Share

Bab 8

Auteur: Puput Gunawan
last update Dernière mise à jour: 2021-10-13 18:53:50

BAYI SIAPA?

 

Part 8

 

Aku tengah berbelanja di tukang sayur. Sebenarnya aku lebih suka belanja di pasar dan sangat jarang berbelanja di tukang sayur keliling karena selain kurang lengkap, terkadang sering terjadi obrolan yang menurutku tidak penting. Kali ini terpaksa, sebab tidak ada yang menjaga Aqila jika aku ke pasar. Mbok Iin kasihan harus menjaga Aku dan Aqila.

 

"Tumben Bu Atik berbelanja di sini," ucap Bu Mirna salah seorang tetangga.

 

"Iya, Bu belum sempat ke pasar," jawabku.

 

"Sibuk sama cucu baru ya Bu?" tanya Bu RT.

 

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Bu RT tanpa bisa menjawabnya, mau kujawab apa? Aqila itu bukan anak Amran.

 

"Iya, dengar-dengar Amran sudah menikah, Bu Atik ini gimana sih, nikahin anaknya gak ngundang-ngundang," ucap Bu Rina.

 

"Sebenarnya Amran belum menikah, bayi yang kemarin Bu RT liat adalah anak saudara yang kebetulan dititipkan karena ibunya masuk rumah sakit." ucapku tentu saja berbohong.

 

Kata orang memang benar jika sekali berbohong akan terus-terusan mengulangi kebohongan untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Belum saatnya aku bicara yang sebenarnya. Jika saatnya tepat nanti, aku akan Jujur tentang siapa Aqila sebenernya. Tentu saja setelah aku tahu siapa orang tuanya.

 

"Amran memang lucu. Bisa saja dia menggodaku," ucap Bu RT.

 

"Itu karena jika bertemu dengan Bu RT selalu ditanya kapan nikah," ucapku tertawa.

 

Ibu-ibu yang berada di tukang sayur juga ikut tertawa bersamaku hingga membuat wajah Bu RT memerah. Dengan begini para tetangga tidak akan menanyakan tentang Aqila lagi. Amran juga bebas dari gibah tetangga. Satu masalahku sudah beres meskipun dalam kebohongan.

 

Aku masih asyik memilih sayuran untuk stok beberapa hari ke depan. Karena rasanya tidak mungkin aku ke pasar dalam waktu dekat. Obrolan ringan masih berlanjut. Kali ini ibu-ibu mulai membicarakan tentang anak tetangga kami yang beberapa Minggu terakhir jarang keliatan. Aku sedikit menajamkan telinga mendengar obrolan mereka. Mungkin dengan begini aku bisa mencari tahu siapa orang tua Aqila, karena tidak mungkin si pelaku orang jauh.

 

Kadang aku berpikir kenapa rumahku yang di titipi Aqila? Aku dan keluarga terkesan tertutup dan jarang bergaul. Hanya sesekali bersilaturahmi. Sudahlah, jika sudah ketemu dengan orang yang tega menaruh Aqila di depan pintu rumah, akan aku tanyakan.

 

"Bu RT kemaren kan nagih iuran bulanan ke rumah Bu Lilis, ibu lihat Lita?" tanya Bu Mirna.

 

"Gak, Bu katanya Lita sedang pergi," jawab Bu RT.

 

"Lita itu satu sekolah dengan anak saya, tahun ini lulus. Kata anak saya dia seminggu gak masuk. Isu yang beredar kalau Lita itu hamil di luar nikah dan sudah melahirkan." ucap Bu Rina.

 

Aku mendengarkan gibah tetangga ini dengan seksama. Tentunya bukan untuk di gibahkan lagi di rumah. Melainkan untuk mencari tahu kondisi sekitar lewat mulut tetangga ini. Harusnya aku lebih sering belanja di tukang sayur keliling. Lumayan bisa cari informasi tanpa banyak bertanya.

 

****

 

Berjalan masuk ke dalam rumah sambil membawa belanjaan. Aku masih terus memikirkan obrolan di tukang sayur tadi. Lita, seorang anak SMA yang di gosipkan hamil di luar nikah dan sudah melahirkan. Bisa saja dia ibunya Aqila. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumahku. Hanya berjarak dua rumah. Aku harus menyelidiki ini semua.

 

Namun, bagaimana caranya? Tidak mungkin aku datang ke sana dan bertanya. Bisa-bisa aku kena pasal perbuatan tidak menyenangkan karena bertamu serta bertanya hal-hal yang belum tentu kebenarannya.

 

Aku segera menaruh belanjaan di dapur. Kebetulan ada mbok Iin di sana. Aku bisa menyuruhnya bertanya kepada asisten rumah tangga keluarga Lita. Aku harap mbok Iin mau bekerja sama denganku mencari informasi tentang siapa orang tua Aqila.

 

"Mbok, kenal dengan asisten keluarga Bu Lilis?" tanyaku.

 

"Kenal, Bu ada apa ya?"

 

"Tadi aku dengar di tukang sayur kalau anak perempuan keluarga mereka sakit. Sakit apa kira-kira, jujur aku curiga."

 

"Saya memang sering dengar kalau gadis itu hamil di luar nikah."

 

"Kok mbok gak bilang-bilang?" tanyaku.

 

"Ibu kan suka bilang kalau gak boleh gibah."

 

"Oh iya juga, tapi ini bukan gibah, Mbok. Kita sedang menyelidiki siapa orang yang tega membuang Aqila di depan rumah kita," ucapku.

 

"Iya Bu, nanti saya cari tahu."

 

Aku segera meninggalkan mbok Iin yang mulai menyiapkan sarapan. Terdengar suara Aqila menangis. Setengah berlari aku menghampiri putri kecil itu.

 

Amran berada di kamarku sedang mengganti popok Aqila. Sepertinya dia pipis hingga membuatnya menangis tadi.

 

"Amran sedang apa?" tanyaku.

 

"Ini gimana sih, Bun?" tanya Amran yang kebingungan membedong Aqila.

 

"Makanya jangan sotoy," ucapku tersenyum.

 

Aku menghampiri Amran dan langsung membantunya untuk membedong Aqila. Amran  segera menggendong Aqila setelah selesai kubedong. 

 

Tidak terasa sudah seminggu Aqila tinggal di rumah kami. Amran terlihat begitu menyayanginya. Aqila pun nyaman berada dalam gendongan Amran. Seolah mereka punya ikatan batin. Aku berjanji setelah tahu siapa orangtuanya akan segera mengurus surat adopsinya. Karena aku sangat menyayangi bayi itu.

 

Amran mengajak Aqila keluar dari kamar dan menuju teras, sinar matahari pagi memang sangat baik untuk bayi. Di lihat tetangga juga tidak mengapa sekarang karena aku sudah menjelaskan jika Aqila adalah anak saudara yang dititipkan pada keluarga kami.

 

Amran terlihat mengajak Aqila bicara di bawah sinar matahari pagi. Aqila membuka matanya dengan sempurna. Di lihat dari sudut pandangku saat ini, mereka seperti ayah dan anak. Jangan-jangan mereka memang memiliki hubungan darah. Ah, pikirkanku kacau.

 

"Bu, Ami berangkat sekolah dulu ya," ucap Ami membuyarkan lamunanku.

 

"Lho, kamu sudah sembuh?" tanyaku.

 

Gadis berseragam putih abu-abu itu mengangguk mantap. Dia memang terlihat lebih segar dan tidak pucat.

 

"Sudah sarapan?" 

 

"Sudah, Bu."

 

Tiba-tiba saja Angga berlari dari dalam rumah. Dengan sepotong roti yang terselip di bibirnya.

 

"Makan sambil duduk," ucapku mencubit pinggang Angga.

 

Dia segera mengambil roti yang ada di mulutnya.

 

"Telat, Bun. Hari ini aku piket."

 

"Kebetulan, bareng sama Ami saja."

 

"Gak usah, Bu. Ami mau ke fotocopy dulu."

 

"Aku pamit Bun, assalamualaikum," ucap Angga berlari setelah mencium tanganku.

 

"Hati-hati."

 

"Siap."

 

Ami masih berdiri di depan pintu dan asik dengan ponselnya.

 

"Kak Ami sedang apa?" tanya Amran menirukan suara anak kecil.

 

Ami melihat ke arah Amran dan melirik sesaat ke Aqila yang ada dalam gendongan sulungku itu. 

 

"Nungguin ojek online, Bang," jawabnya.

 

"Abang antar saja ya!" pinta Amran.

 

"Gak usah, Bang. Ami mau ke fotocopy dulu."

 

"Gak apa-apa, Mi. Lagi pula kamu baru sembuh."

 

"Iya, Mi. Di Amran saja," ucapku.

 

Amran menyerahkan Aqila padaku dan langsung menarik tangan Ami untuk ikut dengannya. Aku merasa ada yang aneh di sini. Terlebih melihat Amran yang begitu peduli dengan Ami dan tatapan Amran ke Ami pun mencurigakan. Apa jangan-jangan Amran yang menghamili Ami?

 

Bersambung.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Semua orang tertegun dengan penuturan Mia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kebenarannya adalah Mita anak Lita, bukan aku? Lantas siapa aku? Kenapa ada kertas hasil DNA aku dan Lita? Lagi-lagi kepalaku di penuhi oleh banyak pertanyaan. Namun, enggan untuk aku tanyakan terlebih melihat Mita yang sedari tadi diam saja."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku.Hening, tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Mita. Dia benar-benar terpukul. Bunda menghampiri gadis itu dan beliau memeluknya. Aku tahu kenyataan ini begitu pahit."Sebaiknya kita masuk, bicarakan ini di dalam rumah, tidak baik membicarakan sesuatu yang serius di depan rumah seperti ini," ucap Ayah.Sesuai dengan keinginan Ayah, kami masuk ke rumah. Lita juga diajak masuk oleh Mia meskipun dia lebih banyak diam.Kami berada di ruang tamu sekarang. Membicarakan masalah besar ini dengan kepala dingin. Aku ingin semuanya terungkapkan. Aku tolong ingin ada kebohongan lagi."Mita, lu gak apa-apa 'kan?" tanyaku yang duduk di sampingnya."Ke

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Pelukan Lita terasa sangat hangat, jauh berbeda dengan pelukan Bunda. Aku merasa nyaman dalam dekapan wanita ini. Rasanya benar-benar tidak bisa aku jelaskan."La, lu bilang apa?" tanya Mita yang sepertinya bingung."Gue beneran anaknya, Ta.""Jangan aneh-aneh deh, lu punya bukti?"Aku mengambil kertas yang sedari tadi ada di saku celanaku. Aku langsung menunjukkannya kepada Mita tentang apa yang tertera di sana."Ini apa?""Hasil tes DNA gue dan Ibu Lita, hasilnya gue anak kandung wanita-wanita ini," ucapku sambil mencium lembut pipi Ibu Lita."La?""Gue seneng banget karena tahu kebenaran ini.""Tapi, La. Lu dapet dari mana kertas ini?"Aku menceritakan bagaimana aku dapat kertas hasil DNA itu. Awalnya Mita masih berusaha meyakinkan aku jika kertas ini bisa saja dibuat, tetapi aku menyangkal karena ada tanda tangan dokter dan tanda sebuah rumah sakit."La, lu gak apa-apa?""Gak, sekarang gue tau siapa gue sebenarnya."Aku, Mita, dan Ibu Lita saling berpelukan sambil menangis. Sampai

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku membaca ulang hasil tes DNA yang ada di tanganku. Aku harap aku salah liat. Namun, berapa kali pun aku membacanya, di sana tertera namaku dan nama Lita.Air mata tidak bisa aku bendung lagi. Dadaku sesak mengingat pelukan Lita yang terasa sangat hangat. Pelukan itu adalah pelukan seorang ibu.Aku menutup mulut agar tangisku tidak terdengar oleh orang rumah. Aku duduk sambil memeluk lutut. Sesegukan sendirian karena tahu sebuah kebenaran yang disembunyikan oleh Bang Angga dan pastinya keluarga ini.Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis. Kenyataan ini begitu membuatku merasa sedih. Meskipun sudah menduganya, rasa sesak semakin berkecamuk dalam dada.Sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. Menangis dan menangis hanya itu saja sambil mengingat senyuman tulus Lita ketika melihatku. Tak sepantasnya aku memanggilnya Lita, harusnya aku memanggilnya dengan sebutan Ibu, sebab dia adalah wanita yang melahirkanku.Sampai pagi menjelang aku tidak tidur. Aku juga sudah berhenti menan

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Bab 42 : Rahasia Angga (POV Aqila)Aku dan Mita terkejut melihat Bang Angga yang tiba-tiba saja memeluk Mia. Apa-apaan ini? Kenapa bisa seperti ini? Apa mereka saling kenal dan memiliki hubungan? Banyak pertanyaan yang ada dalam benakku. Inginku mengutarakannya, tetapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat. Lebih baik aku menunggu Bang Angga menjelaskan ini semua.Aku dan Mita memilih menjauh dari pasangan yang entah aku harus menyebutnya apa. Mia terlihat mengusap matanya begitu Bang Angga melepaskan pelukkannya. Aku seperti tengah berada dalam sebuah drama.Aku dan Mita saling pandang dan memilih mengalihkan pandangan dari dua orang yang entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya."La.""Hmm.""Sejak kapan Bang Angga kenal dengan Kak Mia?" tanya Mita."Itu pertanyaan yang sama seperti yang ada dalam otak gue.""Owh, okeh."Hening, Mita tidak bertanya lagi. Mungkin dia juga tengah memikirkan apa yang aku pikir. Masalah dalam hidupku semakin rumit sekarang, tetapi aku yakin semuanya ak

  • Bayi Siapa?   POV Aqila (kehadiran Mia)

    "Sekarang bagaimana, La?" tanya Mita yang tengah berbaring di ranjangku."Apa? Soal lu sama Bang Angga? Ngebet banget lu!" ucapku mencubit perutnya."Bukan itu, soal Lita."Aku buru-buru menutup mulut Mita sambil celingukan. Menyebut nama itu adalah hal yang tabu di rumah ini. Aku harap Bunda tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Mita tadi."Jangan bahas itu di sini.""Oke," jawab Mita dengan wajah bingung.Aku mengajak Mita keluar rumah untuk membicarakan Lita."Aqila, mau ke mana?" tanya Bunda."Nganterin Mita pulang, Bun," jawabku asal."Lho, Mita sudah mau pulang?""Eh, iya, Bun. Sudah siang.""Biar Angga yang antar!" perintah Bunda."Bang Angga sepertinya masih marah, Bun. Lebih baik sama pak sopir aja," ucapku."Baiklah."Dengan diantar pak sopir aku mengantarkan Mita pulang. Sebenarnya ini lucu, harusnya Mita pulang sendiri dengan sopir tanpa aku ikut, tetapi penyelidikan kami belum selesai, kami harus memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Tiba di rumah Mita, aku l

  • Bayi Siapa?   POV Aqila

    Aku berdiri di depan pintu kamar Lita bersama dua orang suster. Sementara itu, Lita tengah berbincang dengan Mita. Suatu kebetulan jika ternyata Mia atau sahabat Lita adalah kakak dari Mita. Dengan begini kami bisa mengorek lebih dalam tentang apa yang terjadi dengan Lita.Mita terlihat antusias mendengar Lita berbicara. Mereka layaknya sahabat yang sangat akrab. Sayangnya dari tempatku berdiri, aku tidak bisa mendengar apa pun. Tidak mengapa, nanti aku bisa bertanya kepada Mita tentang apa yang mereka bicarakan."Lita terlihat senang, baru kaki aku melihatnya seperti sekarang," ucap Suster."Iyakah, Sus?" tanyaku."Iya, emosinya terlihat stabil dan itu bagus.""Lita tertekan ya, Sus. Dia depresi dan akhirnya menjadi seperti ini. Apakah hanya KDRT yang menyebabkan Lita menjadi begini?" tanyaku."Kehilangan anak di usia muda adalah awal dari segalanya. Aku membaca buku riwayat pasien milik Lita dan di sana tertulisnya jelas jika dia hamil diluar nikah dan melahirkan tanpa suami."Lita

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status