mungkin menuju vila.

"Mollie!"

Ronan memanggil sekali, tetapi tidak ada jawaban.

Ruang tamu kosong, dapur kosong, di mana-mana tidak ada siapa pun.

Hati Ronan terasa tenggelam. Dia mendadak mendorong pintu kamarku, tetapi yang terlihat hanyalah kamar tidur yang kosong, semua barang-barangku sudah lenyap.

Yang tersisa hanyalah foto kami berdua yang sudah aku sobek dan tergeletak di dalam tong sampah.

Di sebelahnya ada kotak yang sudah aku rapikan, isinya adalah barang-barang pemberian Ronan.

Ronan tertegun di tempat, firasat buruk merayapi hatinya.

Dia segera mengeluarkan ponsel dan menekan nomorku. Namun, yang terdengar dari seberang hanyalah suara dingin, ponsel telah dimatikan.

"Mollie, angkat teleponku, kamu ada di mana?"

Ronan menelepon berkali-kali, tetapi tetap tidak ada jawaban.

Akhirnya, Ronan terduduk lemas di lantai. Untuk pertama kalinya, rasa panik yang begitu hebat menyeruak di dalam dadanya.

Mollie, apa kamu benar-benar tidak menginginkanku lagi?

Saat itu, tiba-tiba telepon dari asistennya masuk.

Ronan seperti menemukan seberkas harapan, dia segera mengangkatnya.

"Apa kamu sudah menemukan Mollie?"

Sang asisten terdiam sejenak, lalu dengan suara bergetar berkata.

"Pak Ronan, saya sudah menemukan Nona Mollie, tapi..."

"Tapi apa?"

Detak jantung Ronan makin cepat, perasaan tidak tenang menyelimuti dirinya.

Sang asisten menarik napas dalam-dalam, memberanikan diri menyampaikan kenyataan pahit itu.

"Saya baru saja mengecek informasi penerbangan. Nona Mollie menaiki pesawat menuju luar negeri, tapi pesawat itu... baru saja mengalami kecelakaan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 10

    Kupikir, aku akan menghabiskan sisa hidupku bersama Aidan, menjalani hari-hari sederhana dan hangat seperti ini.Namun, aku tidak menyangka Ronan tiba-tiba muncul di hadapanku.Hari itu, saat aku baru saja keluar dari kafe, aku melihat sosok yang begitu familier berdiri di depan pintu.Itu adalah Ronan.Dia mengenakan mantel hitam, wajahnya tampak tirus dan letih, tetapi sorot matanya begitu membara, seakan hendak melahapku habis."Mollie!"Begitu melihatku, dia bergegas mendekat, menggenggam tanganku erat, lalu menarikku ke dalam pelukannya."Mollie, aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa kamu meninggalkanku? Bagaimana bisa kamu membiarkan pria lain menyentuhmu!"Suara Ronan dipenuhi hasrat untuk memiliki yang membuatku gemetar.Aku meronta untuk melepaskan diri dari cengkeramannya, tetapi genggamannya justru makin kuat."Ronan, lepaskan aku!"Aku berteriak marah, tetapi dia seakan tidak mendengar. Ronan malah makin menguatkan pelukannya.Ronan menatapku, matanya dipenuhi kegilaan da

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 9

    Setelah berpisah dengan Ronan, aku pindah dan menetap di sebuah kota kecil di Swesia.Udara di sini segar, tempo hidupnya sangat lambat, sangat cocok untuk menyembuhkan luka.Aku menggunakan tabungan sebelumnya untuk membuka sebuah kafe milikku sendiri.Setiap hari, aku sibuk memilih bahan, menggiling biji, dan menyeduh kopi. Hari-hariku padat sekaligus terasa penuh makna.Begitulah, aku menjalani dua minggu dengan tenang di kota kecil ini.Hari itu, ketika aku sedang mengelap meja di kafe, lonceng angin di pintu berbunyi, seseorang melangkah masuk.Aku mendongak dan melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan, dia sedang menggendong seekor kucing kecil di pelukannya."Permisi, apakah ini kucingmu?" tanya pria itu sambil menunjuk si kucing.Aku memperhatikan dengan saksama, lalu menyadari bahwa itu kucing liar yang pernah kuberi makan."Bukan, itu kucing liar," jawabku.Pria itu mengangguk, kemudian meletakkan anak kucing itu di lantai. Kucing itu segera berlari ke arahku

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 8

    Sophie sama sekali tidak menyangka Ronan akan muncul, seketika dia menjadi panik."Ro... Ronan, kamu... bagaimana bisa ada di sini?"Travis Stevens juga terkejut, dia sampai terjatuh bersama kursinya.Begitu sadar, dia segera bangkit dan menyodorkan secangkir teh kepada Ronan, lalu buru-buru menjelaskan."Pak Ronan, aku memang pernah punya hubungan dengan Nona Sophie, tapi aku sudah memberinya empat miliar sebagai uang untuk menggugurkan kandungan.""Kehidupan pribadi Nona Sophie memang kacau, aku pun nggak tahu anak ini anak siapa. Yang jelas, mustahil anak itu anakku.""Begitu tahu dia hamil, aku langsung memberinya empat miliar agar dia menggugurkan kandungannya. Nggak kusangka, dia justru mempermainkan kedua pihak!"Di akhir kalimatnya, Travis melotot tajam ke arah Sophie, suaranya penuh kebencian."Di kalangan kami, Sophie sudah lama terkenal gemar bersenang-senang. Kalau Pak Ronan nggak percaya, silakan cari tahu sendiri."Wajah Ronan sangat muram. Dia tidak pernah menyangka, Sop

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 7

    "Jangan keras kepala?"Sophie seakan tersulut, suaranya tiba-tiba meninggi dan terdengar histeris."Ronan, kenapa kamu selalu seperti ini? Jelas-jelas akulah yang lebih dulu mendekatimu, akulah yang selalu berada di sisimu, tapi mengapa di matamu hanya ada Mollie?""Memangnya apa bagusnya dia, sampai-sampai kamu begitu terikat padanya? Sekarang, dia sudah tiada, mengapa kamu nggak bisa melepaskannya dan melihatku?"Di akhir ucapannya, suara Sophie sudah bercampur tangis, dengan nada yang dipenuhi ketidakrelaan dan kebencian.Ronan menatapnya dingin, lalu berkata dengan nada sedingin es."Sejak awal hingga akhir, satu-satunya orang yang kucintai hanyalah Mollie. Menikah denganmu pun hanya demi Thomas.""Keluarga Leach bisa mengakui anakmu, tapi posisi Nyonya Leach selamanya hanya milik Mollie."Setelah mengatakannya, dia berbalik meninggalkan ruang rawat.Memandang punggung Ronan yang penuh ketegasan, hati Sophie terasa tercabik. Dia tidak mampu menahan diri lagi dan menangis pilu.Enta

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 6

    "Kenapa? Ulangi sekali lagi!"Seluruh darah di tubuh Ronan seketika membeku, ponselnya jatuh ke lantai dengan suara keras.Ronan terpaku di tempat, telinganya berdengung. Ucapan asistennya setelah itu, tidak satu pun masuk ke telinganya.Mollie... mengalami kecelakaan pesawat?Tidak!Ronan tidak berani membayangkan, apa jadinya dirinya bila Mollie benar-benar mengalami kecelakaan pesawat.Mata Ronan memerah, dia berulang kali menenangkan dirinya sendiri."Nggak mungkin, Mollie nggak mungkin mengalami kecelakaan pesawat. Dia pasti masih hidup, dia masih hidup!"Saat itu, rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa Sophie tidak sengaja terjatuh, mereka meminta Ronan untuk segera datang.Tubuh Ronan menegang, dia menekan perasaan sedihnya dan segera menuju rumah sakit.Di ruang rawat, Sophie terbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya pucat pasi. Begitu melihat Ronan, matanya langsung memerah."Ronan, kenapa baru datang sekarang?"Ronan melangkah dengan cepat dan langsung memeluknya, la

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 5

    Saat kembali membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit.Dokter memeriksa kondisiku, lalu menghela napas lega."Luka lecet di tubuh Anda nggak serius, kedua bayi dalam kandungan juga baik-baik saja.""Dua?" ujarku dengan terkejut. Awalnya, aku mengira hanya ada satu, tidak disangka ternyata sepasang.Kehadiran anak-anak itu sedikit mengikis perasaanku terhadap Ronan.Tanpa sadar, aku meraba perutku yang masih rata, tetapi di dalamnya tengah tumbuh dua kehidupan baru."Ya, kembar laki-laki dan perempuan. Mereka sehat."Mendengar penjelasan dokter, aku pun lega. Rasa syukur selamat dari bencana memenuhi hatiku.Syukurlah anak-anak baik-baik saja.Tiba-tiba, dari kamar sebelah terdengar suara yang begitu familier. Tubuhku seketika menegang.Itu suara Ronan.Sambil menahan rasa sakit di tubuh, aku turun dari tempat tidur dengan langkah terhuyung, lalu berjalan menyusuri lorong hingga sampai di depan kamar sebelah.Pintu yang tidak tertutup rapat membuatku bisa melihat ke dalam melalui c

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status