Share

Bab 7

Auteur: Puput Gunawan
last update Dernière mise à jour: 2021-09-07 09:55:07

Semua orang kucurigai sekarang terlebih teman-teman Ami yang kemarin datang berkunjung. Aku mencari tahu lewat Angga seberapa dekat mereka. Cewek ataupun cowok sama-sama aku curigai karena tidak ada hal yang mustahil. Bisa saja Ami di ajak sahabat wanitanya nonton film tapi ternyata malah berbuat yang tidak-tidak.

 

Teman laki-laki pun tidak luput dari perhatianku. Kemaren ada tiga orang yang datang. Gerak gerik ketiganya sangat mencurigakan bisa saja salah satu dari mereka pelakunya.

 

****

 

Hari ini hari Minggu. Rencananya aku akan mengintrogasi Angga untuk mencari tahu lebih dalam tentang teman-teman mereka kemarin. Adakah yang dekat dengan Ami atau sahabat, terutama yang laki-laki yang sering bersama dengan Ami.

 

Aku masuk ke dalam kamar Angga. Seperti biasa Angga sibuk dengan ponselnya. Aku menghampiri dia.

 

"Sudah makan?" tanyaku.

 

"Belum lapar," ucapnya tanpa melihatku.

 

"Kamu itu game aja terus," ucapku.

 

"Kali aja jadi gamer, Bun."

 

"Jadi gamer gak, pusing iya," ucapku mengacak-acak rambut bungsuku itu.

 

"Tumben gak gendong Aqila?" tanya Angga.

 

"Aqila sedang tidur. Tumben nanyain?"

 

"Iya, habis kalo di pikir-pikir kasihan banget Aqila tuh. Di buang sama orang tuanya yang gak bertanggung jawab. Untung ketemu sama Bunda."

 

Sepertinya Angga sudah bisa menerima keberadaan Aqila, awalnya dia tidak pernah mau melihat Aqila, tapi kali ini dia menanyakan adik perempuannya itu.

 

"Ga, bunda mau tanya boleh?" tanyaku.

 

"Tanya apa, Bun?"

 

"Teman-teman kamu kemarin."

 

"Kenapa? Mereka berisik ya?"

 

"Bukan, apa diantara mereka itu ada pacarnya Ami?" tanyaku.

 

"Kayaknya gak, Bun. Kami semua sahabatan."

 

"Yang paling dekat dengan Ami siapa?"

 

"Ada namanya Anita, dia yang kemarin rambutnya di kuncir."

 

"Kalau laki-laki?"

 

"Riyan, yang rambutnya paling hitam diantara kami. Sebenarnya dia baru saja di omelin sama guru BP gara-gara warnai rambut jadi kuning. Di pikir Naruto kali, terus di cat lagi jadi hitam."

 

Aku terus mendengarkan secara seksama apa yang dikatakan oleh Angga. Jika menemukan hal janggal aku akan segera menyelidikinya.

 

"Pernah melihat Ami dengan Riyan berduaan?"

 

"Pernah."

 

"Di mana?"

 

"Di kelas beberapa hari lalu."

 

Inginku bertanya lebih jauh, tapi Angga mulai curiga terhadapku. Aku rasa cukup sampai di sini saja besok-besok aku akan mencari tahu lagi.

 

"Mulai besok kalau belajar kelompok di sini aja ya, Ga. Kasihan Ami kalau pergi-pergi."

 

"Siap nyonya," ucap Angga yang membuatku terkekeh.

 

Aku kembali mengacak-ngacak rambut Angga. Anak itu masih seperti bocah. Hobinya hanya main game dan jarang juga keluar rumah. Sekarang aku akan menanyakan tentang ucapannya soal Amran kemarin.

 

"Ga, kamu tahu kalau bang Amran menyembunyikan sesuatu?" tanyaku.

 

"Emang Bunda belum tau?" Angga balik bertanya.

 

Jantungku berdegup kencang, apa jangan-jangan Angga tahu sesuatu soal Amran dan Ami. Semoga saja apa yang aku takutkan tidak terjadi.

 

"Bunda belum tahu apa-apa."

 

"Iya mangkanya sekarang mau tanya sama kamu."

 

Aku mendengarkan dengan seksama apa yang akan di katakan oleh Angga tentang Abangnya. Aku cukup serius menatap wajah Angga dan dia mulai bicara.

 

"Abang itu gak suka sama cewek," ucap Angga.

 

"Tau dari mana? Ngomong sembarangan," tanyaku sambil menoyor kepala Angga.

 

Angga terbahak, anak itu jika aku sedang serius pasti ada aja yang membuatnya jadi candaan.

 

"Habisnya gak pernah bawa pacarnya ke rumah," ucap Angga.

 

"Abang tuh gak kayak kamu yang slengean, dia elegan," ucapku membandingkan Angga dan Amran.

 

"Mulai deh, bunda ih."

 

Kupeluk anak itu, tidak baik menang membandingkan kakak beradik, karena setiap manusia punya karakter berbeda meskipun berasal dari rahim yang sama. Setiap anak itu istimewa.

 

"Eh, tapi Bun akhir-akhir ini aku tuh liat Abang berbeda."

 

"Beda gimana?"

 

"Beda aja, apa lagi saat dia melihat Ami."

 

Tiba-tiba saja terdengar suara Aqila menangis. Mau tidak mau aku sudahi perbincanganku dengan Angga. Kapan-kapan akan aku sambung lagi. Ternyata diam-diam Angga juga memperhatikan Abangnya.

 

****

 

Aku tengah menggendong Aqila di depan rumah. Tiba-tiba saja ada seseorang mengetuk pintu pagar. Buru-buru aku masuk ke dalam rumah untuk menaruh Aqila di tempat tidurnya.

 

Aku kembali ke luar dan langsung membuka pintu. Ternyata Ibu RT yang datang menagih uang keamanan dan sampah.

 

"Masuk dulu, Bu RT. Saya ambil uangnya," ucapku mengambil dompet.

 

Aqila menangis kencang. Sepertinya dia lapar. aku tidak bisa menggendongnya karena akan membayar uang sampah dan keamanan. Untung saja ada Amran yang datang langsung menggendong Aqila. Aku segera menghampiri Bu RT yang menunggu di luar.

 

"Ini, Bu uangnya," ucapku menyodorkan iuran bulanan yang ibu RT pinta.

 

"Makasih, Bu Atik. Ngomong-ngomong saya mendengar suara bayi menangis. Bayi siapa?" tanya Bu RT.

 

Aku bingung harus menjawab apa. Aku belum memikirkan apa yang harus dilakukan jika ini terjadi. Aku terlalu fokus mencari pelaku yang menghamili Ami sampai lupa keberadaan Ami di sini karena aku menemukannya di depan pintu.

 

"Anak saya, Bu RT," jawab Amran tiba-tiba.

 

"Walah, Mas Amran sudah menikah rupanya. Kapan Mas? Kenapa tidak ngundang?"

 

"Setahun yang lalu, Bu. Sengaja tidak mengundang siapapun karena lokasinya di kampung," jawab Amran yang tentu saja berbohong dan mengarang.

 

"Istrinya mana, Mas?" tanya Bu RT lagi.

 

"Lagi mandi, Bu. Tunggu sebentar jika memang mau bertemu," jawab Amran.

 

"Tidak usah, saya buru-buru," ucap Bu RT.

 

Dia pun segera berlalu meninggalkan rumah kami, mungkin mau menagih iuran di tempat lain. Seketika aku melirik ke arah Amran yang tengah menggendong Aqila. Ceroboh benar anak itu hingga bisa berbohong kepada Bu RT.

Bagaimana kalau dia benar-benar ingin melihat menantuku.

 

"Kamu ini gimana sih, kalau Bu RT tadi beneran nunggu gimana?"

 

"Aku kasihan sama Aqila, Bun. Dia setiap hari di rumah dan tidak pernah keluar sekalipun. Bagaimanapun dia bagian dari keluarga ini dan tidak bisa terus di sembunyikan dari orang-orang."

 

"Iya, Bunda paham. Tapi tidak sekarang juga kita memberi tahu tetangga tentang Aqila. Bunda mau cari tahu siapa yang menghamili, eh menaruh Aqila di depan rumah kita," ucapku.

 

Hampir saja aku keceplosan bilang jika Ami hamil. Untung saja Amran tidak sadar dengan apa yang barusan aku ucapkan.

 

"Sekarang bagaimana jika tetangga datang dan bertanya istrimu di mana?" tanyaku.

 

"Nanti aku pikirkan lagi," ucap Amran seolah tidak bersalah.

 

Dua masalah belum kelar sekarang Amran menambah masalah baru. Dia seperti tidak tahu saja para tetangga di sini.

 

Bersambung.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Semua orang tertegun dengan penuturan Mia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kebenarannya adalah Mita anak Lita, bukan aku? Lantas siapa aku? Kenapa ada kertas hasil DNA aku dan Lita? Lagi-lagi kepalaku di penuhi oleh banyak pertanyaan. Namun, enggan untuk aku tanyakan terlebih melihat Mita yang sedari tadi diam saja."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku.Hening, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Mita. Dia benar-benar terpukul. Bunda menghampiri gadis itu dan beliau memeluknya. Aku tahu kenyataan ini begitu pahit."Sebaiknya kita masuk, bicarakan ini di dalam rumah, tidak baik membicarakan sesuatu yang serius di depan rumah seperti ini," ucap Ayah.Sesuai dengan keinginan Ayah, kami masuk ke rumah. Lita juga diajak masuk oleh Mia meskipun dia lebih banyak diam.Kami berada di ruang tamu sekarang. Membicarakan masalah besar ini dengan kepala dingin. Aku ingin semuanya terungkapkan. Aku tolong ingin ada kebohongan lagi."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku yang duduk di sampingnya."Ke

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Pelukan Lita terasa sangat hangat, jauh berbeda dengan pelukan Bunda. Aku merasa nyaman dalam dekapan wanita ini. Rasanya benar-benar tidak bisa aku jelaskan."La, lu bilang apa?" tanya Mita yang sepertinya bingung."Gue beneran anaknya, Ta.""Jangan aneh-aneh deh, lu punya bukti?"Aku mengambil kertas yang sedari tadi ada di saku celanaku. Aku langsung menunjukkannya kepada Mita tentang apa yang tertera di sana."Ini apa?""Hasil tes DNA gue dan Ibu Lita, hasilnya gue anak kandung wanita-wanita ini," ucapku sambil mencium lembut pipi Ibu Lita."La?""Gue seneng banget karena tahu kebenaran ini.""Tapi, La. Lu dapet dari mana kertas ini?"Aku menceritakan bagaimana aku dapat kertas hasil DNA itu. Awalnya Mita masih berusaha meyakinkan aku jika kertas ini bisa saja dibuat, tetapi aku menyangkal karena ada tanda tangan dokter dan tanda sebuah rumah sakit."La, lu gak apa-apa?""Gak, sekarang gue tau siapa gue sebenarnya."Aku, Mita, dan Ibu Lita saling berpelukan sambil menangis. Sampai

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku membaca ulang hasil tes DNA yang ada di tanganku. Aku harap aku salah liat. Namun, berapa kali pun aku membacanya, di sana tertera namaku dan nama Lita.Air mata tidak bisa aku bendung lagi. Dadaku sesak mengingat pelukan Lita yang terasa sangat hangat. Pelukan itu adalah pelukan seorang ibu.Aku menutup mulut agar tangisku tidak terdengar oleh orang rumah. Aku duduk sambil memeluk lutut. Sesegukan sendirian karena tahu sebuah kebenaran yang disembunyikan oleh Bang Angga dan pastinya keluarga ini.Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis. Kenyataan ini begitu membuatku merasa sedih. Meskipun sudah menduganya, rasa sesak semakin berkecamuk dalam dada.Sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. Menangis dan menangis hanya itu saja sambil mengingat senyuman tulus Lita ketika melihatku. Tak sepantasnya aku memanggilnya Lita, harusnya aku memanggilnya dengan sebutan Ibu, sebab dia adalah wanita yang melahirkanku.Sampai pagi menjelang aku tidak tidur. Aku juga sudah berhenti menan

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Bab 42 : Rahasia Angga (POV Aqila)Aku dan Mita terkejut melihat Bang Angga yang tiba-tiba saja memeluk Mia. Apa-apaan ini? Kenapa bisa seperti ini? Apa mereka saling kenal dan memiliki hubungan? Banyak pertanyaan yang ada dalam benakku. Inginku mengutarakannya, tetapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat. Lebih baik aku menunggu Bang Angga menjelaskan ini semua.Aku dan Mita memilih menjauh dari pasangan yang entah aku harus menyebutnya apa. Mia terlihat mengusap matanya begitu Bang Angga melepaskan pelukkannya. Aku seperti tengah berada dalam sebuah drama.Aku dan Mita saling pandang dan memilih mengalihkan pandangan dari dua orang yang entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya."La.""Hmm.""Sejak kapan Bang Angga kenal dengan Kak Mia?" tanya Mita."Itu pertanyaan yang sama seperti yang ada dalam otak gue.""Owh, okeh."Hening, Mita tidak bertanya lagi. Mungkin dia juga tengah memikirkan apa yang aku pikir. Masalah dalam hidupku semakin rumit sekarang, tetapi aku yakin semuanya ak

  • Bayi Siapa?   POV Aqila (kehadiran Mia)

    "Sekarang bagaimana, La?" tanya Mita yang tengah berbaring di ranjangku."Apa? Soal lu sama Bang Angga? Ngebet banget lu!" ucapku mencubit perutnya."Bukan itu, soal Lita."Aku buru-buru menutup mulut Mita sambil celingukan. Menyebut nama itu adalah hal yang tabu di rumah ini. Aku harap Bunda tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Mita tadi."Jangan bahas itu di sini.""Oke," jawab Mita dengan wajah bingung.Aku mengajak Mita keluar rumah untuk membicarakan Lita."Aqila, mau ke mana?" tanya Bunda."Nganterin Mita pulang, Bun," jawabku asal."Lho, Mita sudah mau pulang?""Eh, iya, Bun. Sudah siang.""Biar Angga yang antar!" perintah Bunda."Bang Angga sepertinya masih marah, Bun. Lebih baik sama pak sopir aja," ucapku."Baiklah."Dengan diantar pak sopir aku mengantarkan Mita pulang. Sebenarnya ini lucu, harusnya Mita pulang sendiri dengan sopir tanpa aku ikut, tetapi penyelidikan kami belum selesai, kami harus memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Tiba di rumah Mita, aku l

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku berdiri di depan pintu kamar Lita bersama dua orang suster. Sementara itu, Lita tengah berbincang dengan Mita. Suatu kebetulan jika ternyata Mia atau sahabat Lita adalah kakak dari Mita. Dengan begini kami bisa mengorek lebih dalam tentang apa yang terjadi dengan Lita.Mita terlihat antusias mendengar Lita berbicara. Mereka layaknya sahabat yang sangat akrab. Sayangnya dari tempatku berdiri, aku tidak bisa mendengar apa pun. Tidak mengapa, nanti aku bisa bertanya kepada Mita tentang apa yang mereka bicarakan."Lita terlihat senang, baru kaki aku melihatnya seperti sekarang," ucap Suster."Iyakah, Sus?" tanyaku."Iya, emosinya terlihat stabil dan itu bagus.""Lita tertekan ya, Sus. Dia depresi dan akhirnya menjadi seperti ini. Apakah hanya KDRT yang menyebabkan Lita menjadi begini?" tanyaku."Kehilangan anak di usia muda adalah awal dari segalanya. Aku membaca buku riwayat pasien milik Lita dan di sana tertulisnya jelas jika dia hamil diluar nikah dan melahirkan tanpa suami."Lita

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status