Share

Part 6 The Castle

Louisa duduk di dalam mobil Dominic tidak tenang. Ia menundukkan kepalanya dan menarik kuat-kuat rambutnya. Dia frustrasi. Kenapa keadaan semakin memburuk. Netra Louisa melirik Dominic yang duduk tenang seakan tidak terjadi apapun sedangkan bagi Louisa bernapas saja sulit. 

"Kita akan ke mana?" tanya Louisa. Wanita malang itu menatap Dominic. 

"Yunani." Louisa melebarkan matanya. 

"Kau gila! Mau apa ke sana!" Kepanikan yang dirasakan Louisa bukalah hal yang penting bagi Dominic. 

"Kenapa kau sangat banyak bicara." Tatapan menusuk dari Dominic membuat Louisa semakin takut. Wanita malang itu hanya bisa menghela napasnya. 

"Kenapa hidupku semakin rumit di saat aku ingin hidup tenang!" gerutu Louisa. Wanita itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. 

"Itu karena kesalahanmu sendiri. Kau sendiri yang membuka pintu kamar hotelku. Matamu sendiri yang melihat kematian Jason. Aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja." Louisa menelan ludahnya. 

"Terserah!" Louisa memutuskan untuk menutup matanya. Ia benar-benar sangat lelah dengan dunia ini. Louisa lelah berdebat dengan Dominic, dia juga lelah memikirkan cara untuk mengirim uang pada ibu dan adik-adiknya nanti. Pikiran wanita malang itu jadi sangat rumit. Yang dia mau sekarang adalah tidur. 

Dominic menghela napasnya saat sampai private airport miliknya. Louisa yang tertidur membuatnya geram. Pria itu turun dari mobil dan memutari mobilnya. Tangan kekar berototnya membuka pintu mobil untuk Louisa. Sesaat Dominic menatapi wanita itu. Ia menghela napas lagi dan menarik tangan Louisa hingga wanita itu membuka matanya. Wanita malang itu belum sepenuhnya sadar dan Dominic langsung menarik kuat tangan Louisa, wanita itu kehilangan keseimbangannya. Dia berpegangan pada pintu mobil tapi tarikan Dominic terlalu kuat dan itu membuat tubuh mungil Louisa berhasil tersungkur. 

"Shit!" Tangan Louisa bergesekan dengan aspal yang berhasil membuat tangannya lecet. 

"AW!" pekik Louisa. Dia kesulitan berdiri karena heels yang dia pakai patah. 

"Kau benar-benar keterlaluan!" Jari-jari lentik Louisa meraih heels kerja kesukaannya itu. 

"Aku tidak menyuruhmu untuk tidur di mobilku." Mata Louisa mencoba untuk menangkap keadaan sekitarnya. Sedetik kemudian, wanita itu menyadari kalau dirinya benar-benar ada di bandara. 

"Wah! Kau benar-benar gila! Ini gila!" Louisa memegangi kepalanya. 

"Kau benar-benar mafia? Sekelas apa dirimu?" Menghirup oksigen semakin susah bagi wanita malang itu. 

"Aku mafia kelas atas yang belum pernah ada, jadi berhentilah menggerutu dan tidak perlu banyak melawanku kalau kau ingin selamat." Dominic menunjuk Louisa dengan jari telunjuknya. Pria itu semakin seram saja dengan memperingati seperti itu. 

"Berandal sialan! Kau tidak tahu aku yang sebenarnya!" teriak Louisa. Ia melotot pada Dominic. Dia tidak terima dipermainkan seperti ini. Sudah cukup dirinya dihina oleh Dominic. 

"Kau membunuh orang! Kau menyingkirkan aku dari pekerjaanku! Kau menarik paksa aku ke sini! Dasar berandal!" Louisa mengepalkan tangannya. Dia mengarahkan semua kekuatan dalam dirinya untuk menghabisi Dominic. Ia langsung menghantam wajah Dominicakan tetapi anehnya adalah tubuh pria itu tidak bergerak. Louisa sudah mengeluarkan semua tenaganya dan menghantam wajah Dominic, tapi tubuh pria itu seperti batu. Bahkan wajahnya saja tidak bergerak saat dipukul. 

"Lumayan kuat juga kau ini, Nona." Dominic menganggukkan kepalanya. Tangan kekar pria itu meraih tangan Louisa yang berani menamparnya. Dominic membalikkan tubuh Louisa dan menempelkan tubuh wanita itu ke mobil dan kedua tangan wanita itu terkunci oleh satu tangan Dominic. 

"Don't play with me, Louisa." Dominic mencengkram kepala Louisa dari belakang membuat wanita itu menjerit kesakitan. 

"Ini adalah peringatan terakhirku padamu, kalau kau masih ingin hidup, maka menurutlah," bisik Dominic. Louisa hanya bisa menelan ludahnya sambil kesakitan. Pria itu melepaskan Louisa dan menyeretnya untuk masuk ke dalam pesawat. 

Louisa berjalan di depan Dominic. Ia masih bersyukur kalau mulutnya ini tidak mengatakan kalau dia seorang peretas. Setidaknya dia masih punya senjata untuk melawan Dominic dengan keahliannya itu. Louisa menghirup udara banyak-banyak saat akan memasuki pesawat. Sekarang dia akan masuk ke neraka Dominic. Jadi dia harus menurut pada mafia berbahaya yang satu ini dan mendengarkan ocehan pria itu. Sekarang yang harus Louisa lakukan hanyalah bersikap natural selayaknya wanita biasa tanpa kemampuan bela diri maupun peretas agar dia aman dari Dominic. 

Rahasia terbesar Louisa adalah dia meretas semua keamanan Dominic dan membantu Jason yang ternyata bekerja sama dengan Marcus—musuh Dominic. Ini semua diluar kendali Louisa. Keadaan semakin runyam bagi dirinya. Seharusnya dia tidak membantu Jason dan tidak perlu membuka kamar hotel yang dihuni oleh Dominic. Rasa simpati dan keingintahuan berlebihan yang dimiliki Louisa terkadang sangat merugikannya. 

Sekarang wanita malang itu hanya bisa duduk di samping Dominic dan sibuk meratapi setiap sudut pesawat. Louisa belum pernah menaiki pesawat sebagus dan canggih milik Dominic. Otak wanita itu terus berpikir untuk mencari pencerahan tingkatan mafia yang dipegang oleh Dominic. 

"Berikan hormat, Don kita akan segera masuk," bisik salah satu pelayan pesawat. Louisa tidak bisa mengelak lagi. Posisi 'DON' yang dimiliki Dominic adalah posisi tertinggi di tingkatan mafia. 

"Louisa kau berurusan dengan pria yang salah!" gumam Louisa. Ia mengusap wajahnya. Wanita malang itu hanya bisa menatapi Dominic. Dia tidak akan berpikir panjang untuk menghabisinya. 

"Do ... Don Dominic," ucap Louisa. Ia menggigit bibir bawahnya. 

"Kau tahu ibuku seorang penjudi dan gaji bekerja di hotel tidak memuaskannya, aku juga punya adik dan dia masih bersekolah, ampunilah aku!" mohon Louisa pada Dominic. 

"Akan aku urus keluargamu, tapi sudah dapat dipastikan kau tidak akan bertemu mereka lagi." Louisa melebarkan matanya. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya bisa diam saja. 

"Aku mungkin tidak bisa bertemu mereka setelah ini, tapi setidaknya kau menjamin hidup mereka aku akan tenangakan tetapi aku masih bisa menelepon mereka kan?" tanya Louisa. Dominic menggelengkan kepalanya. 

"Tidak, karena itu berpotensi kau akan mengadu pada ibumu," jawab Dominic. Sekarang Louisa benar-benar tamat. 

Tubuh Louisa seakan remuk. Setelah perjalanan pesawat yang pajang ditambah lagi dengan menaiki mobil selama berjam-jam untuk sampai di tempat tujuan Dominic. Ini membuatnya kelelahan. Wanita malang itu masih harus berjalan beberapa kilometer untuk sampai di pintu depan kastil. Ya! Di depannya ini benar-benar sebuah kastil kuno.

"Apa ini rumahmu?" tanya Louisa. 

"Ya, kastil kuno milik kerajaan mendiang leluhurku." Leher Louisa tercekat saat mendengar penjelasan Dominic. 

"Sudah berapa lama kastil ini kosong?" Louisa menatap horor Dominic. 

"Seratus tahun yang lalu? Seribu tahun yang lalu? Aku tidak ingat." Dominic menyeringai. 

"Lima tahun yang lalu Marcus ada di sini," ujar penjaga kastil. Louisa bernapas lega karena masih ada orang yang berkunjung di kastil tua berabad-abad itu. Ini benar-benar seperti akan masuk ke rumah hantu. 

"Jangan bicarakan Marcus atau aku akan memotong lidahmu!" Dominic memperingati Raulo—si penjaga kastil yang sudah tua. Dominic masuk begitu saja dan Louisa masih enggan untuk mengikuti pria itu. Ia menatap sendu Raulo dan tersenyum kecil padanya. 

"Dia memang sangat kasar." Louisa merasa sangat kasihan pada Raulo. 

"Aku mengenalnya sejak kecil," jelas Raulo. Wanita itu hanya bisa tersenyum lagi dan berlari mengejar Dominic. 

Raulo membuka pintu kastil. Tidak ada yang bisa dilihat oleh mereka. Kastilnya sangat gelap. Para pelayan bergegas berbaris. 

"Bersihkan tempat ini dan siapkan kamar untukku," ucap Dominic. Raulo menyalakan lilin untuk penerangan. 

"Apa tidak ada listrik di dalam?" Louisa menatap Dominic dengan serius. 

"Welcome to the hell, Louisa. Kita para penjahat tidak perlu cahaya penerangan," bisik Dominic. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status