Share

Beautiful Sin
Beautiful Sin
Penulis: JasAlice

1. Antagonis dari Dendam

“Aku sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra berusia dua tahun.”

“Seharusnya kita tidak berakhir di ranjang apartemenku, Emine.”

Suara lelah, cukup frustrasi dengan meremat rambut hitam sebagai bentuk pelampiasan.

Manik coklat itu memerhatikan tubuh tegap dan atletisnya dari cermin, memantulkan diri dengan pakaian yang sudah tidak rapi lagi. Tidak ada lagi tubuh tanpa helai dan peluh yang menempel, menjadi bukti betapa ia bergairah meniduri perempuan selain istrinya.

Ia mengembuskan napas berat, menyadari kesalahan karena tidak terbiasa minum dan berakhir membawa sekretarisnya sebagai partner ranjang.

“Tuan Sener. Kita melakukannya secara sadar dan aku tidak mempermasalahkannya.”

“Ini juga bukan masa suburku.”

Penjelasan dengan nada ringan itu membuat Can—Yavuz Can Sener—menoleh ke arah ranjang. Ia mendapati sorot teduh dari manik Emine—Sekretaris baru—Can, mengisi kekosongan posisi lama, baru dua minggu terakhir.

Bahkan, bibir keduanya sudah lancang berciuman di hari ketiga Emine bekerja. Perempuan itu yang memantik, memulai semua kenakalan tidak terduga pada Can. Jika kecupan di bibir itu bukanlah keinginan Can. Kali ini, ia mengakui keberengsekannya dan mengaburkan kemantapan hati, berakhir mengkhianati Akira untuk kali pertama.

Karena pengaruh alkohol itu tidak lah seratus persen membuatnya melupakan status dan peran.

Emine duduk dengan nyaman dan masih memegang ujung selimut, menutupi tubuhnya tanpa helai satu pun.

Can mendengkus pelan.

Kemudian, tubuh tinggi itu berjalan mendekati ranjang dan menatap lurus Emine. “Berpikirlah, jika aku sudah menidurimu, Emine. Kenapa raut wajahmu berbanding terbalik denganku?”

Senyum tipis itu menghadirkan tanya dalam benak pria Turki itu. Pun, ia berani memberikan kedipan nakal pada Can, beralih menyandarkan punggung polosnya di kepala ranjang. “Anda adalah atasanku di perusahaan dan telah berstatus sebagai suami juga Ayah untuk satu putra kandung Anda.”

“Tapi, bagaimana jika Anda melihatku dari sisi lain, Tuan Sener? Malam ini kita sudah mengubah status tersebut menjadi partner ranjang, bukan?”

Sorot manik coklat dan hazel Emine tertaut.

Perempuan Turki dengan kulit tubuh putihnya, kian selaras memancarkan binaran di balik manik tersebut. Tidak ada raut sedih dan frustrasi seperti yang dirasakan Can malam ini.

“Aku sudah menyerahkan keperawananku untuk seorang pria beristri. Bukankah itu hal yang sangat menyenangkan? Atau Anda tidak tertarik dengan tubuhku, Tuan?”

Can menggeram dalam hati.

Ia membuang pandangan saat tatapan yang ia kira begitu polos di awal pertemuan. Nyatanya, perempuan semampai dengan rambut coklat terurai panjang itu mampu memberikan tatapan berbeda.

Tubuh Can berdesir.

Gairahnya memuncak saat ingatan beberapa waktu lalu terasa panas di kamar miliknya.

Emine dan dirinya melebur dan berakhir kepuasan di diri masing-masing.

“Tenanglah, Tuan. Aku tidak akan menuntut Anda terlalu jauh.”

Can terkesiap.

Ia mengerjap, tidak sadar dengan gerakan Emine yang sangat cepat. Perempuan itu sudah berdiri di hadapannya, memberikan tatapan sensual.

Jemari tangan kanan itu membelai sisi wajahnya. Bahkan, Emine terlihat tidak begitu peduli untuk melilit selimut menutupi tubuhnya. “Aku tidak membutuhkan uang ataupun tempat tinggal,” bisiknya, mengecup sudut bibir Can sedikit berjinjit.

Sial!

Tubuh atletisnya merespons sangat cepat, meskipun sekadar kecupan ringan.

Emine menarik sudut bibirnya, menatap nakal Can dengan merapatkan tubuhnya, sedikit menggesek tubuh depan keduanya. “Aku hanya membutuhkan sentuhan Anda, Tuan. Karena pria pertama yang berhasil memikatku adalah Anda, Tuan Sener.”

Can tertegun.

Napasnya tercekat bersama debaran kuat yang ia rasakan ketika menilik lebih lekat manik hazel Emine. Perempuan yang tidak lebih dari dagunya terus memberikan tatapan intens, tersenyum sensual dengan geliat nakalnya. “Aku ... sudah merasa lebih dari cukup, jika mendapatkan perhatianmu saja sebagai pria spesial di hidupku, Can,” bisik Emine, membekukan tubuh Can.

“Sekalipun kau sudah memiliki istri dan anak,” tandasnya membiarkan tangannya turun di kedua sisi tubuh, membiarkan Can menegang dengan tubuh polos Emine.

Selimut itu sudah teronggok di kaki Emine.

“Jadi, apakah kau menyetujui penawaranku, Sayang?”

Napas Can naik turun. Tapi ia mengetatkan rahang, menyorot tajam perempuan yang dua tahun lebih muda darinya, berani menantang pria sepertinya. “Kau ... yakin dan bersedia menerima risiko apa pun?”

Emine menarik sudut bibirnya. “Aku menerima semua risiko, kecuali dirimu yang menjauh dariku,” desis Emine meraih tengkuk Can, mengusap dan mendekatkan dengan wajahnya.

“Kau ....”

“Hanya perlu mencicipi tubuhku tanpa memikirkan keadaan keluargamu. Di saat itu, kau akan mengetahui betapa aku tidak akan mengusik rumah tanggamu, Tuan.”

“Jadi, nikmati malam hari ini dan berikan pesan pada istrimu mengenai ketidakhadiranmu di rumah.”

Hasrat Can meledak seiring belaian dan ciuman menggebu Emine.

Can tidak menerima kedua tangannya terabaikan begitu saja. Pandangannya sudah membeku melihat dua bagian dengan puncak menegang saat selimut tersebut teronggok.

Ia dan Emine sudah mencecap malam pertama mereka. Bahkan, Emine memberikan penawaran yang tidak akan merugikan Can, kecuali kesetiaannya.

Pria itu terdiam sesaat ketika bibir Emine memagutnya sangat lembut. Ia bisa melihat kelopak mata perempuan itu terpejam, menikmati tekstur bibir Can.

Namun, ia menilik lebih jauh jika malam ini bukahlah kesalahan fatal, melainkan ada debaran yang entah kenapa mengusiknya untuk dua bagian; Emine memanggil dirinya dengan sebutan Can. Juga, Emine mampu menggetarkan perasaan Can dengan belaian dan kecupan.

Malam ini, ia menjadi pria berengsek yang tidak akan pernah termaafkan oleh istrinya. Menyentuh perempuan lain dengan keadaan sadar dan hasrat yang jauh membumbung tinggi dibandingkan Akira; istri Can.

Emine tersenyum puas saat Can kembali mendorong pelan tubuhnya, lalu merebahkannya dan mengurung Emine dengan tubuh atletis Can, begitupula tatapan penuh hasrat. “Aku yang membukanya atau aku biarkan kau melakukannya? Sekaligus merayuku dengan tubuh sempurnamu beberapa waktu lalu, Can?” bisik Emine tersenyum nakal, tidak peduli hanya dirinya yang sudah melepas semua satu helai pakaian.

Can menarik sudut bibirnya, menilik lekat manik hazel tersebut. “Kau adalah seorang perawan. Sayangnya, sikapmu begitu menarik perhatianku malam ini.”

“Tentu. Aku melakukan hal ini secara mendadak, tapi aku memanfaatkannya sangat tepat,” balasnya memperlihatkan kelicikan.

Can mengartikan begitu berbeda karena suara itu terkesan ringan dan menggemaskan di telinganya.

“Mulai detik ini, kau bisa memanggil namaku di saat kita hanya berdua.”

Semringah itu terpatri di paras cantik Emine. “Baik, Tuan Yavuz Can Sener,” bisiknya.

Bibir keduanya kembali berpagut mesra, lebih liar dan menanggalkan semua sifat naif, kecuali hasrat Can yang terpantik jauh lebih besar bersama Emine.

Sentuhan Can membuat tubuh Emine mendamba. Ia tidak peduli saat desahanannya terdengar menjijikkan, sedangkan Can kian bersemangat menjalankan tangan bebasnya menyentuh tiap lekuk tubuh dan bagian menggoda Emine.

Bahkan, pria itu seolah tuli mendapati panggilan telepon istrinya yang berada di atas nakas sisi ranjang.

Emine tersenyum miring saat suara itu terdengar jelas di telinganya.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status