Share

Bab 31 Jebakan Sang Serigala

Kantor Lexi Czar Expedition

Lexi yang masih terbawa emosi karena sikap Tania pagi ini melampiaskan kekesalannya dengan membanting patung giok gajah di mejanya. Terdengar suara bunyi yang cukup kencang di lantai dan patung itu berserakan menjadi berkeping-keping. Rambutnya yang rapi berubah berantakan, dia juga melepas dasi hitam yang dikenakannya, membuang jas blue navy-nya dan menggulung kemeja putihnya hingga sebatas lengan. Tangan kirinya merogoh saku celananya dan mengambil ponsel hitam miliknya.

"Bagaimana? Apa 'sesuatu' yang aku minta sudah sampai?" tanya Lexi di telepon.

"Baiklah! Tunggu aku di sana. Aku akan segera berangkat!" ucap Lexi memutus sambungan teleponnya dengan seseorang.

Senyum seringai terlihat di wajah tampan sang serigala, wajah yang awalnya penuh dengan emosi dan kekesalan kini berubah menjadi lebih tenang dan senyum seringai hingga mengembang sesekali Lexi tunjukkan. Tak lama setelah dia menelepon, Lexi mengambil jasnya yang ia buang sembarang tempat dan melihat ruangannya yang sangat kacau dan berantakan.

"Aku tak mengira, jika pekerjaan seorang OB itu sungguh berat. Ini semua karenamu, Tania ..." tanpa buang waktu Lexi melangkahkan kakinya menuju lift yang hanya khusus untuknya.

"Ke 'tempat' biasa, Gregory!" perintah Lexi segera masuk ke dalam mobilnya dan sang supir pribadi, Gregory segera meluncur menuju tempat yang dimaksud.

Di dalam mobil, Lexi terus teringat ucapan Tania yang sedikit menyinggung perasaanya. Lexi mengepalkan tangannya yang ia senderkan dekat dengan pintu kaca mobil dan sedikit mengendur ketika ia mencoba untuk mengingat peristiwa yang juga terjadi pagi tadi.

"Morning kiss yang indah bukan, Tania? Kau akan selalu mendapatkan morning kiss dariku bila kau menjadi milikku! Jika tidak, jangan salahkan jik serigala ini akan dengan cepat menyergapmu dari mana saja!" gumamnya.

Tak lama, ponsel milik Lexi berdering. Dilihatnya penelepon yang tertera pada layar ponselnya dan ternyata Yuri, sang sekretaris pribadi dan pengawalnya menghubunginya.

"Ada apa?"

[Tuan, sang harimau telah bertekuk lutut di hadapan sang kelinci.]

"Benarkah?" tanya Lexi sedikit tersenyum.

[Iya, Tuan. Saya melihat Nona telah keluar dari sarang harimau dan tak ada tanda-tanda jika harimau akan mengikuti kelinci.]

Beeppp ....

Lexi langsung memutus teleponnya dengan Yuri. Kini, dia mengembangkan senyumnya dan tertawa dengan lebar. Seakan kemenangan telah benar-benar berada di tangannya! Rasa puas dan haus akan obsesinya terhadap Tania kini membuat Lexi bisa melakukan berbagai cara agar Tania bertekuk lututt padanya.

"Tania ... kelinciku yang lucu, tunggulah hingga aku menyantapmu ...." ucap Lexi tertawa lebar

****

Lotte Hotel Moscow

Tania yang telah kembali ke hotelnya langsung memecah hening dan sepi kamarnya dengan tangisan yang menyayat hati. Entah sudah kali keberapa dia menangis untuk laki-laki yang saat ini masih juga menyandang status suaminya. Matanya sembab, menandakan ia menangis tiada henti, sesegukan terdengar dari mulut Tania dan ekspresi wajahnya yang begitu sedih memenuhi wajah cantiknya, belum lagi jika ia teringat dengan peristiwa semalam dan tadi pagi. Dalam keadaan mabuk, ia berada di ranjang pria lain ... dab sebuah morning kiss dari pria yang bukan suaminya telah mendarat di bibir sensualnya.

Tania melihat dirinya di sebuah cermin yang tak begitu besar dalam kamarnya menginap, tangannya memegang bibir yang telah disentuh oleh pria yang bernama Richard Lexi dan mengusap-usap bibirnya dengan jari-jari secara kasar seraya berkata, "Apa aku tak seperti Andre? Berakhir di ranjang dengan pria lain ... mabuk ... dan ... dan ..." Tania merubuhkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit putih kamarnya. 

"Tuhan, apakah ini hukuman, ujian atau sebuah cobaan? Kenapa aku tak bisa memaafkan Andre padahal aku juga sama seperti dirinya? Apakah aku terlalu naif dan munafik? Tuhan ... kenapa aku harus dipertemukan oleh pria bernama Richard Lexi? Apa--apa aku ..."

Sebuah deringan yang begitu nyaring membuat Tania sedikit terkejut hingga membuyarkan lamunan dan curhatnya.

"Mama ..." gumamnya tatkala ia mengambil dan melihat ponsel miliknya yang ada di dalam saku celananya.

Sambil menarik napas panjang dan mengusap air matanya, Tania berusaha untuk terdengar 'normal' pada sang mama.

"Hai, Ma ... apa kabar? I missssssss you soooo muchhhhhh,"

[Sayang, anak Mama ... bagaimana kabar kamu, Sayang? Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu tak terluka? Apa kamu tak rindu Mama? Kenapa tak ikut pulang dengan papa? Apa yang membuatmu betah di sana?]

Tania hanya tersenyum tipis seraya menjauhkan sedikit dari gendang telinganya karena pertanyaan sang mama.

"Aku baik-baik saja, Ma. Jangan khawatir, Tania bingung deh harus jawab pertanyaan Mama darimana ... Mama seperti polisi yang sedang mengintrogasi penjahat."

[Sayang, Mama sangat cemas dan khawatir padamu. Apalagi ketika papa pulang sendiri ke Indonesia dan bilang kamu masih ada di Rusia karena suatu urusan.]

"Iya, Ma."

[Urusan apa, Sayang? Apa urusanmu belum selesai? Apa Andre tahu soal ini?]

Tania bungkam. Mulutnya tak dapat berkata sedikitpun tentang Andre yang juga ada di Rusia.

"Dia--dia sudah tahu, Ma."

[Benarkah? Syukurlah kalau dia.sudah tahu. Sayang, bagaimanapun Andre adalah suamimu ... dia pemimpinmu, dia imammu. Jadi, mau tak mau ... suka tak suka kau harus meminta izin darinya.]

Tania terdiam, batinnya bergejolak! Tak dapat membayangkan bila sang mama mengetahui keretakan rumah tangganya yang baru berusia seminggu.

"Mah, menurut Mama jika suami melakukan kesalahan, apakah istri harus memaafkannya?" 

[Ya. Tentu saja harus, karena rumah tangga itu bukan hanya soal hubungan ranjang, tapi lebih dari itu. Rumah tangga itu menyatukan dan melebur segala perbedaan yang kita miliki hingga mencapai satu tujuan, misi dan visi yang sama.]

"Meskipun--meakipun jika suami bermain kotor di belakang kita?"

[Maksudmu, Sayang?]

"Ah, tidak--tidak ada apa-apa, Ma. Sepertinya Tania terlalu sering menonton sinetron, jadi agak sedikit berlebihan."

[Kau ... baik-baik saja dengan Andre, 'kan?]

"Tentu saja, Ma! Kami baik-baik saja. Hanya, aku dan dia ... kami sama-sama sedang sibuk."

[Begitu, ya ... yasudah, Mama senang kalian baik-baik saja. Mama harap kalian akan selalu menjadi pasangan yang kekal abadi hingga maut memisahkan kalian, ya Sayang.]

Tania hanya tersenyum miris, tanpa sadar bulir kristal putih mengalir melalu celah sisi samping wajahnya. Mencoba menahan tangisan, Tania menutup mulutnya dengan tangan kirinya dan menggigit bibir bawahnya, menahan semua rasa sedih dan pedih yang ia rasakan.

[Yasudah kalau begitu, kamu baik-baik y, Sayang di sana. Kabari Andre ... dia pasti sangat merindumu.]

Setelah mama menutup teleponnya, kembali tangis Tania pecah dan ia menutup wajahnya dengan bantal.

"ARGGGHHHHHHHHH ...!!!!!!" teriaknya kencang dalam dekapan bantal yang membenamkan wajahnya.

****

Ritz Carlton Hotel, Saint Petersburg

Kamar nomor 303! Ya, di kamar itulah seorang wanita cantik berpakaian mini dress warna hitam dan belahan dada menggoda iman tiap laki-laki yang ditutupi blazer warna senada tengah duduk manis seraya menyeruput espresso menghadap jendela hotel mewah tersebut.

"Tuan,"

"Dia di dalam?" 

"Iya, Tuan Lexi." 

Beberapa orang bertubuh tinggi dan tegap menjaga kamar president suit itu, dan salah satu dari mereka membukakan pintu bagi tuan mereka, Richard Lexi. Derit pintu dibuka membuat sang wanita yang ada di kamar itu, Ardelle Celestia Quinza langsung menatap Lexi dan tersenyum padanya.

"Kenapa lama sekali? Apa kau tak rindu padaku, Sayang?" tanya Ardelle menghampiri Lexi dan meletakkan espressonya di meja.

"Aku sibuk!" jawab Lexi terdengar dingin.

Namun Ardelle tak memedulikannya. Dia langsung mengalungkan kedua tangannya dan mendekatkan wajahnya di depan wajah sang serigala. Lexi hanya menatap dan memandang manekin putih itu datar ... tak ada reaksi.

"Apa kau akan membiarkan mereka mendengar kita 'bermain'?" goda Ardelle mulai memainkan jari-jarinya dan melepas jas blue navy milik Lexi.

"Do you mind?" tanya Lexi tak ada ekspresi.

"I do. Aku hanya ingin suaraku didengar oleh pria paling berkuasa dan berpengaruh di negara ini. Aku tak mau selain kau siapapun tak boleh mendengar suaraku. Aku hanya ingin kau ... kau dan kau." Ardelle mulai melancarkan serangannya dan mendorong tubuh Lexi ke kasur dan duduk tepat di atas dadanya yang bidang.

"Aku sedang tak mood. Aku ingin bicara denganmu," ucap Lexi yang tak terpancing godaan Ardelle.

"Jika kita bisa bicarakan sambil 'bermain', why not? Bukankah sudah lama kita berdua tak merasakan kenikmatan yang memuncak?" goda Ardelle kini jari jemarinya mulai membuka kancing baju Lexi pelan namun pasti.

"Please, I need to talk with you." Lexi memegang tangan Ardelle yang hampir membuka ikat pinggang milik Lexi.

Bukan Ardelle namanya jika ia tak bisa memanfaatkan situasi yang canggung dan tak mengenakkan. Dia tak peduli meskipun Lexi jelas-jelas tak ingin 'bermain' dengannya.

"Ayolah, Sayang ... kau dan aku sudah lama tak merasakan sensasi seperti ini, apa kau benar-benar sudah tak peduli padaku lagi?" tanya Ardelle dengan nada manja.

"Benarkah kau rindu padaku?" tanya Lexi kini mulai merendahkan suaranya dan menatap wanita seksi di hadapannya itu dengan tatapan lekat dan mengelus wajahnya lembut.

"Aku rindu tangan ini ... tangan yang selalu membelai dan melindungiku." Ucap Ardelle merebahkan tubuhnya di atas dada bidang Lexi ... dingin di luar namun hangat di dalam.

Lexi awalnya hanya diam dan bergeming, namun seketika ia teringat kembali ucapan Tania dan tiba-tiba Lexi menjadi beringas dan liar! Tubuh Ardelle dibanting dan mengubah posisinya. Kini, sang serigala yang mendominasi permainan, Ardelle yang awalnya terkejut tampak menikmati alur permainan yang dimainkan oleh Lexi. Tiap gerakan tangan dan bibir Lexi begitu memanjakan Ardelle. Bagai serigala yang kelaparan! Itulah gambaran yang dapat dikatakan akan kondisi Lexi saat ini. 

Suara kenikmatan akan tiap jengkal tangan Lexi benar-benar membuat Ardelle serasa berada di puncak kenikmatan dunia. Sementara Lexi, dengan mata hijau nan seksi terus melihat lekukan tubuh Ardelle yang seksi dan mendengar tiap desahan yang diucapkan bibir sensual wanita berambut pirang itu. Namun sayang, yang ada bersama Ardelle hanyalah raga Lexi, sementara jiwa dan pikirannya bukanlah memikirkan Ardelle melainkan Tania!

Hampir 2 jam Ardelle dan Lexi mengeluarkan energi mereka di atas ranjang nan empuk, Ardelle yang kelelahan tampak tertidur lelap sementara Lexi yang masih terbangun meskipun telah mengeluarkan dan menghabiskan energinya, beranjak dari ranjang dan memakai pakaiannya kembali. Dia kemudian keluar dan memerintahkan salah satu anak buah Lexi memfoto Ardelle yang tertidur lelap dan topless.

Lexi hanya menyeringai. Sebuah senyuman segaris tipis yang tersungging di bibir manisnya seolah menjadi pertanda bahwa tak ada seorang pun yang bisa menyakiti atau mempermainkan Tania!

"Ardelle Celestia Quinza, hidupmu dan karirmu akan dipertaruhkan lewat foto ini!" ucap Lexi menyeringai.

Tanpa basa-basi dan membuang waktu, Lexi langsung meninggalkan kamar itu dan juga Ardelle yang masih tertidur lelap tanpa menyadari bahwa dirinya telah dijebak oleh serigala Siberia, Richard Lexi.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Eliyen
Buset, dua jam 😱
goodnovel comment avatar
Eliyen
Buset, dua jam 😱
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status