Share

Bayangan di Balik kedamaian
Bayangan di Balik kedamaian
Penulis: Regulus

Kedatangan di Kota Antah Berantah

Leo menguap lebar, matanya sudah setengah terpejam menahan kantuk akibat perjalanan jauh selama berhari-hari dari ibukota menuju daerah terpencil di perbatasan barat kerajaan. Suara deru mesin kendaraan patroli polisi yang dikendarainya terdengar monoton, semakin mengundang rasa kantuk bergelayut. Untungnya jalanan di hadapannya cukup lengang, hanya sesekali ada kereta atau gerobak petani yang lewat. Pepohonan rimbun di kanan-kiri menambah kesan sunyi daerah pedalaman ini.

“Haah... kenapa dari semua polisi muda berprestasi harus aku yang ditugaskan di daerah terpencil begini sih,” keluh Leo seorang diri. “Padahal aku baru lulus akademi kepolisian dengan nilai tertinggi. Harusnya ditempatkan di kota besar yang ramai kejahatan, bukannya desa antah berantah begini!”

Sambil terus menggerutu, Leo merogoh saku celananya dan mengeluarkan secarik kertas bertuliskan alamat pos polisi barunya. Ia mencocokkannya dengan papan penunjuk jalan di persimpangan hutan yang dilaluinya.

“Hm... seharusnya belok kanan di pertigaan berikutnya, lalu lurus terus sampai menemukan Kota Senja," gumam Leo pada diri sendiri. "Yah, mudah-mudahan saja seniornya ramah dan warga setempat juga bersahabat. Lumayanlah bertugas beberapa tahun di sini sebelum dimutasi ke kota besar."

Tak lama kemudian mobil patroli Leo memasuki sebuah kota kecil di antara perbukitan yang menghijau. Pepohonan rindang menaungi di kiri-kanan jalan utama berbatu yang sedikit bergelombang. Deretan rumah kayu bercat cerah berjejer rapi, memberi kesan teduh dan damai. Beberapa anak kecil bermain kejar-kejaran di tepi jalan, melambaikan tangan riang pada Leo yang balas tersenyum singkat.

“Hm... tampaknya penduduk di sini cukup ramah,” gumam Leo agak lega. “Setidaknya tempat ini terlihat jauh lebih baik ketimbang desa terpencil yang kubayangkan.”

Namun senyuman Leo memudar ketika memasuki pusat kota yang sedikit lebih ramai. Orang-orang dewasa yang berpapasan dengannya kebanyakan memasang wajah masam dan muram. Beberapa mendelik tajam penuh curiga, membuat Leo jadi salah tingkah. Suasana suram yang aneh mendadak menyelimuti.

“Apa-apaan tatapan penduduk di sini? Memangnya ada yang salah dengan seragam polisiku?” tukas Leo heran. Dia memarkirkan mobil patrolinya dan turun untuk bertanya pada seorang kakek tua renta yang duduk di anak tangga toko.

“Permisi kek, apa ada masalah dengan polisi di kota ini?” tanyanya sopan.

Si kakek mendongak sekilas, lalu membuang muka dengan dengusan. “Cih, untuk apa basa-basi? Semua orang di Senja juga tahu polisi di sini cuma pajangan!” cetusnya kasar.

Leo mengernyit tidak mengerti. Namun sebelum sempat bertanya lebih jauh, kakek itu already beranjak pergi dengan langkah terseok dan bersungut-sungut. Leo hanya bisa menggaruk kepalanya bingung.

‘Apa-apaan responsnya itu? Dasar orang tua aneh!’ dengus Leo dalam hati. Dia pun melanjutkan perjalanan menuju kantor polisi di ujung jalan. Namun kata-kata pedas si kakek tadi terus terngiang. Apa benar polisi tidak dihormati dan tidak berfungsi dengan baik di kota ini?

Tak lama kemudian Leo tiba di pos polisi kecil yang tampak sedikit kumuh di pinggiran kota. Cat luarnya mengelupas sana-sini, kaca jendelanya buram oleh debu. Di teras depan, sesosok pria tambun dengan seragam kebesaran duduk menghisap cerutu sambil melamun. Leo pun menghampirinya untuk melapor.

“Permisi Pak, saya Letnan Leo yang baru dipindahtugaskan ke mari. Saya ingin melapor dan meminta pengarahan,” ujarnya sopan seraya memberi hormat.

Si pria tambun itu menoleh malas, cerutunya masih terselip di mulut. Dia menatap Leo dari atas ke bawah dengan pandangan meremehkan. "Hm... jadi kau anak baru yang ditugaskan dari pusat itu ya? Kukira mereka sudah bosan mengirim orang kemari,” cetusnya dengan seringai aneh.

Leo balas tersenyum kaku. Sikap seniornya ini sangat jauh dari ramah. Namun Leo berusaha bersabar dan bersikap profesional.

“Ya Pak. Nama saya Letnan Leo Graves, lulusan terbaik angkatan tahun ini. Saya akan berusaha memberikan pelayanan maksimal untuk warga Kota Senja ini,” ujar Leo penuh dedikasi.

Si tambun itu tertawa mengejek mendengar idealisme Leo. Dia menghisap cerutunya dalam-dalam lalu menyemburkan asap ke udara. "Oke Letnan, karena kau masih hijau biar kuberi wejangan. Lupakan semua idealisme dan tetek bengek yang kaupelajari di akademi itu. Di kota ini, tidak ada yang perlu kau 'layani dan lindungi'," ujarnya sinis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status