Beautiful Sin

Beautiful Sin

Oleh:  JasAlice  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
15Bab
685Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ayse membalaskan dendam pada Akira yang telah berusaha membunuhnya. Di antara dendam tersebut, ia terpuruk saat mengetahui Can tidak mengingat apa pun pasca kecelakaan yang pria itu alami. Ayse bertekad, ia akan mengambil Can dari Akira dan mengembalikan ingatan di antara keduanya lewat sentuhan mesra dan interaksi yang Ayse bangun. Ia ingin membawa Can pada atmosfer masa lalu mereka. Sayangnya, bukan hal mudah untuk Ayse merebut Can yang dilema akan statusnya sebagai ayah dan suami dari Akira. Pria itu belum berada pada titik di mana ia pernah memperjuangkan Ayse untuk menjadi cinta sejatinya. Apakah Ayse akan menemui titik lelah dalam perjuangannya mendapatkan Can? Lalu, bagaimana saat Can diam-diam merasa kian membawa hatinya untuk tertaut pada Ayse?

Lihat lebih banyak
Beautiful Sin Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
15 Bab
1. Antagonis dari Dendam
“Aku sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra berusia dua tahun.” “Seharusnya kita tidak berakhir di ranjang apartemenku, Emine.” Suara lelah, cukup frustrasi dengan meremat rambut hitam sebagai bentuk pelampiasan. Manik coklat itu memerhatikan tubuh tegap dan atletisnya dari cermin, memantulkan diri dengan pakaian yang sudah tidak rapi lagi. Tidak ada lagi tubuh tanpa helai dan peluh yang menempel, menjadi bukti betapa ia bergairah meniduri perempuan selain istrinya. Ia mengembuskan napas berat, menyadari kesalahan karena tidak terbiasa minum dan berakhir membawa sekretarisnya sebagai partner ranjang. “Tuan Sener. Kita melakukannya secara sadar dan aku tidak mempermasalahkannya.” “Ini juga bukan masa suburku.” Penjelasan dengan nada ringan itu membuat Can—Yavuz Can Sener—menoleh ke arah ranjang. Ia mendapati sorot teduh dari manik Emine—Sekretaris baru—Can, mengisi kekosongan posisi lama, baru dua minggu terakhir. Bahkan, bibir keduanya sudah lancang berciuman di hari keti
Baca selengkapnya
2. Nyaman dan Berakhir Suka
Emine mengenggam erat ponsel Can.Ia mengirim pesan atas persetujuan Can sekitar lima belas menit lalu. Emine puas saat Can menuruti permintaannya, berdalih tidak bisa pulang untuk pekerjaan yang banyak dan rasa lelah menyita waktu nyaris seharian. Termasuk saat ia dan Can pergi mengunjungi kolega setelah perjalanan bisnis.Rutinitas Emine beberapa minggu terakhir. Hari ini menjadi kali pertama ia berhasil memikat atasannya.“Kau tidak tidur? Jam sudah terlalu larut untuk sekadar tetap membuka mata. Kau bisa terlambat bekerja nanti pagi.”Perempuan berjubah mandi putih itu berbalik. Ia tersenyum kecil, mendapati Can sudah mengganti pakaian dengan kaus lengan pendek, selaras dengan celana yang dipakainya.Ia tengah berjalan mendekati Emine sambil menggosok rambut dengan handuk kecil di tangan. “Apa pesanku sudah dibalas istriku?”Pertanyaan itu mengusik perasaan Emine.Ia tanpa sadar menipiskan senyum, tapi segera memperlihatkan kembali dengan rasa senang. “Dia percaya karena telah men
Baca selengkapnya
3. Perasaan Gelisah
“Papa ....”Can tersenyum lebar, merentangkan kedua tangan dengan berjongkok, mensejajarkan agar lebih mudah membalas dekapan anak lelaki berusia dua tahun tersebut. “Kau tampak menggemaskan, Nak.”Anak lelaki itu tertawa, menggeliat geli saat kecupan di pipinya berulang kali dilakukan Can.“Baiklah.”“Sekarang ganti cium Papa, Nak.”Can mengulum senyum setelah mengurai pelukan. Pipi kanan ia condongkan agar mendapatkan atensi dari putranya; Reyhan Hasad Sener.Dua kecupan ringan dan bersuara itu menghangatkan perasaan Can. “Sudah?”Pria tampan itu mengangguk, lalu mengecup lama kening Reyhan.Seorang perempuan berbalut gaun sebatas lutut mendekati dua Ayah dan anak tersebut. Ia melipat kedua tangan di dada, menatap kesal sekaligus tajam pada Can yang menyadari keberadaannya. “Kau izin secara mendadak. Bagaimana bisa aku tidur tanpa kehadiranmu, Sayang?”“Mama sedih pagi ini, Papa.”Reyhan berucap layaknya anak seusia dua tahun yang sudah lumayan cerdas. Bahkan, raut Reyhan memperliha
Baca selengkapnya
4. Menyembunyikan Kebohongan
Minggu siang ini Can memutuskan kembali ke ruang kerja di sisi kamar. Pria itu meraih MacBook di atas sofa kamar, lalu meraih ponsel di atas meja yang sejak tadi ia abaikan. Can hanya berniat sekilas melirik layar ponsel. Harus terpaku saat ada nomor asing tertera di sana dan terlihat ada foto yang dikirim. Segera jemari ramping itu membuka isi pesan dan tertegun, merasakan gejolak hasrat tubuhnya terbakar melihat dua pose Emine. Perempuan yang memperlihatkan senyum nakal. Tidak segan menaikkan arah kamera, mengambil senyuman nakal dengan satu tangan secara asal menahan selimut agar tidak turun. Sepertinya pose itu diambil Emine saat Can membersihkan tubuh dan bergegas ingin pulang. Tentu sebelum hasratnya tidak bisa tertahankan untuk mencecap perempuan yang ia ambil keperawanannya. Tubuh Can berdesir. Napasnya berembus tidak beraturan dan pikirannya kembali pada malam panas mereka. Can terbuai dan ada satu titik di mana ia cukup kaget juga senang menjadi pria pertama untuk Emine
Baca selengkapnya
5. Debaran Berbeda
“Aku merindukan sentuhanmu, Can.”Oksigen di dalam mobil menjadi terkuras hitungan detik. Ia begitu sulit menelan saliva saat suara di seberang sana berucap rindu, begitupula suara yang terkesan manis di dengar Can.Ia membetulkan letak AirPods, meskipun tidak ada yang salah.Can berusaha untuk fokus mengemudikan mobil. Ia dalam perjalanan pulang dari rumah orangtuanya sendirian dan ikut makan malam di sana.“Sayang? Kau baik-baik saja di sana? Atau aku menganggumu? Aku bisa menutup panggilan—““—tidak.”“Hanya saja aku belum terbiasa mendengarkan kalimat mesramu.”Can mengakui dengan sangat polos.Bahkan, ia bisa merasakan kedua pipi bersih tanpa bulu halus di sekitar rahang, terasa memanas. Pria itu salah tingkah dan semakin merasa kalah saat tawa di seberang sana mengusik dirinya.“Emine. Aku tidak ingin berada di posisi seperti ini. Bagaimanapun aku adalah atasanmu yang harus kau hormati.”Can mengeluarkan statusnya di perusahaan yang juga menjadi tempat Emine mencari pekerjaan se
Baca selengkapnya
6. Rayuan untuk Selingkuh
Entah kenapa pagi ini terasa berbeda saat Can datang ke perusahaan. Kemudian, pria itu disambut manis oleh Emine yang berdiri di depan meja kerjanya, menyapa Can yang membalas singkat dan segera masuk ke ruangan. Sebenarnya perasaan pria itu semakin tidak keruan hanya dalam satu malam. Bersikap normal dan menganggap semuanya menjadi hal lalu sangat sulit bagi pria itu. Bahkan, pekerjaan yang ia selesaikan dan interaksi Akira padanya cukup mengabur. Pikiran pria keturunan Turki itu dipenuhi oleh satu nama; Emine. “Selamat pagi Tuan Sener.” Can mendongak. Belum sampai satu menit ia duduk di kursi kebesaran, lalu mengingat dan memahami perasaan yang menyusup aneh. Perempuan yang memenuhi pikirannya masuk dengan senyum manis, membawa satu bekal, sesuai keinginannya. Emine meletakkan tas yang sudah terisi bekal sarapan pagi bersama peralatannya. “Aku sudah membuatkan sarapan pagi untukmu, Can.” Manik coklat itu bersitatap cukup lama dengan Emine. Ia merasa tidak asing dengan senyum
Baca selengkapnya
7. Merasa Cemburu
Rapat internal siang ini telah usai. Emine sibuk membereskan berkas Can di posisi pria itu duduk. Karena Can berada di luar ruangan, berbicara beberapa hal ringan dengan lelaki yang menjabat sebagai General Manajer tersebut. “Terimakasih atas undangan Anda, Tuan. Dengan senang hati saya akan datang menghadiri pesta pernikahan putri Anda.” Can tersenyum kecil. Ia sudah menganggap lelaki tiga tahun lebih tua dari Ayahnya adalah orangtuanya juga. Can diajarkan untuk beradaptasi dan menyelaraskan apa yang sudah diminta orangtuanya. Bahkan, ketika ia tidak mengingat apa pun, hatinya selalu saja menyukai pertemuan dengan banyak orang dari beberapa kalangan berbeda. “Sungguh suatu kehormatan jika Anda datang, Tuan.” “Sebenarnya saya ingin mengadakan pesta di Ankara. Hanya saja, calon suami putri saya memang meminta kami untuk menyiapkan di sana. Mengingat Ibu dari calon menantu saya sedang sakit dan berada di kursi roda.” Can mengucapkan turut kesedihannya dan berdoa agar wanita itu se
Baca selengkapnya
8. Jatuh Cinta
Emine memelotot sempurna dengan tubuh menegang, mendapati kali pertama Fuat mencium pipi Emine. Bahkan, tangan kanan pria itu menahan tengkuknya agar menempelkan bibir ranum Emine semakin lekat. Wajah Emine memerah dan merambat hingga ke leher jenjang, menatap tajam Fuat dan bersiap memberontak. Namun, gerakan itu terhenti seiring rasa kaget Emine. “Jangan terlihat kaku atau menyerangku, Ayse. Di belakangmu ada Tuan Sener,” bisik Fuat. “Dia berdiri di halaman depan lobi,” lanjut pria itu tepat di sisi wajah Emine, tanpa mengubah posisi sebelum menyelesaikan kalimat. Perempuan itu menatap Fuat dengan pupil melebar, memberikan kode dan pria itu ikut membalas dalam sorot mata. “Maaf, tapi dari ucapanmu beberapa menit lalu. Maka, kau harus membuat cinta pertamamu cemburu.” Emine terkejut. Sorot mata Fuat menyampaikan sikap tegas. Bahkan, Emine menegang saat kedua bahunya di pegang erat Fuat, menunjukkan dirinya yang memang sangat dekat dengan seorang pria. “Ingat. Jika dia bertanya,
Baca selengkapnya
9. Ayo, Kita Bercinta Lagi
“Apa sekarang kau bisa mengakui rasa cemburumu, Sayang?” Can membuang pandangan, meskipun debaran dalam dadanya tidak keruan. Ia merasa ingin marah, membenci Emine yang tidak berucap jujur sejak awal. Bahkan, ia pun baru sadar jika terlalu membenci keadaan di mana pria asing tadi menyentuh Emine. “Seharusnya kau menyadari tentang keinginanmu, Emine,” tekan Can, berusaha meredam gairah saat jemari lentik itu membuat pola abstrak dan membelai sekilas dada bidang Can. “Jika kau sudah menyukaiku dan menerima risiko apa pun dari hubungan kita. Kau hanya bisa menerima sentuhan dari satu pria, yaitu aku.” “Kau masih bisa memiliki pilihan lain untuk mendorong atau menampar mantan kekasihmu itu,” tekan Can. Dua tubuh kembali melebur. Can benar-benar menikmati sentuhan Emine dan bagaimana mereka menciptakan desahan juga gairah yang sama memuncak. Di antara rasa yang berkecamuk di dalam dadanya. Can menikmati permainan Emine dan juga dua hasrat yang bergejolak sama. “Kenapa kau tidak me
Baca selengkapnya
10. Mantan Calon Mertua
Can memasuki apartemen kecil Emine yang berada di level paling rendah. Biaya yang mungkin hanya bisa terjangkau bagi Emine dengan fasilitas yang menurutnya pasti sudah lebih dari cukup. “Kau ingin unit yang lebih besar dan lengkap?” Can berbalik dan melihat Emine masih berdiri tidak lebih dari satu meter. Perempuan itu membiarkan Can berkeliling, melihat keseluruhan tempat tinggal Emine. “Aku sudah merasa lebih dari cukup di sini.” “Tapi apartemen ini cukup jauh dari perusahaan,” timpal Can. Emine mengedik santai, membiarkan Can mendekatinya. “Tidak masalah. Asalkan aku bisa nyaman di tempat tersebut. Aku akan tetap tinggal,” jelas Emine dan membuat Can terdiam sesaat. “Kau ingin minum sesuatu?” tawar Emine ketika tidak ada respons dari Can. “Sebentar. Aku bisa memberikanmu tempat yang lebih nyaman dan akan membuatmu mengirit pengeluaran biaya transportasi ke perusahaan.” Emine mengerjap beberapa kali saat sorot Can begitu lurus menatapnya. “Bagaimana jika kau saja yang menemp
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status