Sudah enam bulan lebih sejak Galen dan Nasya menikah, walaupun pada awalnya Galen tak mempedulikan Nasya, namun lambat laun keduanya tampak bisa menerima kehadiran masing-masing.
Dan hari-hari mereka di penuhi dengan suka, dari belajar bersama, mengecek perkembangan bayi yang di kandung oleh Nasya bahkan sering menghabiskan waktu untuk bermain ke taman saja. Namun, entah kenapa Nasya merasakan akan ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Layak nya Pagi ini Ibu Galen sudah datang ke rumahnya dengan wajah yang begitu panik.
"Silakan diminum dulu Ibu, kenapa Ibu tampak begitu khawatir?" tanya Nasya sambil mengernyitkan keningnya heran.
Wanita paruh baya itu menggenggam tangan menantu kesayangan lembut,"Ibu ingin mengatakan sesuatu padamu Nasya, jadi jawab pertanyaan Ibu dengan jujur. Kamu paham?"
"Hm."
"Apa kamu mencintai Galen?" tanya Stelle yang langsung saja membuat Nasya tersentak kaget.
<Semerbak aroma bunga di Pagi hari membuat Nasya tersenyum manis, ia membuka pintu menuju halaman belakang dan melihat bunga-bunga yang ia tanam tumbuh dengan subur. Sinar matahari perlahan mulai menyebar ke tempat yang gelap dan juga menerpa kulit putih Nasya."Pagi yang indah," ujar wanita itu seraya merentangkan tangan menikmati terpaan angin dan cahaya matahari sekaligus. Dia kembali memasuki rumah dan melihat Galen sedang bolak-balik mencari sesuatu, Nasya mendekatinya."Apa kau melihat koran? Biasanya setiap pagi akan ada koran di sini," tanya Galen menunjuk ke atas meja ruang tengah, biasanya memang Nasya yang mengambil koran yang berada di depan pintu. Namun, dirinya harus menyembunyikan benda itu mulai sekarang."Aku tidak melihatnya, apa mungkin orang yang biasa mengantarkan koran itu sedang sakit," jawab Nasya mengedikkan bahu, bergegas saja wanita tersebut berjalan menuju dapur untuk membuat susu khusus ibu hamil yang bia
Galen berjalan menghampiri istrinya yang sudah berdiri tegak, lelaki itu menggenggam pergelangan tangan Nasya erat membuat wanita tersebut meringis kesakitan."Katakan padaku! Apa kau sudah tahu tentang semua masa laluku?" tanya Galen dengan gigi yang bergemelutuk marah.Nasya tak berani menatap Galen yang berada di hadapannya, ia hanya mencoba untuk melepaskan jari besar itu yang menggenggam tangannya kuat, tapi dengan cepat Galen kembali mempererat genggaman nya."Baiklah. Jika kau tidak ingin menjawab, berarti aku anggap saja jawabannya adalah ia. Asalkan kau tahu, dirimu tak ada bandingannya dengan Rahmi.""Lepaskan tanganku Galen!" teriak Nasya keras tepat di depan wajah lelaki tersebut. Ia mendorong tubuh Galen menggunakan sikunya.Dengan tangkas lelaki berambut hitam tersebut menahan pergerakan Nasya, dia dengan segera melepaskan pergelangan tangannya dan menatap meremehkan. "Aku tahu, pasti
Hari ini Nasya berjanji akan keluar bersama Ratu, dia dari tadi menunjukkan Galen turun dari kamar untuk meminta izin. Suara langkah kaki yang berasal dari tangga membuat wanita itu langsung menoleh, ia berjalan mendekat dan menatap suaminya."Galen, apa tak ingin sarapan dulu?" tanya Nasya menatap penuh harap, agar keseharian mereka menjadi seperti dulu lagi. Namun, kenyataan memang tak seindah yang di bayangkan. Galen membuang wajah dan melanjutkan jalannya keluar dari rumah, Nasya mencoba menahan pergerakan suaminya itu dengan menggenggam tangannya erat.Dengan wajah malas ia membalikkan badan melihat Nasya dengan tatapan datar. "Apa lagi?""Apa kau tidak sarapan?""Tidak. Aku takut kau memberikan racun di sana, atau mungkin kau mau menjebakku lagi." Galen menyeringai senang melihat ekspresi yang di berikan Nasya.Wanita berambut hitam itu kembali menatap suaminya,"Terserah apa katamu Galen
Jalanan sudah basah akibat air hujan, sedari tadi ia duduk menunggu bus akan tetapi tak ada satupun yang lewat di sana. Matanya mengerjap ketika melihat sebuah mobil putih berhenti di dekat dia duduk sekarang, seorang pemuda keluar dengan payung di tangannya."Nasya, apa kau sendirian di sini sejak tadi?" tanya pemuda itu melampirkan jaket yang ia pakai ke tubuh Nasya."Reyhan? Ya begitulah, aku menunggu bus sejak tadi. Tapi tak ada satupun yang lewat," jawab wanita itu memperbaiki letak jaket yang dilampirkan oleh Reyhan."Biar aku antar saja, hari sudah mulai gelap. Takutnya nanti ada hal buruk yang terjadi," ajak Reyhan memberikan payungnya pada Nasya, tanpa pikir panjang wanita tersebut langsung saja mengiyakan ajakan Reyhan. Daripada ia harus menunggu lebih lama lagi, itu akan membuat ia kedinginan dan berakhir dengan demam.Nasya menganggukkan kepala, "Aku akan ikut denganmu."Keduanya berjala
Suara pendeteksi jantung berbunyi dengan normal, yang menandakan bahwa masih ada kehidupan di sana. Stelle menggenggam tangan putranya erat dan kembali menangis melihat kondisi tubuh yang terluka akibat goresan kaca mobil."Jangan menangis lagi, Dokter sudah bilang bukan kalau dia sedang melewati masa kritis. Berlarut dalam kesedihan itu tidak baik," ujar Dimas menarik tubuh istrinya lebih dekat. Dia memeluk Stelle dengan erat seraya mengelus punggungnya lembut.Pintu kamar rawat Galen terbuka menampakkan sosok Keina dan juga Carlos, mereka datang dengan wajah yang sedikit tidak enak. Perlahan pasangan suami istri itu berjalan mendekat ke arah ranjang Galen."Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Keina menatap Stelle yang sudah tidak berpelukan lagi dengan suaminya, wanita paruh baya itu mengangguk pelan.Dimas berdehem, "Dokter bilang ia akan melewati masa kritis nya. Dan untuk masalah itu kami minta maaf pada kalian
Galen menatap ruangan putih yang ada di hadapannya sekarang, matanya melirik ke arah sang Ibu yang tampak begitu bahagia dengan air mata harunya. Wanita paruh baya itu memanggil dokter untuk segera memeriksa Galen. Beberapa orang berpakaian putih masuk ke dalam ruang rawat dan mulai memeriksa Galen secara detail."Syukurlah. Anak Ibu sudah terbangun dari komanya," ucap dokter wanita tersebut sambil tersenyum melihat ke arah Stelle dan Dimas.Langsung saja Stelle memeluk tubuh putranya itu erat, ia menangis di bahu Galen dan mencium pipinya berulang, dia sangat bersyukur Galen sudah sadar, "Ibu sangat khawatir dengan keadaan mu Nak.""Apa yang terjadi?""Kamu kecelakaan, dan mengalami koma. Apa kamu tak mengingatnya?" tanya Dimas.Galen terdiam mencoba mengingat apa yang terjadi, tubuhnya tersentak kaget dan segera menoleh pada sang Ibu, "Di mana Nasya sekarang Bu?"Stelle menata
Pagi ini Galen terbangun dari mimpi buruknya, lelaki itu mengusap wajahnya gusar dan mencoba mengatur napasnya agar normal kembali. Matanya menelisik ke balik gorden yang telah menampakkan sosok matahari, dia harus pergi kuliah sekarang. Kalau tidak mungkin Stelle akan marah dan tidak mengampuninya."Kenapa mimpi itu terasa begitu nyata Nasya? Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau dan anak kita baik-baik saja?" tanya Galen bertubi-tubi, dia berdiri dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar menyegarkan tubuh dan pikirannya.Hawa dingin yang menusuk tak ia pedulikan, lelaki itu malah mengguyur kepalanya menggunakan air dingin mengabaikan rasa dingin yang membuat ia menggigil.Selesai dengan kegiatan mandinya, Galen langsung saja turun dari lantai atas dan bergegas menuju kampus. Akan tetapi jalannya terhenti ketika melihat sosok Reyhan yang berdiri di depan pagar rumah, pemuda itu berjalan mendekat dan membuat mood Ga
Nasya menatap gemas pada putranya yang meminta bubur, tangan mungilnya mencoba menarik celemek yang wanita itu pakai. Namun, dengan berpura-pura tak tahu Nasya mencoba menguji kesabaran anaknya tersebut."Ibu ... Ayolah, aku sangat lapar sekarang," pintanya dengan raut wajah yang tampak begitu sedih dan menggemaskan secara bersamaan.Nasya terkekeh geli melihat tingkah manja anaknya itu, "Apa Gavin lapar? Kenapa tidak bilang dari tadi.""Ibu ... Gavin sudah mengatakan itu sejak tadi, tapi Ibu hanya diam dan mengabaikannya Gavin," ucapnya sambil melipat tangan di depan dada, pipinya menggembung dan jangan lupakan bibir yang menggerucut itu.Tangan Nasya menoel pipi putranya gemas, "Ibu mendengarnya kok. Hanya saja melihat Gavin yang kesal membuat Ibu terhibur, buburmu sudah siap. Ayo makan!"Gavin berlari kecil menuju meja makan minimalis yang berada di tengah ruangan, bocah lelaki tersebut menatap b