BAYI SIAPA?Part 22Pov AnggaPerdebatan sengit terus terjadi, kami dan keluarga Lita saling menunjukkan bukti kuat. Hingga akhirnya bang Amran menyarankan untuk tes DNA agar lebih akurat.Wajah keluarga Lita memucat mendengar apa yang dikatakan oleh Bang Amran. Mereka semua terdiam. Sepertinya akan menolak untuk tes DNA sebab Aqila memang bukan anak Lita."Bagaimana, Pak? Tes DNA adalah cara terbaik untuk mengungkapkan identitas Aqila sebenarnya," ucap bang Amran."Iya, jika itu memang sangat diperlukan," jawab Bu Lilis.Keputusan yang diambil malam ini adalah tes DNA Aqila dan Lita. Selama prosesnya berlangsung, Aqila akan tetap tinggal di rumah kami. Bunda terlihat senang sebab masih bisa bersama Aqila sampai seminggu ke
BAYI SIAPA?part 23Pov AmranAku menarik tangan Siti. Dia terlihat sangat ketakutan. itu terasa dari tangannya yang begitu dingin. Aku membawanya ke depan Bunda."Jangan takut, bicarakan yang sebenarnya," ucapku.Siti hanya terdiam. Bulir bening mulai mengalir dari kedua matanya. Artinya ini benar."Dari mana kamu tahu, Ran?" tanya Ayah."Potongan-potongan kebenaran yang aku satukan. CCTV, ucapan Bu Dea dan rumah sakit.""Maksudnya?" tanya Angga."Gambar di CCTV memang Siti dia yang membawa Aqila dan meletakkannya di depan rumah ini. Sementara anak dari Lita lahir prematur dan meninggal. Aku bertanya langsung kepada Bu Dea dan dia juga bersedia menja
BAYI SIAPA?Part 24Alhamdulillah, akhirnya kami mengetahui siapa orang tua kandung Aqila. Selama ini aku salah mencurigai orang. Ternyata, Mbok Iin tahu segalanya. Pantas saja dia memintaku untuk merawat Aqila. Semua telah berakhir, Siti juga menyerahkan hak asuh Aqila sepenuhnya padaku. Ini adalah akhir yang menyenangkan.Pagi ini kami telah bersiap untuk berangkat mengantar Siti pulang kampung. Dia sangat antusias sebab merindukan keluarganya. Aku baru tahu jika dia punya suami dan anak. Sudah setahun ini tidak pulang sebab tak mendapat izin serta gaji sebagaimana ongkos.Sebenarnya aku ingin Siti bekerja di rumahku untuk mengurus Aqila, tapi dia menolak sebab ingin tinggal di kampung saja. Bekerja di sawah, meski gajinya kecil, dia bilang bahagia karena dekat dengan keluarganya.Apa pun
Romansa Cinta Amran Ami"Ba ... Ba," ucap Aqila yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamarku.Aku yang tengah berbaring tidak terkejut lagi ketika batita itu masuk ke dalam kamar. Aku memang sengaja tidak pernah mengunci pintu setelah Aqila bisa berjalan. Anak itu sering menggedor-gedor saat pintu di kunci. Kasihan melihat tangan mungilnya memukul pintu, lebih baik tidak usah di kunci."Ba," ucapnya lagi."Iya, ada apa?" tanyaku."Mam."Di usia Aqila yang sudah setahun lebih, dia lancar berjalan dan berlari, tapi untuk bicara dia masih terbata-bata. Ba, itu adalah panggilannya kepadaku sebab belum bisa bilang Abang."Aqila makan apa?" tanyaku.Sebuah biskuit ada di tangannya dan dia menyod
ROMANSA CINTA AMRAN DAN AMIpov Ami.Sudah dua hari aku tidak bicara dengan Bang Amran. Aku memang menghindarinya. Saat menjemput kesekolah pun aku memilih pulang bersama teman-teman. Itu semua aku lakukan agar dia membenciku.Setelah pernyataan cintanya beberapa hari lalu, hubungan kami jadi jauh. Tidak mengapa, aku yang menginginkan hal ini, meski ada sedikit sesak dalam dada. Setahun terakhir ini kami sangat dekat. Setelah kejadian aku keguguran tempo hari dia begitu peduli padaku.Bulir bening mengalir dari kedua mataku. Hati kecil ini mengakui keberadaan Bang Amran bukan sebagai seorang kakak, aku melihatnya sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. Aku menyukainya.Ada yang salah dengan perasaan ini. Aku bukan gadis suci yang pantas untuk laki-laki sebaik
ROMANSA CINTA AMRAN DAN AMIKutarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan, berdiri di depan cermin dengan seorang yang tengah membantu bersiap. Hari ini adalah hari dimana aku akan memulai hidup baru. Menjadi imam dari seorang Ma'mun bernama Ami.Dua Minggu setelah lulus SMA kami menikah dan hari ini adalah harinya. Gugup dan tegang sudah pasti. rasanya sama seperti akan khitan saat aku kecil.Kami memilih menikah di rumah dan mengadakan pesta sederhana. Mengundang para tetangga saja. Memang itu yang aku inginkan. Ami pun demikian. Dia hanya mengundang beberapa teman dekatnya.Aku keluar kamar dan menuju teras tempat kami akan melangsungkan akad. Duduk di kursi yang di siapkan dan di depanku sudah ada penghulu serta wali hakim untuk Ami. Mbok Iin memang tidak punya saudara dan ayah Ami ternyata sudah meninggal serta tidak punya
ROMANSA CINTA AMRAN DAN AMIAku dan Ami tinggal terpisah dari kedua orang tua, kami tinggal di ruko. Ami sudah sibuk dengan agenda kuliah dan aku sendiri membantu ayah seperti biasa.Ruko yang kami tinggali ada tiga lantai. Di lantai tiga aku dan Ami tinggal. kami memang memilih tinggal di sini agar mandiri. Lagi pula tidak enak jika terus berada di rumah Bunda. Ami tidak kuat mendengar gibah tetangga tentang kami."Bang, Ami berangkat ya," ucap Ami seraya mencium tanganku."Abang anterin.""Gak usah, Bang. Pengen bareng sama temen-temen," ucap Ami.Aku mencium lembut kening gadis yang baru dua bulan aku nikahi itu. Terkadang memang aku merasa dia masih kecil dan harus dilindungi. Padahal kenyataannya dia bisa sendiri. Aku terlalu khawatir kejadian yang tidak diinginkan itu terulang. Namun, aku y
Aqila tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Meski bukan anak kandung, aku menyayanginya lebih dari Angga dan Amran. Sampai detik ini Aqila masih belum tahu kebenarannya. Aku takut jika dia tahu, dia akan pergi meninggalkanku.Egois memang, tapi ini keputusan yang paling tepat untuk saat ini. Meski usia Aqila sudah cukup, aku tidak ingin terburu-buru untuk mengungkapkan kebenaranya. Biarlah, suatu saat nanti pasti akan aku beru tahu siapa dia sebenarnya.Untuk saat ini, aku masih ingin gadis itu bermanja-manja denganku dan keluarga ini karena kami sangat menyayanginya. Semoga saja dia tidak tahu rahasia besar tentangnya. Aku memang sudah menyuruh orang-orang yang tahu untuk tutup mulut. Bila saatnya nanti, aku yang akan bilang pada Aqila jika dia bukan anak kandung keluarga ini."Bunda, aku berangkat ya," ucap Aqila yang langsung mencium pipiku."Iya, hati-hati. Jangan nakal dan jaga diri.""Iya, Bunda."Gadis berusia tujuh belas tahun dan berseragam putih abu-abu itu berlalu mening