“Pria mana yang sudah membayarmu, hah? Berapa yang kamu dapatkan!?”
Rosa menggelengkan kepala kuat-kuat, tidak percaya kalimat merendahkan itu keluar dari calon ibu mertuanya. Seharusnya malam ini adalah malam yang bahagia untuk Rosa. Ia akan menikah dengan pacarnya setelah sekian lama menjalin hubungan dan Rosa diundang ke rumah Narendra, tunangannya, untuk membicarakan pernikahan. Namun, semuanya hancur sesaat ketika Rosa tiba-tiba pingsan di tengah-tengah makan malam dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Di sanalah, dokter yang memeriksanya kemudian menyatakan bahwa Rosa tengah hamil. Tepat ketika Rosa dinyatakan hamil, cacian langsung dilontarkan padanya secara bertubi-tubi dari keluarga tunangannya. Terutama sang ibu yang sebenarnya masih tidak menghendaki putranya menikah dengan Rosa. “Jujur, aku bahkan tidak terkejut,” ucap ibu Narendra, sekali lagi. “Tapi apakah menurutmu putraku masih sudi menikahi wanita murahan sepertimu?” Hati Rosa mencelos. Seperti baru tersadar akan kenyataan yang diucapkan oleh ibu tunangannya tersebut. “Tidak ada pria waras yang mau bertanggung jawab terhadap anak yang bahkan bukan darah dagingnya! Anakmu itu nanti akan jadi anak haram!” Ibu Narendra memotong dengan kasar. “Bahkan jika anakku tergila-gila padamu, aku akan melarangnya mati-matian!” Rosa bukan dengan sengaja tidur dengan pria lain. Waktu itu, ia diajak oleh adiknya, Merria untuk menghadiri pesta di sebuah kelab hotel. Seingat Rosa, ia bahkan tidak minum minuman beralkohol, jadi tidak mungkin dirinya mabuk. Hanya saja, tiba-tiba ia merasa pusing dan saat Rosa pergi ke kamar sesuai instruksi adiknya, ia justru mendapati seorang pria asing yang langsung menjamahnya. Pandangan Rosa beralih pada Narendra, tunangannya. Pria yang ia cintai dan mencintainya. Sosoknya yang tampan dengan hidung bengir itu mengusap wajah kasar. “Narendra,” ucap Rosa. Ia berusaha menjelaskan pada tunangannya. “Waktu itu–” “Sudahlah, Ros. Ibu benar,” sela Narendra. Suaranya terdengar berat, sementara tatapannya tampak penuh kebencian. “Aku tidak akan menikahi wanita yang tidak bisa menjaga harga dirinya. Lebih baik kamu keluar dari sini.” Harapan yang Rosa bawa malam itu hancur berkeping-keping. “Dan jangan pernah k wajahmu lagi di k.” Narendra kembali berkata. “Menjijikkan.” Ros menatap Narendra dengan mata yang mulai basah. Hatinya bergemuruh, campuran antara sakit hati dan ketidakberdayaan. "Aku... aku tidak seperti yang mereka katakan," suara Ros bergetar, nyaris tak terdengar. Narendra membuang muka, wajahnya keras seperti batu. "Cukup, Ros. Aku tidak mau mendengar pembelaanmu lagi. Semuanya sudah jelas." Air mata akhirnya jatuh, membasahi pipi Ros. Ia ingin menjelaskan, ingin berteriak, ingin memohon. Tapi sepertinya, tidak ada lagi gunanya. "Aku... tidak tahu kenapa kamu lebih percaya mereka daripada aku," kata Ros pelan, suaranya penuh luka. "Tapi kalau ini yang kamu inginkan, aku akan pergi." "Pada kenyataannya kamu berkhianat Rosalia. Kamu hamil! Silahkan pergi dari hadapanku. Aku jijik!" Teriakan Narendra menggema di ruangan itu. Ros menahan sesak di dada. Apakah ini patah hati dalam seumur hidup pikirnya. Sakit hati yang tak akan pernah dia lupa seumur hidup, sebuah penghinaan yang begitu melekat di hati. “Kamu dengar kata putraku. Dasar pelacur!” Ibu Narendra menambahi. "Dan satu lagi, tidak ada pernikahan dan untuk investasi yang kami janjikan semua batal!" Ros berdiri terpaku. Kata-kata itu menusuk hatinya lebih dalam daripada belati. Ia merasa semua pandangan di ruangan itu kini menjadi tajam, penuh hinaan yang mengarah padanya. “Ibu…” Ros mencoba mengumpulkan keberanian, suaranya parau. “Saya bukan seperti yang Anda pikirkan. Saya mencintai Narendra… dan saya tidak pernah—” “Cukup!” suara Narendra memotong tegas, nadanya dingin. Ia melirik Ros dengan tatapan tajam, penuh kebencian yang tak bisa disembunyikan. “Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan, Ros. Semuanya sudah selesai. Kamu pikir aku akan menikahi seseorang sepertimu? Itu hanya lelucon!” Ros menggigit bibirnya, menahan tangis yang hampir pecah. Tapi tubuhnya bergetar. Pernyataan Narendra itu lebih menyakitkan daripada apa pun yang pernah ia alami. “Jangan muncul lagi dalam kehidupan kami,” tambah ibunya dengan nada dingin dan penuh penghinaan. “Kami sudah terlalu lama memberikanmu kesempatan. Sekarang, keluarlah sebelum aku memanggil keamanan.” Ros merasakan dunia runtuh di sekelilingnya. Namun, dengan sekuat tenaga, ia menegakkan tubuhnya. Matanya menatap Narendra dan ibunya dengan penuh luka, tapi juga harga diri yang tersisa. “Baik,” ucapnya lirih namun tegas. “Kalau itu yang kalian inginkan, aku akan pergi. Tapi ingat ini—aku mungkin tidak punya kekuasaan atau harta seperti kalian, tapi aku tahu apa itu cinta dan kesetiaan. Sesuatu yang jelas-jelas kalian tidak pernah pahami.” "Jangan banyak bicara dan membela diri. Pelacur tetaplah pelacur, Ros!"Nicolas mengajak Ros makan di restoran. Kali ini Nicolas ingin menyelesaikan semuanya. Kebohongan yang selama ini dia tahan. Namun, hatinya tak biasa menampik rasa yang ada."Apa ada yang bisa kamu jelaskan?" tanya Nicolas saat Ros hendak makan siang. "Tentang identitas sebagai cucu Nyonya agata."Ros meletakkan sendoknya perlahan, menatap Nicolas tanpa buru-buru. Sorot matanya tajam, tapi tenang.“Aku tidak berniat menyembunyikan, Nic. Tapi bukan waktunya saat itu. Aku bukan seseorang yang suka ! ada luka di balik kalimatnya.Nicolas menghela napas, mencoba menurunkan egonya. “Tapi kamu tahu, aku harusnya jadi orang pertama yang tahu. Setelah semua yang kita lalui…”Ros tersenyum tipis, getir. “Setelah semua kebohonganmu juga? Tentang El, tentang pernikahan yang kamu tawarkan, tentang... rasa yang kamu bahkan baru akui kemarin?”Nicolas terdiam. Ros melanjutkan, suaranya kini lebih lembut. “Aku bukan ingin menyakiti kamu, Nic. Aku cuma ingin dikenal karena diriku sendiri, bukan seba
Rosalia melangkah perlahan, sorot matanya tenang, tetapi ada ketegasan di sana. "Benar, aku adalah cucu kandung Nyonya Agata. Dan sebagai pewaris sah, aku ingin melihat semua perjanjian bisnis yang telah dibuat atas nama perusahaan keluarga kami."Maya mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. "Tidak mungkin! Kau selama ini hanyalah—""—Seorang babysitter?" potong Rosalia dengan senyum tipis. "Ya, itu yang kalian kira. Tapi aku tidak pernah menyangkal siapa diriku. Kalian saja yang terlalu sibuk menginjakku hingga lupa mencari tahu kebenaran."Maya menelan ludah, matanya beralih ke Tian, lalu ke Nicolas. "Ini lelucon, kan? Nicolas, kau tahu soal ini?"Nicolas masih terdiam, pikirannya bercampur aduk. Ia merasa dikhianati karena Rosalia menyembunyikan identitasnya. Tapi di sisi lain, ia mulai memahami mengapa wanita itu selalu terlihat penuh pertimbangan setiap kali mengambil keputusan.Tian melipat tangan di dada, menatap Aldo dengan tatapan penuh kemenangan. "Jadi, Tuan Aldo, masih ing
Suasana tegang saat Nicolas datang bersama dengan Alex. Lalu, Aldo bersama dengan Maya, melihat hal itu Nicolas seperti bisa membaca apa yang sebenarnya terjadi."Nicolas, apa kabar? Hmm... Apa kabarmu sedang tidak baik-baik saja setelah mendengar kabar kontrak yang sedang di ambang kerugian."Maya kini merasa menang dan di atas awan. Nicolas hanya menanggapi semua dengan tenang walau hatinya ketar ketir.Nicolas menghembuskan napas perlahan, menahan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Maya. Ia melirik Aldo yang duduk dengan ekspresi santai, seolah menikmati situasi yang sedang berlangsung."Aku baik-baik saja, Bu Maya. Justru aku penasaran, apa Anda yang sedang dalam kondisi baik setelah bermain api dengan kontrak ini?" jawab Nicolas dengan nada datar namun penuh makna.Maya menyilangkan tangannya di depan dada, menyeringai. "Oh, Nicolas, bisnis itu tentang siapa yang lebih cerdas membaca peluang. Sayangnya, kali ini kau kalah cepat."Alex yang berdiri di samping Nicolas m
Rosalia tersenyum untuk pertama kalinya pada Nicolas. Pria itu sedang tidak baik-baik saja. Ros bangkit dan hendak masuk.."Ros, tetap di sini. Apa kamu mau pergi meninggalkan aku yang sedang tidak baik-baik saja?" tanya Nicolas."Tuan, aku mau kedalam. Sudah malam, lebih baik Anda juga tidur. Besok bukannya mau bertemu dengan Tuan Tian?"Nicolas menghela napas panjang, menatap Ros dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku hanya ingin berbicara sebentar, Ros. Aku lelah dengan semua ini, dengan pekerjaan, dengan perasaan yang terus-menerus tak bisa aku kendalikan."Ros menggigit bibirnya, ragu untuk tetap tinggal atau pergi. Tapi melihat ekspresi Nicolas, sesuatu dalam hatinya melunak. "Baiklah, sebentar saja," ujarnya pelan.Nicolas tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya ke langit malam. "Aku tidak pernah menyangka, hidupku akan serumit ini. Semua berjalan begitu cepat, dan sekarang… aku takut kehilangan sesuatu yang belum sepenuhnya aku genggam."Rosalia menunduk, merasakan geta
"Kenapa begitu tiba-tiba Tuan Aldo dari perusahaan Nyonya Agata mengambil alih project kita?" tanya Nicolas.Nicolas kaget saat tiba-tiba Alex mengabarkan berita yang tak terduga.Alex menyesuaikan kacamatanya sebelum menjawab. "Aku juga baru menerima laporan ini, Tuan. Tuan Aldo mengklaim kepemilikan atas sebagian saham proyek ini dengan dalih perjanjian lama yang tidak diperbarui."Nicolas menghela napas, ekspresinya mengeras. "Dan kenapa kita tidak tahu soal perjanjian itu sebelumnya?""Karena dokumen lama itu seharusnya tidak berlaku lagi. Tapi, entah bagaimana, Aldo berhasil mendapatkan celah hukum untuk menggunakannya."Nicolas mengepalkan tangannya. "Aldo tidak mungkin bergerak sendiri. Aku ingin kau cari tahu siapa yang ada di belakangnya."Alex mengangguk. "Baik, Tuan. Saya juga sudah menghubungi tim legal untuk meninjau ulang semua dokumen terkait. Tapi, sebaiknya Anda juga berbicara langsung dengan Nyonya Agata."Nicolas menatap lurus ke arah jendela kantornya, pikirannya d
"Ros, sampai kapan kamu menutupi identitas kamu? Jika kamu menikah, Nicolas harus tahu siapa kamu," ujar Oma Agata. Ros menegang mendengar perkataan Oma Agata. Rahasianya selama ini menjadi beban yang terus menghantui. Dia tahu cepat atau lambat Nicolas akan tahu, tapi dia tidak siap untuk menghadapi reaksi pria itu."Oma... apa itu penting sekarang?" suara Ros terdengar lemah. Matanya menatap lantai, menghindari tatapan tajam Oma Agata dan Tian."Sangat penting, Ros," Oma Agata menegaskan. "Jika kamu menikah dengannya tanpa mengungkapkan siapa dirimu sebenarnya, kamu tidak hanya menipu Nicolas, tapi juga dirimu sendiri. Pernikahan tidak bisa dibangun di atas kebohongan."Ros menghela napas panjang. Pikirannya bercampur aduk antara ketakutan, keraguan, dan rasa bersalah."Aku takut, Oma... jika dia tahu semuanya, dia mungkin tidak akan menerimaku." suara Ros bergetar.Tian mendekat, menatap Ros dengan lembut. "Kalau dia benar-benar peduli padamu, dia akan mengerti. Kamu berhak dicint