/ Romansa / Beautiful Sin / 2. Nyaman dan Berakhir Suka

공유

2. Nyaman dan Berakhir Suka

작가: JasAlice
last update 최신 업데이트: 2022-08-22 15:55:51

Emine mengenggam erat ponsel Can.

Ia mengirim pesan atas persetujuan Can sekitar lima belas menit lalu. Emine puas saat Can menuruti permintaannya, berdalih tidak bisa pulang untuk pekerjaan yang banyak dan rasa lelah menyita waktu nyaris seharian. Termasuk saat ia dan Can pergi mengunjungi kolega setelah perjalanan bisnis.

Rutinitas Emine beberapa minggu terakhir. Hari ini menjadi kali pertama ia berhasil memikat atasannya.

“Kau tidak tidur? Jam sudah terlalu larut untuk sekadar tetap membuka mata. Kau bisa terlambat bekerja nanti pagi.”

Perempuan berjubah mandi putih itu berbalik. Ia tersenyum kecil, mendapati Can sudah mengganti pakaian dengan kaus lengan pendek, selaras dengan celana yang dipakainya.

Ia tengah berjalan mendekati Emine sambil menggosok rambut dengan handuk kecil di tangan. “Apa pesanku sudah dibalas istriku?”

Pertanyaan itu mengusik perasaan Emine.

Ia tanpa sadar menipiskan senyum, tapi segera memperlihatkan kembali dengan rasa senang. “Dia percaya karena telah menunggumu. Bahkan, dia memahami jika kau tidak ingin menerima telepon saat sudah tengah malam,” tambah Emine dan melihat tatapan nanar Can.

“Aku telah mengkhianatinya.”

“Artinya kau menyesali percintaan kita, Can?”

Can menatap Emine yang memandangnya sendu di balik sorot terluka.

Ada perasaan berdebar dan nyaman ketika Can menghabiskan belasan menit untuk mereka mengembalikan deru napas. Percintaan kali kedua jauh lebih memuaskan dibandingkan yang pertama. Tapi ia tidak menampik ada perasaan tidak wajar menyusup dalam dirinya. Begitu nyaman dan seolah menikmati detik yang terus berputar di saat dirinya mendekap hangat Emine setelah bercinta.

“Tidak.”

“Aku hanya tidak terbiasa melakukan hal seperti ini.”

Emine mengulum senyum dan mendekat, lalu memberikan kecupan manis di pipi pria itu. “Lupakan saja. Dia tidak akan tau mengenai hubungan kita berdua. Karena aku akan menjaga rahasia ini di saat kau pun akan menepati janjimu.”

Pria itu hanya berdeham.

Ia mengusap puncak kepala Emine dan berucap, “Pakai saja bajuku di sana. Setidaknya sampai malam ini, sebelum besok pagi asistenku akan membawa yang lebih pantas untukmu.”

Emine mengangguk dengan senyum manis.

Perempuan itu meninggalkan Can yang juga akan bersiap kembali tidur. Ia ingin melupakan bagaimana rasa sesak dan perih tetap menjalar di dalam sudut terkecil hatinya.

Can berharap, pagi nanti perasaan itu sudah lenyap dan ia bisa menerima perubahan kehidupannya tanpa terendus oleh Akira.

**

“Aku hampir melupakan sesuatu.”

Emine sedikit memiringkan kepalanya saat sarapan pagi bersama Can.

Diam-diam, ia mengulas senyum tipis mendengar Can memuji masakannya dan begitu lahap dalam suapan tersebut.

“Apa?” tanya perempuan itu yang duduk berseberangan dengan Can.

Can menatap lurus Emine, sedikit membasahi tenggorokannya karena harus teringat percintaan semalam mereka.

Tubuh Emine terlalu menjadi candu bagi Can. Bahkan, hanya dalam hitungan malam, ia tidak bisa mengendalikan pikirannya dengan tubuh dan sentuhan jemari tangan Emine di tubuhnya. Can memutuskan untuk mandi lebih cepat dan tidak ingin menatap wastafel terlalu lama. Pikirannya akan semakin jauh dan ia akan terlihat memalukan jika tidak bisa mengendalikan diri.

“Aku pria pertama yang sudah menidurimu dan membuatmu mendapatkan pengalaman tidak terduga. Sudah seharusnya kau libur bekerja hari ini hingga tiga hari kedepan.”

Tatapan tidak berkedip Emine membuat Can salah tingkah. Ia membuang pandangan, lalu berdeham untuk mengendalikan dirinya sendiri.

Tidak berapa lama, dengkusan geli dan senyum Emine terlihat di sana. “Kau sangat manis, Can. Aku tidak menyesal telah menyerahkan kehormatanku padamu.”

“Apa maksudmu? Kau ingin menghinaku dengan kalimat manismu, Emine?”

Sorot kesal justru terpatri di sana. Tapi Emine melihat jika tatapan itu bukanlah bagian yang menyeramkan. Can sangat menggemaskan dengan wajah memerahnya.

Emine tertawa kecil.

Can menatap tajam Emine dengan embusan napas kesal. “Aku sudah menjadi pria berengsek untuk kali pertama. Bahkan, semalam kau tampak jauh lebih santai dibandingkan diriku. Seharusnya kau bisa memakiku karena menyentuhmu, ya, kan?”

Perempuan itu mengulum senyum di bibir ranumnya. “Karena aku menyukaimu, Can.”

“A-pa?”

Manik coklat itu nyaris tidak berkedip.

Sorot teduh Emine berbanding terbalik dengan tatapan nakalnya semalam. “Hmm. Aku menyukaimu saat kali pertama aku bekerja untuk menggantikan posisi kosong sebagai sekretarismu,” lanjut Emine, membuat napas Can tercekat.

Bahkan, ia mengunci pandangan pada Emine yang beranjak dari duduknya, lalu mengambil duduk di atas pangkuan Can dengan memeluk mesra leher pria itu. “Kau pria pertama yang berhasil membuatku merasa nyaman dan berakhir dalam rasa suka.”

Tubuh Can berdesir untuk kesekian kali merasakan belaian lembut jemari tangan Emine di pipinya. “Emine, kau tidak bisa menyukai—“

“—Can. Siapa pun berhak menyukai seseorang. Kau tidak bisa mengendalikan perasaan itu,” sahut Emine cepat.

Manik coklat itu memberikan peringatan kecil, tapi Emine tidak merasa tersinggung dan justru menatap teduh Can. Kedua telapak tangan itu menangkup lembut paras tampan pria Turki tersebut. “Aku menyukaimu,” tekan Emine berbisik.

“Satu orang pun tidak bisa menekan atau menyuruh perasaanku ini untuk ditepis. Biarlah aku yang menyimpan dan merasakannya. Kau cukup tau jika perasaanku bukan sekadar menikmati sentuhanmu, Can. Karena aku juga menggunakan perasaanku saat bercinta denganmu,” lanjutnya menunduk dan mendaratkan kecupan singkat di bibir Can.

Pria itu sadar mengenai ucapan Emine.

Ia memilih membiarkan hal tersebut seraya meraih tangan kanan Emine, merematnya pelan. “Berjanjilah padaku untuk selalu tau jika aku memiliki tanggung jawab atas istri dan anakku. Berjanjilah jika kau selalu paham risiko menyakitkan nantinya.”

Emine mengangguk pelan, lalu meraih tubuh Can untuk ia dekap.

Perlahan, Can mengulurkan kedua tangan dan membalas dekapan Emine.

Kedua kelopak mata Emine terpejam, menikmati usapan lembut di punggungnya. Usapan dan dekapan hangat ini adalah hal yang ia rindukan bersama Can.

“Aku menyayangimu,” bisik Emine tepat di telinga Can.

Can mengecup sekilas bibir ranum Emine saat perempuan itu menoleh. “Biarkan aku mengenali situasi baru ini.”

“Baiklah,” bisik Emine sekali lagi dan kembali memeluk erat tubuh Can.

Ia bersandar nyaman di bahu Can, menikmati momen yang akan selalu mendebarkan perasaannya.

Namun, kenyamanan yang ia rasakan tidak berlangsung lama saat panggilan telepon menginterupsi keadaan tenang mereka.

“Akira. Istriku kembali menelepon,” ucap pria itu dan ingin mengurai pelukan.

“Jawab saja. Biarkan aku tetap memelukmu. Aku akan menjaga suaraku,” tandas Emine, membuat Can terdiam sesaat ketika tidak ada pergerakan dari Emine untuk turun dari pangkuannya.

Embusan napas lelah terdengar di telinga Emine. Ia diam, menunggu sampai nama perempuan licik itu terdengar sayup. “Sayang ... kapan kau akan pulang? Aku sudah merindukanmu.”

“Sebentar lagi aku akan pulang. Tenanglah, Akira.”

Rahang Emine mengetat.

Sorot manik hazel itu memandang lurus pada dinding di hadapannya. Luka sayatan itu kembali menganga, seiring dendam yang Emine rasakan hingga detik ini.

Kedua tangan Emine terkepal kuat. “Rasa sakit hatiku akan kubalas setimpal, Akira.”

**

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Beautiful Sin   15. Tamu Berbahaya

    “Bisakah kau membagi nomor ponsel atau di mana unitmu berada, Nona Cantik?” Emine bersemu. Ia tidak menduga datang sebagai sekretaris Can ke pesta salah satu rekan kerja orangtua pria itu, justru membuat Emine kebingungan menanggapi banyak pria yang mendekat. Pria di hadapannya adalah orang kelima setelah susah payah Emine menyingkirkan yang lain. Karena jika ia melirik lagi ke sebelah kanan, maka tatapannya sudah dapat bertumpu dengan satu pria di meja tidak jauh. Can sedang mengobrol dengan beberapa rekan bisnis seusia, tapi sesekali melempar tatapan tajam ke arah Emine. Perempuan itu menelan saliva susah payah. “Aku akan langsung pulang bersama Tuan Sener malam ini, Tuan. Maafkan aku. Permisi.” Ia ingin menyelamatkan diri sebelum Can akan memusuhi Emine atau lebih parahnya perempuan itu diposisi Akira. Emine tidak ingin ditinggalkan Can begitu saja dengan kemarahan yang emosional. “Akhirnya,” cetus Emine mengembuskan napas lega setelah berdiri di tempat sepi. Segera ia mengh

  • Beautiful Sin   14. Cinta yang Manis

    Tidak ada yang menarik saat Emine harus bertemu Can di unit apartemen. Bahkan, setelah pria itu mengajaknya dengan penerbangan yang sama hingga berakhir di penthouse di negara yang mereka singgahi. Can lebih banyak diam tanpa berniat membuka satu percakapan pun.Emosi pria itu sedang tersulut dengan suasana hati yang benar-benar buruk, tidak pantas Emine ambil kesempatan karena hanya memperparah keadaan.Namun, perasaan mencelos menatap punggung lebar duduk di sofa, membelakangi Emine sedang menuang kesekian kali wine ke dalam gelas. Pria itu sedang stres, mengalihkan pikiran waras dengan minuman yang ia harapkan bisa meredakan pusing berdenyut, menyadari jika ia sudah mulai tidak nyaman dengan status pernikahan.“Can! Hentikan! Kau hampir menghabiskan dua botol!” sentak Emine meraih botol kedua yang sudah setengah tandas.Sosok pria di hadapannya sedikit mengerang, terus meminta botol tersebut kembali ke tangannya. Tapi Emine tidak kuat lagi dan merasa asing dengan pria yang dulu jau

  • Beautiful Sin   13. Keputusan Berpisah

    Senyum semringah terlihat sempurna di paras wanita yang masih beberapa tahun lagi menyentuh awal lima puluh tahun, meskipun perawatan di tubuhnya akan selalu menunjang dan sangat pantas memadupadankan pakaian berkelas. “Apa yang sore ini sedang disiapkan keponakanku?” Akira berbalik, menatap bersemu Nyonya Erdem—Bibi Akira—yang datang tanpa diketahui Akira, masuk ke dalam kamar perempuan itu. Ia terlalu sibuk mempercantik kamar agar terkesan lebih romantis dan sensual untuk menyambut suami tercinta. “Aku hanya memberikan sensasi lain agar Can datang dan bisa menikmati kebersamaan kami yang sudah terasa lama tidak hidup layaknya pengantin lagi, Bibi.” Nyonya Erdem tertawa kecil melihat bibir mengerucut Akira. Ia bisa melihat kelopak mawar diberikan di atas tempat tidur, minuman di atas meja kecil sudut ruangan, lalu dengan segala aroma menggoda untuk menjalin pasangan suami istri lebih terasa hidup; bergairah. “Bagaimana dengan Reyhan? Apa tugasku untuk mengasuhnya hari ini selam

  • Beautiful Sin   12. Kesayangan Ibu Mertua

    Seluruh pasang mata yang memerhatikan wanita berparas cantik, meskipun sudah melahirkan seorang anak berusia dewasa, tetap menarik atensi mereka dengan wajah kencang dan tidak melupakan status wanita tersebut.Mereka memberikan salam hormat dan dibalas sangat hangat oleh wanita yang tidak segan memberikan senyum lebih ramah.Pintu menjulang tinggi itu dibuka sedikit tergesa, lalu mendapati pria dengan nama belakang Sener sedang memeriksa beberapa laporan.Manik mata itu segera bersitatap ke arah pintu, terkesiap kaget dan menghentikan aktifitasnya. “Mama?”Can menghampiri Nyonya Sener, lalu meraih tangan kanan wanita itu untuk dikecup dan dibawa ke kening. Raut bingung sangat kentara di paras tampan karena tidak mengetahui kedatangan sang Mama. “Apa ada masalah, Ma? Kenapa datang secara tiba-tiba ke mari? Seharusnya aku bisa menjemput Mama jika ingin pergi ke perusahaan.”“Mama ingin memakimu.”Jawaban tegas, singkat dan sorot kentara itu membuat kening pria itu mengernyit. “Kenapa Ma

  • Beautiful Sin   11. Nyaman Bersama Perempuan Simpanan

    Pintu ditutup rapat dan tidak lupa dikunci cepat. “Astaga! Apa yang sempat kulihat beberapa waktu tadi?!” Susan histeris setelah bersusah payah membungkam mulutnya. Emine tertunduk malu. Ia tidak menyangka saat ciuman dari Can yang selalu disukainya, berniat membalasnya, justru berakhir memalukan. Fuat menyeringai puas melihat raut tersipu Emine. “Aku sudah bersusah payah membungkam mulut Susan, Ayse. Untung saja dia tidak berontak berlebihan,” timpal pria itu tersenyum jahil sambil melipat kedua tangan di dada. “Ah, aku jadi merindukan seorang perempuan bisa menghangatkan ranjangku. Bukankah setelah ciuman panas akan berakhir di sebuah ranjang? Ck! Fantasi liarku mulai memengaruhi pikiran dan milikku yang perlahan menegang.” “Berengsek!” Fuat tergelak mendengar teriakan dua perempuan yang memekik, menatap horor ucapan teman pria mereka. Kedua tangan Fuat terangkat untuk memberitahu jika pria itu hanya bercanda. “Tenanglah. Aku tidak semesum itu mengenai pikiran kotorku,” cengir

  • Beautiful Sin   10. Mantan Calon Mertua

    Can memasuki apartemen kecil Emine yang berada di level paling rendah. Biaya yang mungkin hanya bisa terjangkau bagi Emine dengan fasilitas yang menurutnya pasti sudah lebih dari cukup. “Kau ingin unit yang lebih besar dan lengkap?” Can berbalik dan melihat Emine masih berdiri tidak lebih dari satu meter. Perempuan itu membiarkan Can berkeliling, melihat keseluruhan tempat tinggal Emine. “Aku sudah merasa lebih dari cukup di sini.” “Tapi apartemen ini cukup jauh dari perusahaan,” timpal Can. Emine mengedik santai, membiarkan Can mendekatinya. “Tidak masalah. Asalkan aku bisa nyaman di tempat tersebut. Aku akan tetap tinggal,” jelas Emine dan membuat Can terdiam sesaat. “Kau ingin minum sesuatu?” tawar Emine ketika tidak ada respons dari Can. “Sebentar. Aku bisa memberikanmu tempat yang lebih nyaman dan akan membuatmu mengirit pengeluaran biaya transportasi ke perusahaan.” Emine mengerjap beberapa kali saat sorot Can begitu lurus menatapnya. “Bagaimana jika kau saja yang menemp

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status