Share

Part 5 Prisoners

Napas Louisa semakin tersengal. Wanita itu berjuang untuk bernapas sementara itu Zac berusaha untuk menenggelamkan wajah wanita itu di bathtub. Louisa mencoba melawan. Tapi lama kelamaan wanita itu menjadi lemas. Wajahnya pucat karena tidak mendapatkan cukup oksigen. 

"Zac, cukup," ucap Dominic. Pria itu bisa melihat wajah sakaratul maut Louisa. 

"Kenapa harus berhenti, wanita ini belum mati." Zac mengangkat leher Louisa. Wanita itu langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Dadanya sakit. 

"Kalau dia mati, itu semakin menyulitkan kita, Jason sudah mati, kalau wanita ini mati juga maka pihak hotel bisa curiga padamu lalu aku." Dominic menatap bodoh Zac.

"Tenang saja, aku akan mengurus mayat Jason dengan benar," tutur Zac. 

"Mau kau apakan mayatnya?" Dominic mengerutkan keningnya. 

"Akan aku buang." Zac menyiapkan koper untuk memasukkan mayat Jason di sana.

"Bodoh! Kita harus bekerja tanpa jejak," sentak Dominic. 

"Lalu kau mau apa dengan mayat ini?" Zac frustrasi. 

"Bawa mayat ini ke Yunani, aku punya hewan peliharaan yang kelaparan di sana, sudah satu bulan harimau itu tidak makan." Zac menelan ludahnya. Dominic benar-benar tidak berperasaan. 

"Baiklah, aku akan membawa mayat ini ke Yunani. Aku perlu pesawat pribadi untuk ini." Zac menaikkan satu alisnya. 

"Ya, tentu saja." Dominic menatap Louisa yang terkulai lemas. Pria itu mengangkat Louisa ke sofa. 

"Mau apa kau pada wanita ini?" tanya Zac. 

"Aku juga tidak tahu, tapi yang jelas dia harus bersama kita kalau tidak wanita ini bisa buka mulut ke polisi. Aku sudah bosan berurusan dengan polisi. Mereka sudah banyak memerasku." Dominic mengerang rendah. 

"Lalu sekarang kita akan ke mana?" tanya Zac. 

"Ke Yunani. Aku sudah bosan di Mexico bersembunyi seperti pecundang." Pria kekar itu membenarkan pakaiannya. 

"Baiklah, aku akan mengurus mayat ini terlebih dahulu." Zac menyingkirkan jasad Jason dengan bersih sampai tidak akan jejak. Pria itu bahkan membawa lari karpet yang ada bercak darah Jason. 

Dominic menatap Louisa. Wanita itu hanya bisa menelan ludahnya. Pria itu ingat pada Louisa. 

"Louisa gonzales? Kau wanita di apartemen itu kan?" tanya Dominic. Louisa hanya bisa menganggukkan kepalanya. 

"Kenapa harus kau yang memergoki pembunuhan ini." Dominic mengerutkan keningnya. 

"Kau membuatku tidak bisa berkata apapun." Louisa masih berusaha menenangkan dirinya. Jantungnya tidak stabil sekarang. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Dominic menghabisi Jason dengan merobek mulut pria itu. Ini membuat Louisa ngeri. 

"Apa aku bisa berjalan? Atau aku harus menyeretmu?" Louisa melebarkan matanya. Wanita itu menatap horor Dominic. 

"Apa kau psikopat?" tanya Louisa. Dominic hanya menatap wanita itu. 

"Mungkin." Dominic menggenggam tangan Louisa dan menarik wanita itu. 

"Lepaskan! Lepaskan aku! Aku bisa berjalan, kau tidak perlu menyeretku." Louisa tidak menyangka kalau Dominic akan menyeretnya. 

"Kau bekerja di hotel ini. Jadi kau tidak boleh katakan apapun! Kalau lidahmu itu tidak bisa diam. Aku akan memotong lidahmu," ancam Dominic. Louisa menelan ludahnya. Semua yang Dominic ucapkan bukan hanya sekedar ancaman. Tapi pria itu juga melakukan pembuktian. Ini membuat Louisa semakin takut. 

"Aku tidak akan katakan apapun! Sungguh! Aku bersumpah." Louisa menelan ludahnya sendiri. Dominic mengarahkan pisau kecilnya pada pipi wanita itu. 

"Kemasi barangmu." Pria itu membuat Louisa ketakutan setengah mati. 

"Untuk apa aku mengemasi barangku?" Louisa melebarkan matanya. 

"Ikut bersamamu? Apa-apa ... an." Louisa menahan napasnya saat Dominic mencengkram rahangnya. Wanita itu hanya bisa memegangi tangan pria itu dan menganggukkan kepalanya. 

Louisa keluar dari kamar hotel itu dengan pakaiannya yang basah. Mau tidak mau dia harus menuruti kemauan Dominic atau nyawanya akan melayang malam ini. Semua temannya bertanya bagaimana bisa dirinya basah kuyup. Jawaban konyol yang keluar dari mulut Louisa adalah, dia mengatakan kalau dirinya membenarkan shower dan air shower membuatnya basah kuyup. Sekarang wanita itu mengganti pakaiannya dan mengemasi barang-barangnya. Dominic sudah menunggunya dengan wajah tidak sabarannya. 

"Kenapa kau mau berhenti bekerja?" tanya atasan Louisa. 

"Berhenti bekerja?" Wanita itu terkejut dan menatap Dominic. 

"Sialan!" Louisa menelan ludahnya sendiri. 

Wanita itu mengambil gaji terakhirnya dan pergi menghampiri Dominic. Louisa sudah siap dengan semua sumpah serapahnya. Tapi saat dia dekat dengan Dominic rasa takut membuatnya bungkam. Wanita itu menyiapkan keberaniannya. 

"Kenapa aku harus mengundurkan diri?" tanya Louisa. 

"Agar kau bisa ikut bersamaku." Dominic melirik jam tangannya. 

"Apa maksudmu ikut bersamamu? Apa aku akan tinggal bersamamu? Begitu?" Louisa menatap Dominic dengan penuh pertanyaan. 

"Ya. Kau ikut denganku," ujar Dominic. 

"Apa kau sudah gila! Aku tidak mau meninggalkan ibu dan adik-adikku, kalau aku ikut bersamamu lalu bagaimana aku bisa bekerja dan mengirim uang untuk mereka?" Louisa menyentuh kepalanya yang mulai pusing. 

"Hidup selalu ada pilihan bukan?" Dominic tersenyum miring. 

"Hanya ada dua pilihan untukmu Louisa, pertama ikut denganku atau kedua mati malam ini," ucap Dominic dengan tegas. Louisa meremas tangannya. Keringat dingin bercucuran di keningnya. 

"Kenapa aku harus ikut bersamamu?" Louisa melotot pada Dominic. 

"Itu karena kesalahanmu sendiri, kau membuka pintu yang seharusnya tidak kau buka, tidak seharusnya kau bertemu denganku," tutur Dominic. 

"Sialan! Aku tidak akan mengatakan apapun kepada siapapun! Kau puas?" Kesabaran Louisa sudah habis sekarang. 

"Siapa yang akan menjamin itu? Aku akan lebih puas kalau kau ikut bersamaku." Dominic menatapi Louisa dari bawah hingga atas. Membuat wanita itu kesal.

"Ya Tuhan! Pria ini," gerutu Louisa. 

"Lagipula gaji kerjamu di hotel ini tidak bisa memuaskan ibumu yang tukang judi, benar kan?" Dominic menundukkan kepalanya agar dia sejajar dengan Louisa. 

"Kalau tidak mau ikut denganku, kau mati saja, akan lebih baik." Louisa menelan ludahnya. Sekarang dia merasa seperti sedang bernegosiasi dengan malaikat pencabut nyawa. 

"Keterlaluan!" Louisa melirik sekitarnya. Tidak ada orang yang akan membantunya sekarang. 

"Ayo jalan!" pinta Dominic. Pria itu menendang tas Louisa yang tergeletak di lantai. 

"Aku seperti buronan sekarang." Louisa menghentakkan kakinya. 

"Kau bukan buronan, kau tahanan sekarang," jelas Dominic. Louisa mengepalkan tangannya di depan mata Dominic membuat pria itu menaikkan satu alisnya. 

"Aku berharap kau adalah manusia limited edition agar orang sepertimu cepat musnah dari dunia ini!" cibir Louisa. 

"Aku berharap kau adalah wanita terakhir yang akan mengacaukan hidupku." Dominic berjalan mendahului Louisa. Pria itu tidak pernah sanggup untuk berdebat. Tapi kemudian Dominic berbalik dan mengambil tas Louisa dan menarik wanita itu. Dia mendorong wanita itu agar dia masuk ke dalam mobil. 

"Shit! Kau tidak perlu mendorongku!" gerutu Louisa. 

"Tahanan macam apa aku ini." Louisa mengacak-acak rambutnya. Iya benar-benar merasa sial sekarang. Wanita itu tidak pernah hidup dengan tenang

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status