Share

Bab 4

Auteur: Seli
Keesokan harinya, sinar matahari menembus tirai dan menerangi kamar. Sesi mencoba gaun pengantin yang dulu paling aku nantikan, kini, bagiku hanyalah sebuah upacara perpisahan. Sebuah penutup yang sempurna untuk cinta yang telah aku jalani bertahun-tahun.

Selain itu, agar aku juga tidak meninggalkan penyesalan. Dulu, harapanku hanyalah dapat mengenakan gaun pengantin bersama orang yang aku cintai, lalu melangkah masuk ke pelaminan.

Aku menunggu Ronan di depan vila.

Tidak jauh dari sana, sebuah Maybech meluncur perlahan. Aku menyambutnya, tetapi begitu Ronan turun, aku mendapati kursi penumpang depan yang seharusnya milikku justru telah ditempati oleh Sophie.

"Sophie bilang ingin ikut melihat gaun pengantin, dia berjanji nggak akan mengganggu kita."

Sophie menurunkan kaca jendela dan tersenyum manis.

"Mollie, aku juga ingin membantu memilihkan gaun pengantin untukmu, bagaimanapun ini adalah urusan seumur hidup."

Aku menggigit bibir dan menerima alasan itu tanpa bicara lagi.

Sepanjang perjalanan, Ronan begitu perhatian pada Sophie. Sesekali dia bertanya apakah Sophie lelah, apakah ingin beristirahat, bahkan dengan teliti membantu Sophie menyesuaikan posisi duduk agar lebih nyaman.

Setiap kata itu bagaikan pisau yang menusuk tajam ke dalam hatiku.

Sesampainya di butik gaun pengantin, Ronan mempersilakan aku memilih gaun pengantin terlebih dahulu, sementara dia sendiri duduk di sofa dengan pandangan terus terpaku pada Sophie, seolah takut terjadi sesuatu padanya.

"Mollie, kulitmu putih, pakai apa pun pasti cantik. Cepatlah pilih yang kamu suka."

Aku asal mengambil beberapa gaun dan berjalan menuju ruang ganti. Namun, ternyata Sophie ikut menyusul.

Dia menunjuk gaun pengantin di tanganku, lalu berkata dengan manja.

"Mollie, gaun ini bagus sekali, aku juga ingin mencobanya."

Ronan mendengar itu dan menoleh. Melihat wajah penuh harap Sophie, dia sempat ragu sejenak, lalu akhirnya berkata.

"Mollie, Sophie hanya ingin mencoba sebentar. Biarkan... dia mencoba dulu, ya?"

Aku menggenggam erat gaun pengantin di tanganku, hati terasa sakit, tetapi aku tetap menyerahkannya pada Sophie.

"Oke."

Sophie melengkungkan bibirnya dengan puas, lalu masuk ke ruang ganti sambil membawa gaun pengantin itu.

Aku menatap punggungnya dengan perasaan campur aduk.

Ronan, benarkah kamu tidak tahu? Setiap kali kamu memihaknya, itu seperti pisau yang menggores luka demi luka di hatiku.

Awalnya, aku ingin mengenakan gaun pengantin yang paling aku sukai untuk diperlihatkan kepadanya, agar Ronan mengingatku dalam penampilanku tercantik.

Namun, kesempatan itu justru direnggut olehnya sendiri.

Sophie sudah mencoba gaun cukup lama, tetapi belum juga keluar. Ronan mulai khawatir, lalu memanggilku.

"Mollie, masuklah untuk melihat Sophie. Kenapa dia begitu lama?"

Aku menggigit bibir, menahan kepahitan dalam hati, lalu berbalik dan masuk ke ruang ganti.

Kebetulan saat itu Sophie baru saja mengenakan gaun pengantin dan tengah mengagumi dirinya di cermin. Melihat aku masuk, dia mengangkat sudut bibirnya.

"Mollie, lihatlah, bukankah gaun pengantin ini sangat cocok untukku?"

Aku tidak menggubrisnya dan hendak berbalik keluar, tetapi dia tiba-tiba menarik satu deretan manekin di sampingnya.

Braaak!

Satu barisan manekin serentak roboh, menjatuhi tubuhku.

Sophie menjerit dan buru-buru berlari ke luar. Dia bahkan sempat mendorongku dengan keras sebelum pergi.

Buk!

Aku terjepit di bawah tumpukan manekin, kaki kananku tertindih sangat berat, rasa sakitnya membuatku terengah-engah.

Aku memeluk perukut erat-erat, takut bayi dalam kandunganku terluka.

Ronan yang mendengar suara itu, segera bergegas masuk. Begitu melihat Sophie tertindih, wajahnya langsung berubah pucat. Dia buru-buru berlari dan menggendong Sophie, lalu membawanya keluar.

"Sophie, jangan takut, aku akan membawamu ke rumah sakit."

Bahkan... Ronan sama sekali tidak menoleh kepadaku.

"Ronan, tolong aku... kakiku terjepit..."

Aku berusaha sekuat tenaga meminta tolong, tetapi mereka tetap pergi.

Aku menggertakkan gigi, mencoba mendorong tumpukan manekin, tetapi terlalu berat. Aku tidak mampu menggesernya dan hanya bisa meringkuk untuk melindungi bayi dalam perutku.

Rasa sakit menusuk lengan dan punggung, tetapi semua itu tidak sebanding dengan rasa sakit di hati.

Aku meringkuk di lantai, air mataku mengalir deras, dan perlahan aku menutup mata.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 10

    Kupikir, aku akan menghabiskan sisa hidupku bersama Aidan, menjalani hari-hari sederhana dan hangat seperti ini.Namun, aku tidak menyangka Ronan tiba-tiba muncul di hadapanku.Hari itu, saat aku baru saja keluar dari kafe, aku melihat sosok yang begitu familier berdiri di depan pintu.Itu adalah Ronan.Dia mengenakan mantel hitam, wajahnya tampak tirus dan letih, tetapi sorot matanya begitu membara, seakan hendak melahapku habis."Mollie!"Begitu melihatku, dia bergegas mendekat, menggenggam tanganku erat, lalu menarikku ke dalam pelukannya."Mollie, aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa kamu meninggalkanku? Bagaimana bisa kamu membiarkan pria lain menyentuhmu!"Suara Ronan dipenuhi hasrat untuk memiliki yang membuatku gemetar.Aku meronta untuk melepaskan diri dari cengkeramannya, tetapi genggamannya justru makin kuat."Ronan, lepaskan aku!"Aku berteriak marah, tetapi dia seakan tidak mendengar. Ronan malah makin menguatkan pelukannya.Ronan menatapku, matanya dipenuhi kegilaan da

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 9

    Setelah berpisah dengan Ronan, aku pindah dan menetap di sebuah kota kecil di Swesia.Udara di sini segar, tempo hidupnya sangat lambat, sangat cocok untuk menyembuhkan luka.Aku menggunakan tabungan sebelumnya untuk membuka sebuah kafe milikku sendiri.Setiap hari, aku sibuk memilih bahan, menggiling biji, dan menyeduh kopi. Hari-hariku padat sekaligus terasa penuh makna.Begitulah, aku menjalani dua minggu dengan tenang di kota kecil ini.Hari itu, ketika aku sedang mengelap meja di kafe, lonceng angin di pintu berbunyi, seseorang melangkah masuk.Aku mendongak dan melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan, dia sedang menggendong seekor kucing kecil di pelukannya."Permisi, apakah ini kucingmu?" tanya pria itu sambil menunjuk si kucing.Aku memperhatikan dengan saksama, lalu menyadari bahwa itu kucing liar yang pernah kuberi makan."Bukan, itu kucing liar," jawabku.Pria itu mengangguk, kemudian meletakkan anak kucing itu di lantai. Kucing itu segera berlari ke arahku

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 8

    Sophie sama sekali tidak menyangka Ronan akan muncul, seketika dia menjadi panik."Ro... Ronan, kamu... bagaimana bisa ada di sini?"Travis Stevens juga terkejut, dia sampai terjatuh bersama kursinya.Begitu sadar, dia segera bangkit dan menyodorkan secangkir teh kepada Ronan, lalu buru-buru menjelaskan."Pak Ronan, aku memang pernah punya hubungan dengan Nona Sophie, tapi aku sudah memberinya empat miliar sebagai uang untuk menggugurkan kandungan.""Kehidupan pribadi Nona Sophie memang kacau, aku pun nggak tahu anak ini anak siapa. Yang jelas, mustahil anak itu anakku.""Begitu tahu dia hamil, aku langsung memberinya empat miliar agar dia menggugurkan kandungannya. Nggak kusangka, dia justru mempermainkan kedua pihak!"Di akhir kalimatnya, Travis melotot tajam ke arah Sophie, suaranya penuh kebencian."Di kalangan kami, Sophie sudah lama terkenal gemar bersenang-senang. Kalau Pak Ronan nggak percaya, silakan cari tahu sendiri."Wajah Ronan sangat muram. Dia tidak pernah menyangka, Sop

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 7

    "Jangan keras kepala?"Sophie seakan tersulut, suaranya tiba-tiba meninggi dan terdengar histeris."Ronan, kenapa kamu selalu seperti ini? Jelas-jelas akulah yang lebih dulu mendekatimu, akulah yang selalu berada di sisimu, tapi mengapa di matamu hanya ada Mollie?""Memangnya apa bagusnya dia, sampai-sampai kamu begitu terikat padanya? Sekarang, dia sudah tiada, mengapa kamu nggak bisa melepaskannya dan melihatku?"Di akhir ucapannya, suara Sophie sudah bercampur tangis, dengan nada yang dipenuhi ketidakrelaan dan kebencian.Ronan menatapnya dingin, lalu berkata dengan nada sedingin es."Sejak awal hingga akhir, satu-satunya orang yang kucintai hanyalah Mollie. Menikah denganmu pun hanya demi Thomas.""Keluarga Leach bisa mengakui anakmu, tapi posisi Nyonya Leach selamanya hanya milik Mollie."Setelah mengatakannya, dia berbalik meninggalkan ruang rawat.Memandang punggung Ronan yang penuh ketegasan, hati Sophie terasa tercabik. Dia tidak mampu menahan diri lagi dan menangis pilu.Enta

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 6

    "Kenapa? Ulangi sekali lagi!"Seluruh darah di tubuh Ronan seketika membeku, ponselnya jatuh ke lantai dengan suara keras.Ronan terpaku di tempat, telinganya berdengung. Ucapan asistennya setelah itu, tidak satu pun masuk ke telinganya.Mollie... mengalami kecelakaan pesawat?Tidak!Ronan tidak berani membayangkan, apa jadinya dirinya bila Mollie benar-benar mengalami kecelakaan pesawat.Mata Ronan memerah, dia berulang kali menenangkan dirinya sendiri."Nggak mungkin, Mollie nggak mungkin mengalami kecelakaan pesawat. Dia pasti masih hidup, dia masih hidup!"Saat itu, rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa Sophie tidak sengaja terjatuh, mereka meminta Ronan untuk segera datang.Tubuh Ronan menegang, dia menekan perasaan sedihnya dan segera menuju rumah sakit.Di ruang rawat, Sophie terbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya pucat pasi. Begitu melihat Ronan, matanya langsung memerah."Ronan, kenapa baru datang sekarang?"Ronan melangkah dengan cepat dan langsung memeluknya, la

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 5

    Saat kembali membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit.Dokter memeriksa kondisiku, lalu menghela napas lega."Luka lecet di tubuh Anda nggak serius, kedua bayi dalam kandungan juga baik-baik saja.""Dua?" ujarku dengan terkejut. Awalnya, aku mengira hanya ada satu, tidak disangka ternyata sepasang.Kehadiran anak-anak itu sedikit mengikis perasaanku terhadap Ronan.Tanpa sadar, aku meraba perutku yang masih rata, tetapi di dalamnya tengah tumbuh dua kehidupan baru."Ya, kembar laki-laki dan perempuan. Mereka sehat."Mendengar penjelasan dokter, aku pun lega. Rasa syukur selamat dari bencana memenuhi hatiku.Syukurlah anak-anak baik-baik saja.Tiba-tiba, dari kamar sebelah terdengar suara yang begitu familier. Tubuhku seketika menegang.Itu suara Ronan.Sambil menahan rasa sakit di tubuh, aku turun dari tempat tidur dengan langkah terhuyung, lalu berjalan menyusuri lorong hingga sampai di depan kamar sebelah.Pintu yang tidak tertutup rapat membuatku bisa melihat ke dalam melalui c

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status