Share

Bab 41 Ranjang Panas Sang Serigala part 2-end

Lexi Czar Expedition

"Tidak! Tidak! Tidakkkkk ..."

"Nona Tania ...hei!" Lexi menjentikkan jari tengah dan ibu jarinya tepat di depan wajah Tania. Tentu saja Tania yang sedang berdiri mematung dan melamun tampak terkejut dan tak sadar jika Levi sudah ada di depannya.

"Ya Tuhannnnnn, ilusi macam apa yang aku pikirkan barusan?" gumam Tania menahan malu di depan Lexi.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Lexi memperhatikan dengan saksama wajah Tania.

"Oh, ya! Aku--aku baik-baik saja, thanks." 

"Jadi, kau bisa menemaniku, 'kan?" tanya Lexi mendekatkan wajahnya pada Tania.

Tania sangat grogi ketika Lexi mendekati wajahnya hingga ia bisa merasakan deru napas CEO tampan tersebut. "A---aku ..."

"Aku tak ingin ada penolakan!" sahut Lexi meskipun dengan suara datar ia bicara tapi seperti ingin menyatakan ketegasan sikapnya.

"Dan jika aku menolak?" sahut Tania seakan menantang sang serigala ...

Tiba-tiba Lexi dengan cepat memegang kedua tangan Tania dan menariknya ke atas! Entah apakah ini de javu atau halusi yang jadi kenyataan. Lexi mendorong tubuh Tania dengan cukup keras ke sofa empuk warna hitam yang ada di ruangannya dan tubuh kekarnya kini berada di atas tubuh wanita sintal itu. Netra mereka saling pandang dan berhadapan, deru napas keduanya pun saling dirasakan. Tania akhirnya memalingkan wajahnya karena malu dan tak kuat dengan tatapan tajam netra hijau Altai itu. 

"Kenapa? Kenapa kau palingkan wajahmu? Bukankah itu sangat tidak sopan?" tanya Lexi masih dengan posisi yang sangat intim.

"B--bagaimana a--aku harus menatap Anda jika Anda---Anda ..." Tania tergagap dan masih memalingkan wajahnya.

Lexi tersenyum melihat kelinci imut nan lucu itu begitu tak berdaya di hadapannya dan ....

CUP ...

Sebuah kecupan mesra dan hangat mendarat di keninh Tania. Debar jantung yang bergejolak dan darah yang serasa ingin meledak hingga ke otak membuat Tania tak dapat berpikir dengan sehat. Netra Tania langsung berhadapan dengan netra Lexi yang hanya dipisahkan oleh segaris hidung dan bibir.

"T--Tuan Lexi ..."

"Berapa kali aku harus bilang, panggil aku Lexi atau ... kau mau panggil aku dengan sebutan 'Sayang?', tak masalah bagiku." Senyum Lexi yang memperlihatkan gigi putihnya.

"Hentikan Tuan Lexi! Jangan mempermainkanku! Aku bukab bonekamu!" Tania mendorong tubuh Lexi dengan kuat hingga ia tersungkur di lantai. "Bukankah saya masih tanu Anda? Beginikah caramu untuk memperlakukan seorang tamu?" Tania kemudian bangun dari kursi dan berdiri di depan Lexi yang masih tersungkur.

  Tania tak menolong Lexi, malahan dia membalikkan badan dan mengambil langkah segera keluar ruangan Lexi, tapi tiba-tiba ....

"Jangan pancing kesabaranku, Nathania Diandra Wijaya! Aku sudah berusaha sabar atas kelakuanmu! Don't push me harder ...." Lexi memegang tangan Tania dan menarik paksa tubuhnya serta mendekapnya erat.

"Lepaskan! Lepaskan aku, Lexi! Kau gila!" seru Tania sambil memukul-mukul lengan Lexi yang kekar.

"Hahahhahah, pukul! Pukul saja sepuasmu atau kalau perlu gigit saja lenganku! Tapi lengan ini kelak yang akan menjadi pelindungmu!" sahut Lexi dan seketika Tania membelalakkan matanya dan menghentikan pukulannya.

"Kenapa berhenti? Apa kau sudah lelah? Ayo pukul lagi lenganku!" perintah Lexi masih mendekap Tania dengan erat.

"Kau ... tahu statusku, bukan? Meskipun aku tak bersama dengannya, tapi dia masih suamiku. Kami ... belum bercerai. Jadi rasanya tak pantas bila wanita yang masih menyandang status istri terlihat bersama orang lain."

"Dia? Oh, maksudmu dosen itu, Andre? Memangnya kenapa? Bagiku tak masalah! Justru aku senang jika ada orang lain yang menyukaimu! Itu berarti kau memang layak untuk diperebutkan dan dimiliki! Karena kau tahu ... aku bosan dengan wanita penurut dan datar. Aku menyukai tantangan!" bisik Lexi di telinga kanan Tania.

Tentu saja ucapan Lexi membuat Tania membelalakkan matanya. "Kau sakit, Lexi!! Apa kau pikir aku ini barang yang  bisa kau pakai dan kau buang sesukamu!? Kau benar-benar sakit!" tegas Tania dan langsung melepaskan dekapan Lexi dengan paksa.

"Terserah kau mau bilang apa, Tania. Tapi pantang bagi Lexi untuk menjilat ludahnya sendiri! Jika aku ingin sesuatu, maka aku harus mendapatkannya! Tak peduli bagaimanapun caranya! Akan aku dapatkan!" tegas Lexi menyeringai.

Tania membalikkan badannya dan menatap tajam ke arah Lexi, "Selamat tinggal Tuan Richard Lexi!"

Banggg ....

Suara bantingan pintu yang keras menggema di seluruh ruangan Lexi. Tanganny mengepal dan napas yang tak beraturan menandakan dia sedang dalam keadaan yang tak baik,. Lexi segera mengambil ponselnya dan menekan nomor menghubungi seseorang. "Gregory, pantau dan awasi Tania! Jangan biarkan ia keluar Rusia. Sekali saja kau berbuat kesalahan, kubunuh kau!!" dengan emosi, Lexi langsung menutup ponselnya dan berkata, "Kau pikir kau bisa lari, Nathania Diandra Wijaya?" 

Tak lama, dia kembali membuka ponselnya dan menghubungi seseorang, "Sayang, di mana kau? Bisa kita bertemu sekarang? I miss you. Makan siang aku akan menjemputmu."

Seringai bak serigala benar-benar telah ditunjukkan oleh seorang Richard Lexi! Kali ini dia bukan lagi seorang kurator ataupun CEO yang berkharisma, tapi lebih seperti serigala yang benar-benar kelaparan!

****

Kediaman keluarga Hendrikova

Eva Laika mendatangi keluarga Hendrikova dengan membawa buket mawar putih kesukaan Maria Anna Hendrikova, ibunda Richard Lexi yang memang menyukai tanaman. Dengan gaya anggunnya, Eva mulai memasuki rumah yang lebih tepat dikatakan sebagai blue castle karena sebagian besar warna kediaman Maria Anna bertempat tinggal berwarna biru laut yang meneduhkan. Memasang senyum ala putri bangsawan, Eva bersiap akan bertemu dengan calon mertua dalam pikirannya. "Selamat siang, Tante. Apa kabar?" sapa Eva Laika sambil memberikan hormat ala bangsawan kepada Maria Anna.

"Eva, apa kabar Sayang? Sini ... sini, duduk dekat Tante," ajak Maria Anna tersenyum.

"Iy, Tante." sahut Eva tak butuh waktu lama untuk bisa mengambil hati seorang Maria Anna luka Hendrikova.

"It's been long time, Dear kita tak pernah jumpa. Bagaimana kabar papamu, Eva?"

"Papa baik-baik saja, Tante. Beliau menyampaikan salam untuk Tante. Tadinya papa ingin sekali bertemu dengan Tante, tapi  karena ada urusan mendadak, Papa harus pergi ke Belanda."

"Hmmm, begitu y. Tuan Joni memang orang yang sangat sibuk ya," sahut Maria Anna.

Eva hany tersenyum mendengar jawaban Maria dan kemudian dia memberikan sebuah buket mawar putih yang masih segar dengan pot berlapis emas.

"Ini, Tante ..." ucap Eva.

"Apa ini? Oh, what a beautiful white rose. Eva, kamu ga perlu sampai seperti ini, Sayang. Kamu selalu membawakan Tante bunga-bunga yang Tante suka, kamu memang perhatian, ya." Puji Maria seraya mengelus pipi putih mulus Eva.

Merasa telah mengambil hati sang calon mertua, Eva kemudian berkata, "Tante, apa nanti malam Tante bisa datang untuk nakan malam di rumah?"

"Oh, apakah sedang ada acara Eva?" tanya Maria penasaran.

"Tidak ada, Tante. Hanya makan malam biasa. Aku juga sudah mengundang Lexi untuk bisa hadir nanti malam," sahut Eva tersenyum mengembang.

"Baiklah, Tante pasti akan datang dan Lexi juga akan Tante pastikan untuk datang."

Dengan seringainya, Eva berguman, "Kau lihat, Lexi! Bukan hanya kau yang bisa memerankan peran jahat dan muka dua! Aku pun bisa melakukannya, bahkan jauh lebih baik darimu!"

Four Seasons Hotel, St. Petersburg

Kamar 212, kamar di mana dua insan beda kelamin sedang memadu kasih dan menikmati tiap suara kenikmatan yang bisa membuat siapapun terangsang karena desahan seorang wanita yang begitu menggoda telinga. Ya! Di kamar itulah, Lexi dan Ardelle Celestia, adik kandung Andrea Quinza sedang menikmati kebersamaan dan kemesraan mereka seraya diselingi desah dan jari jemari nakal Lexi yang mampu menemukan titik lemah seorang Ardelle Celestia.

"Sayang, hari ini kau tampak sangat berbeda. Ada apa?" tanya Ardelle disela 'kegiatannya' di atas kasur empuk president suite Four Seasons Hotel.

"Tak ada. I'm good. Aku hanya takjub melihat kau begitu liar dan menggoda," kilah Lexi seraya memainkan jari jemarinya di titik intim Ardelle

Ardelle yang merasakan kenikmatan luar biasa dari tangan-tangan Lexi tak mampu berkata apapun lagi! Pikirannya langsung kosong dan melayang, hanya ada bunyi kenikmatan dan rasa puas yang merasuki wanita seksi itu.

"Ah, Sayang ... kau sangat on fire hari ini. Apa ada sesuatu yang mengganjal? Tak biasanya seperti ini," Ardelle penasaran.

Namun bukan jawaban yang didapatkan Ardelle, melainkan sebuah posisi kenikmatan di atas segalanya yang membuat ia mengerang hingga kesakitan.

"Ah, Le---Lexi! Sayang ... ah ..."

Namun erangan Ardelle sama sekali tak digubris oleh Lexi! Dia bahkan menambahkan kekuatannya mendorong tubuh Ardelle dengan batang kejantanannya hingga Ardelle mencapai titik klimaks.

"Lihat! Lihatlah Tania! Apa yang bisa kulakukan dengan wanita ini! Seandainya kau bisa melihat apa yang sedang aku lakukan sekarang ini!" gumam Lexi semakin liar membenamkan Ardelle dalam pusara kenikmatan.

Akhirnya, setelah hampir 2 jam memanaskan suhu tubuh, Ardelle dan Lexi bisa bersantai dan menghirup napas dengan teratur. Ardelle yang merebahkan kepalanya di atas dada bidang Lexi sempat tertidur untuk sesaat sebelum CEO serigala itu berkata, "Kita sudahi saja hubungan kita, Ardelle."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status