Sudah dua minggu lebih Emily menjalani masa rehabilitasi pasca trauma beruntun yang dialaminya di tangan keluarganya sendiri. Kini gadis anggun itu memilih bertapa di sebuah kuil di kaki Gunung Andara demi menenangkan jiwa dan raganya yang terguncang hebat.Leo sendiri harus kembali ke Kota Senja guna merapikan pertanggungjawaban kasus serupa pembongkaran Rosewood di kampung halamannya itu. Usai misi penyelamatan buronan kunci berhasil menelan banyak korban jiwa, kini tugasnya kembali normal.Namun tetap saja bayang-bayang peristiwa kelam itu kerap menghantui. Terlebih nasib tragis rekan sekaligus atasannya Sheriff Rogers yang raib diculik gerombolan gerilya bayaran keluarga mafia yang diburunya habis-habisan. Setelah dipanggil ke markas pusat perihal klarifikasi laporan tugas, Leo diijinkan cuti tiga hari untuk menjernihkan pikiran di rumah kedua orangtuanya. Sang Ibu masih terus menangis tersedu mengetahui kepulangan putra tunggalnya dalam keadaan selamat meski berbalut luka."Ya a
Kabar mengenaskan tentang ditemukannya jasad Lucius yang tewas mengenaskan sontak mengagetkan seluruh jajaran kepolisian Kota Senja. Rekan-rekan yang selamat dari insiden penyergapan beberapa waktu lalu kini harus menerima kenyataan pahit kembali kehilangan seniors yang sangat disegani.Leo sendiri bagai kehilangan separuh nyawanya mendengar kabar duka ini. Dia tak menyangka misi penyelamatan Emily sang putri buronan Rosewood berbuntut sesangat tragis bagi anggota kepolisian lokal. Selain harus kehilangan sang atasan Sheriff Rogers, kini nyawa mata-mata andalannya juga melayang sia-sia."Sungguh biadab... Brengsek benar kelakuan gerombolan bajingan bayaran itu... Seenaknya main hakim sendiri terhadap anggota kepolisian..." maki Salma emosi campur sedih. Air mata mengalir di pipinya mengingat betapa periang dan bijaksana sosok Lucius sewaktu hidup. Sang Letnan sendiri hanya bisa mengepalkan tinju menahan gemuruh rasa bersalah dan geram luar biasa di dada. Sungguh dia bertekad akan mem
Leo menatap penuh harap pesawat jet pencegat yang melintas mengangkasa jauh di atasnya. Itu pasti bala bantuan udara yang dikirim pemerintah ibukota begitu mendengar regu kepolisiannya terdesak. Memberantas Rosewood memang sudah menjadi agenda nasional mengingat betapa murtad dan kejinya sindikat mafia satu ini.“Ya, benar-benar pasukan jet elit penggempur sarang teroris itu! Berarti sudah dipastikan keadaan sangat gawat hingga diperlukan bala bantuan optimal!” gumam Leo bersemangat.Sang Letnan dan anak buahnya yang masih bertahan segera bersorak menyambut. Mereka melambaikan tangan, berharap pilot pesawat ini segera memberondong habis markas musuh dari udara. Namun harapan mereka mendadak lenyap saat melihat benda bersayap itu tiba-tiba oleng ke kiri sebelum meledak dahsyat diikuti kepulan asap hitam pekat...“Apa?! Kenapa pesawat tempur itu bisa tiba-tiba meledak?!” pekik Leo syok bukan main. Firasatnya mendadak sangat tidak enak. Benar saja kecurigaannya! Tak lama setelahnya, tig
Leo dan pasukannya yang tersisa memasang sikap waspada tempur begitu memasuki ruang bawah tanah rahasia pusat laser mematikan milik keluarga Rosewood. Mereka bersiap mengeluarkan granat EMP guna meledakkan panel kontrol vital senjata energi ilegal itu sekaligus melumpuhkannya secara permanen."Granat siap dilempar, Letnan!" lapor Salma tegang. Dia dan rekan-rekan sipilnya sudah bersiap melemparkan bola metalik mungil berisi gelombang elektromagnetik itu ke arah panel laser begitu mendapat aba-aba.Leo mengacungkan ibu jarinya, bersiap memberi intruksi fatal itu. "Oke, semuanya siap tempur! Kita hancurkan 'ular' sialan ini dalam hitungan ketiga!" komandonya lantang."Satu... Dua... Ti—" "Tunggu dulu! Jangan gegabah menghancurkannya!" Teriakan Emily yang tiba-tiba menginterupsi aksi nekat itu sukses membuat yang lain terperanjat bingung. Mereka menatap sang nona muda dengan penuh tanda tanya."Kenapa cegah kami menghancurkan senjata haram yang sudah merenggut banyak nyawa ini, Nona?!"
Leo meringis kesakitan luar biasa saat si pria bertindik itu terus saja melayangkan pukulan demi pukulan keras ke sekujur tubuhnya yang sudah babak belur. Darah segar terus mengalir dari hidung dan sudut bibirnya. Namun Sang Letnan tetap bergeming dan tidak mengeluh sedikitpun meski disiksa fisik sedemikian rupa.Emily hanya bisa menangis tersedu menyaksikan pemandangan menyayat hati ini. Dia benar-benar merasa bersalah luar biasa karena keberadaannya telah membuat orang lain menderita, terlebih Leo sang penyelamat jiwanya yang rela berkorban demi melindungi nona muda buronan ini.Puas menyiksa, si pria bertindik itu mengisyaratkan anak buahnya yang kekar-kekar menyeret tubuh babak belur Leo ke pojok ruangan. Sang Letnan disandera dalam posisi berlutut sambil kedua tangannya diborgol di belakang punggung. Sementara mulutnya disumpal kain kotor hingga hanya erangan kesakitan tertahan yang bisa lolos. Meski babak belur, kilatan mata Leo tetap menyala-nyala penuh gairah membara. Jelas d
Leo yang sedang mengobati luka lecet Emily di sudut ruang persembunyian mereka tanpa sengaja mencuri dengar pembicaraan penuh haru sang nona muda dengan kepala pelayan setianya William. Raut wajah kusut sang majikan tampak sendu sekaligus penasaran ketika membuka topik masa lalu si kepala pelayan yang cukup tersembunyi itu.‘Ah... mimpi buruk masa silam ya... Kurasa saatnya aku berterus terang soal kisah kelam itu Nona...’ desah William pasrah.Emily mengernyit penasaran mendengar kesedihan yang menyelip dari nada suara renta seniornya itu. Seumur hidup dia memang belum pernah melihat atau mendengar William menyinggung sedikit pun perihal kehidupan pribadi apalagi silsilah keluarganya. Yang dia tahu William adalah pegawai paling setia dan andal dari zaman kakek buyutnya dulu. Reputasinya juga sangat bagus dimata keluarga Pemilik tanah dan seluruh staff rumah tangga lain.Namun justru kemisteriusan dan kerahasiaan tinggi yang selalu dipertahankan lelaki paruh baya ini sukses membuat no
Fajar menyingsing di ufuk timur Kota Senja yang kelabu, menandakan dimulainya hari penentuan bagi naik-turunnya angka kriminalitas di wilayah barat tanah air. Pasalnya hari ini adalah momen penjegalan di Pelabuhan kumuh Baron, tempat Adrian Rosewood sang Dalang utama aktivitas kejahatan keluarganya selama ratusan tahun berencana melarikan diri demi menghindari vonis mati atas semua dosanya. Leo dan regu kepolisian kecilnya tentu tak tinggal diam. Berkat bantuan Sheriff Rogers dan mata-matanya, mereka sudah lebih dulu menyiapkan penyekatan darat dan laut guna menggagalkan pelarian gelap si Tetua bangsat dari cengkraman hukum. Salma dan William bertugas mengepung dari arah darat dan menstrerilkan area sekitar dermaga dari ancaman.Sementara Sheriff Rogers sendiri bertugas ‘mengamankan’ Adrian beserta anteknya begitu berhasil ditangkap guna persiapan interogasi lebih lanjut. Tentu dengan ‘metode khusus’ Sang Sheriff yang super sadis dan tak berperikemanusiaan. Sedangkan Leo dan Emily m
Sesosok mayat renta tergeletak mengenaskan di lantai kotor dengan genangan darah pekat di sekitarnya. Emily berdiri angkuh di sampingnya dengan belati pusaka penuh noda merah. Napasnya terengah menahan amarah campur duka pedih menyadari dia baru saja menghabisi nyawa kakek angkatnya sendiri demi pembalasan dendam atas kematian sang ibunda tercinta.Leo dan antek-anteknya yang baru tiba sontak terperanjat syok melihat kondisi tragis di hadapan mereka. Sedikit pun tak menyangka sang gadis lembut yang selama ini mereka kenal bisa bertindak sekejam itu demi melampiaskan rasa sakit dan kebencian yang dipendamnya selama ini."Ya ampun Nona Emily... Jadi kau sudah..." Desah Leo tak sanggup meneruskan kalimat pedihnya itu. Hatinya remuk redam menyaksikan orang yang dicintainya harus mengotori tangan demi membalaskan luka masa silamnya yang begitu dalam dan menyakitkan.Emily menoleh dengan senyum getir menghias wajah cantiknya yang pucat. "Maafkan atas ketidaksopanan dan kekacauan ini, Letnan