Share

6. Pertemuan

Penulis: tiwayyu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-27 22:19:15

Pagi ini Nasya terlambat datang ke sekolah, karena tadi malam dirinya tak bisa tidur. Dan sekarang dia harus menjalankan hukuman yang diberikan oleh Pak Kusuma sebagai guru piket yang bertanggung jawab, dia memberikan hukuman yaitu membersihkan lapangan olahraga.

Matanya menangkap teman sekelasnya sedang pemanasan yang dipimpin oleh ketua Abian. Beberapa anak perempuan menertawakan Nasya yang sibuk memungut sampah, "Hei! Lihat di sana. Ada anak beasiswa yang terlambat!" 

Gelak tawa berderai keras, Nasya menulikan telinga dengan apa yang mereka katakan. Wanita tersebut tetap menjalankan hukumannya.

"Mungkin dia kelelahan setelah melayani pelanggan semalam," ucap Rihanna membuat yang lainnya tertawa, Ratu yang mendengar hal itu menjadi geram. Gadis itu baru saja akan meremas mulut Rihanna, akan tetapi terhenti ketika guru olahraga datang bersama beberapa siswa laki-laki. 

"Baiklah, pagi ini kita semua akan melakukan olahraga lari. Ayo berbaris dua bersaf kemudian lakukan pemanasan," suruh Guru tersebut. 

****

Ratu memberikan air minum ke arah Nasya, wanita itu tampak begitu kepanasan dengan peluh yang membasahi seragamnya, "Apa kau lelah?" 

"Tak perlu khawatir Ratu, aku tak lelah sedikit pun." Nasya tersenyum membalas pertanyaan Ratu. Keduanya tampak menikmati waktu istirahat dengan baik, Nasya baru saja akan mengeluarkan kotak bekalnya akan tetapi terhenti ketika Galen berdiri tepat di sisi meja.

"Ikut aku sebentar!" ujarnya datar kemudian pergi meninggalkan Nasya dengan wajah cengo. Tak mau membuang waktu Nasya langsung saja bangkit dan berpamitan pada Ratu yang senyum-senyum tidak jelas.

Galen berjalan mendahului Nasya, langkah kaki lelaki itu membawa mereka ke atas atap sekolah. Entah kenapa rasa gugup menggerogoti tubuh Nasya, ia bahkan tak sanggup menelan air ludah sendiri. Pria itu tak berbicara, ia hanya diam sambil menatap ke depan.

"Puas?" tanya Galen seketika membuat wanita yang berada di depannya tidak mengerti, Nasya mengangkat kepalanya dan tatapan Galen yang begitu marah.

Dia mulai mendekati Nasya, "Puas membuat aku dipukul oleh Ayahku sendiri? Pasti kau mengadu bukan?" Galen menatap tajam.

"A-apa?" tanya Nasya masih tidak mengerti, ia menutup matanya rapat ketika tangan Galen meninju tembok yang tepat berada di belakang tubuh Nasya. Dia benar-benar terpojok sekarang, tak dapat melarikan diri karena terkunci oleh tubuh pria tinggi di depannya.

"A-aku tidak mengatakan apapun Galen, percayalah!" jawab Nasya sebisa mungkin menahan rasa takut yang ia dera. Lagi-lagi matanya tertutup ketika Galen memukul tembok keras.

"Lihat saja apa yang akan terjadi kedepannya Nasya, memang benar bahwa aku akan bertanggungjawab akan tetapi bukan berarti aku memperlakukan mu dengan baik. Jadi,  selamat datang di permainanku, Nasya sayang ...," ucap Galen membuat bulu kuduk Nasya merinding, setelah mengatakan hal itu ia langsung pergi meninggalkan Nasya sendirian. 

Perlahan isakan tangis terdengar jelas di atas atap sekolah, tubuh Nasya meluruh ke atas lantai, "Apa lagi ini Tuhan?" 

****

Matahari begitu terik membuat Nasya kelelahan berjalan dari sekolah menuju rumah, mungkin ini juga efek kehamilan nya. Wanita pendek berbalut baju SMA itu memandang heran ke arah restoran yang tidak di buka, tidak mungkin kedua orangtuanya melakukan libur kerja.

"Nasya pulang," ujar wanita tersebut memasuki rumah, matanya menatap pada sang Ayah yang sudah berdiri di atas tangga. Lelaki paruh baya itu seakan memberi kode agar Nasya mengikuti langkah kakinya, ia mengernyit ketika melihat Ayahnya berpakaian begitu rapi?

"Ada apa sebenarnya?" lirih Nasya, ia menaiki tangga pelan dan melihat empat orang dewasa termasuk Ayah dan Ibunya sedang duduk dengan Paman Dimas dan satu wanita yang belum Nasya tahu namanya, akan tetapi dapat di tebak bahwa itu adalah istri Dimas dan lebih tepatnya Ibu dari Galen.

Keina menarik tubuh putrinya mendekat, "Lebih baik kamu ganti pakaian terlebih dahulu. Nanti kita akan bincang-bincang." Dan membawa Nasya masuk ke dalam kamar.

"Apa itu anakmu? Nasya kecil yang dulunya begitu kecil sekarang sudah besar dan cantik saja ya," ucap Stelle memandang kagum pada Nasya.

Tak lama kemudian Nasya keluar dari kamar bersama dengan Keina, ia duduk di depan Dimas dan istrinya. Ia seperti seorang buronan saja sekarang, hingga deheman dari Dimas membuat Nasya kembali menegakkan kepala.

"Maksud kedatangan kami kemari adalah ingin tanggungjawab dengan apa yang sudah terjadi, aku sebagai Ayah dari Galen meminta maaf sebesar-besarnya," ucap Dimas membuka pembicaraan. Ia memandang pada kedua orang tua Nasya. 

Kemudian menoleh pada sang istri, Stelle berdiri dari duduknya, "Aku kebawah sebentar."

"Apa yang akan kau lakukan sebagai tanggungjawab untuk putriku Dimas?" tanya Carlos seketika, entah kenapa ruangan yang tadinya sejuk menjadi canggung dan menyeramkan.

Kepala mereka semua menoleh ke arah seseorang yang sedang berjalan mendekat bersama Stelle, di sana sosok Galen muncul.

Carlos yang melihat wajah Galen begitu santai, membuat dirinya naik darah. Ia mendekati tubuh lelaki itu dan memberikan bogeman mentah. Kedua orangtuanya hanya diam, karena Galen pantas mendapatkan itu. 

"Ayah, cukup sampai di sana!" ujar Nasya yang tidak bisa melihat Ayahnya memukul Galen lagi. Dia tak ingin dan juga takut.

Galen memegangi sudut bibirnya yang terasa perih, ia mendecih ketika sang Ibu langsung saja menarik tubuhnya untuk duduk di samping sang Ayah. Dengan posisi saling berhadapan dengan Nasya.

Lama berdiam diri, tak ada siapapun yang membuka pembicaraan. Carlos menghela napas kasar, "Jadi? Apa yang akan kau lakukan untuk itu?" 

"Hanya ada satu pilihan, yaitu mereka harus menikah." Dimas menjawab seperti tak ada beban sedikit pun, Nasya langsung tersedak air ludahnya sendiri ketika mendengar hal tersebut. 

Bagaimana mungkin dia harus menikah ketika dirinya masih sekolah, Carlos dan Keina tampak manggut-manggut. Memang benar kalau hanya itu pilihan utamanya.

"Kapan itu akan di lakukan?" tanya Keina membuka mulutnya. 

Nasya mendongak menatap tak percaya, "Apa ini tindakan yang benar?" 

Semuanya menatap pada Nasya ketika wanita itu mengatakan hal tersebut, begitupun dengan Galen yang menampilkan ekspresi datar. 

Carlos mengernyit heran, "Kalau tindakan ini tak benar? Apa lagi yang menurutmu benar Nasya?!" Lelaki paruh baya itu menjawab dengan suara yang sedikit tinggi.

Nasya langsung saja takut dengan jawaban sang Ayah, karena ketika Carlos sudah meninggikan suaranya berarti lelaki itu benar-benar serius dengan apa yang ia pikirkan. Dia diam tak berkutik, membiarkan semua berjalan begitu saja.

"Minggu ini. Mereka akan menikah Minggu ini," ujar Dimas membuat keputusan. Yang lainnya menyetujui apa yang dikatakan oleh Dimas, kecuali Nasya dan Galen tentunya.

Tak sengaja mata Nasya menatap pada Galen, terlihat sekali pemuda itu ingin membantah akan tetapi tak bisa mengeluarkan suara. Ia memandang tajam pada Nasya, seakan tatapan itu bisa membunuh wanita itu sekarang.

"Baiklah, kita sepakat. Minggu ini mereka akan menikah, lalu bagaimana dengan sekolah dan uang bulanan mereka nanti?" tanya Keina. Sebenarnya hal inilah yang membuat ia kepikiran sejak tadi.

"Mereka akan tetap sekolah hingga lulus. Akan tetapi aku menyarankan agar Nasya tidak melanjutkan ke perguruan tinggi nantinya. Dan untuk uang bulanan Galen yang akan bekerja," jelas Dimas memberikan pencerahan pada kedua orang tua Nasya.

Galen menatap sang Ayah, "Bagaimana mungkin aku bisa bekerja dan sekolah secara bersamaan Ayah? Apa kau bercanda?!" 

"Jangan membantah Galen! Ini semua demi kebutuhan kalian juga nanti. Dan untuk pekerjaan kau sudah mendapatkan nya bukan? Aku sudah memberikan satu perusahaan milikku padamu, jalankan itu dengan baik!"  jawab Dimas memandang putra nya yang masih kesal dan menggerutu tak jelas.

Nasya menundukkan kepala sedih, padahal sudah jelas rencananya di masa depan bahwa ia akan kuliah. Menjadi orang sukses, membahagiakan kedua orang tuanya, kemudian menikah dengan orang yang ia cintai. Tapi, kenapa takdir berkata lain?

"Apa semuanya akan berjalan begitu rumit nantinya?" tanya Nasya lirih, perlahan air mata jatuh ke atas pahanya. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan ia lalui ke depannya, dapatkah Nasya menjalani semua dengan sabar?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Because I'm Pregnant   41. Sebuah Fakta

    Rahmi mengelus perut buncitnya dengan pelan, matanya tak henti-hentinya menatap Nasya yang begitu shock. Tangannya terulur menyentuh jemari Nasya, "Boleh aku bercerita?" Wanita berambut hitam itu mengangkat kepala kemudian mengangguk, "Boleh." "Kau tahu lima tahun yang lalu, aku memutuskan untuk kembali lagi bersama suamiku. Meninggalkan Galen karena dia jelas-jelas memilihmu Nasya, bahkan setelah dia sadar dari koma orang pertama yang ia cari adalah dirimu, kau mungkin tak melihat bagaimana kacaunya Galen saat tahu bahwa kamu meninggalkan nya," jelas Rahmi menerawang, "Tapi ... Aku melihat segalanya. Dari dia yang tak semangat menjalani hari, bahkan selalu membuat ulah di kampus. Membuat Paman Dimas menjadi khawatir, untung saja Galen masih bisa menyelesaikan kuliahnya dan bekerja setelah itu." "Darimana kau tahu itu?" tanya Nasya. Rahmi mengedipkan mata dan tersenyum pada Nasya, "Bibi

  • Because I'm Pregnant   40. Tak di sengaja

    Gelak tawa berderai di meja tempat Nasya duduk makan ice cream bersama Gavin dan juga Reyhan, setiap orang yang memandang pasti mengira mereka adalah keluarga. Tapi kenyataannya tidak, buktinya saja Gavin memandang tak suka pada sosok lelaki di depannya."Ibu kapan kita akan pulang?" tanya bocah itu menyela ucapan Reyhan yang baru saja akan keluar, langsung saja keduanya menoleh."Setelah berbelanja bahan makanan baru kita akan pulang," jawab wanita berambut hitam itu, dia mengecek semua benda yang ada di dalam tas kemudian berdiri, "Ayo kita pergi sekarang Gavin. Sepertinya Tantemu tidak akan puas berbelanja, hm ... Apa kau mau ikut Reyhan?"Pria itu menolehkan kepala, alisnya sedikit terangkat, "Apa boleh?""Tentu saja. Bener begitu kan Gavin?""Tidak!" tolak bocah itu cepat. Ia menyilangkan tangan dengan kepala yang menggeleng, tak lupa tatapan tajam yang sedari tadi dilayangk

  • Because I'm Pregnant   39. Lama Tak Bertemu

    Sesuai permintaan Ratu semalam, hari ini mereka bertiga sudah berada di Mall. Menemani Ratu yang berjalan ke sana kemari hanya untuk mencari pakaian dalam, diikuti oleh Nasya dan Gavin yang sepertinya sudah mulai bosan mengikuti langkah Ratu."Model apa yang kau inginkan Ratu?" tanya Nasya dengan wajah masam, sudah setengah jam mereka berjalan bolak-balik sedangkan yang dicari tak kunjung bertemu.Gadis itu berdecak kesal, "Jangan mengeluh dulu, aku hanya ingin berputar-putar saja.""Rempong sekali. Cepatlah Tante kaki kecilnya ini sudah lelah," sahut Gavin pedas. Dia mencibir ketika Ratu memelototi dirinya, tak perlu memasang wajah takut bukan.Nasya tampak menghela napas. Ibu muda itu menarik Gavin ke dalam gendongannya, "Cepat selesaikan pencarianmu itu, aku akan membawa Gavin untuk berisitirahat. Jika sudah selesai telpon saja aku, sampai nanti."Bergegas pergi dari sana adalah jalan yang

  • Because I'm Pregnant   38. Menghindar

    Ini sudah tiga hari semenjak pengusiran Galen. Nasya mengurung diri di dalam kamar, mengabaikan sang Ibu yang sedari tadi mengetuk pintu. Pikirannya kacau ketika wajah Galen terlintas bak kaset rusak, hatinya sesak dan tak tenang, "Aku benci dia.""Nasya ayo buka pintunya, biarkan Ibu masuk!" teriak Keina keras, sejak tadi wanita paruh baya itu membujuk Nasya. Akan tetapi tak ada angsuran apapun, dia menoleh ketika mendengar langkah kaki yang mendekat."Nenek ...," panggil Gavin lirih dengan mata berkaca-kaca. Kaki kecil itu melangkah mendekat, tangannya terangkat untuk mengetuk pintu kamar, "Ibu ... Gavin ingin memeluk Ibu."Seketika Nasya mendongak mendengar suara Gavin, dia berdiri dan berlari menuju pintu. Saat pintu terbuka putranya itu langsung berhambur memeluk tubuh Nasya erat, dapat dipastikan bahwa bocah tersebut menangis."Kau mengurung diri sampai lupa dengan putramu sendiri," sindir Keina pelan. Mer

  • Because I'm Pregnant   37. Aku Membencimu

    Pagi ini Nasya terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara berisik dari lantai bawah, kepalanya menoleh ke samping dan mengernyit ketika tak menemukan putranya di ranjang. Kakinya melangkah menuju ke arah jendela untuk membuka gorden kemudian membuka pintu kamar melihat apa yang sedang terjadi di bawah sana.Keina dan juga Carel tampak sibuk memindahkan meja dan kursi yang biasanya digunakan pengunjung restoran, begitupun dengan Gavin yang ikut membawa tempat sendok."Ibu, Ayah kenapa semuanya dipindahkan?" tanya Nasya heran."Kami akan menutup restoran ini Nasya." Keina menjawab disela-sela ia membawa meja menuju gudang belakang."Kenapa? Bukankah cuma ini penghasilan Ayah dan Ibu?"Carlos tampak menghela napas, tangannya terangkat untuk menghapus keringat yang bercucuran di dahinya, "Iya. Itu dulu sebelum Ayah dan Ibu kehabisan modal, kamu tahu bukan orang-orang zaman sekarang lebih

  • Because I'm Pregnant   36. Kesalahpahaman

    Di sebuah kamar yang temaram terlihat seorang pria dengan botol alkohol ditangannya, ia menyandarkan tubuh pada ranjang dengan mata menatap keluar jendela. Dia melempar botol kosong itu ke arah tembok kamar, menciptakan bunyi nyaring yang memekakkan telinga.Pintu kamar terbuka lebar, menampakkan sosok kedua orangtuanya. Stelle berlari dengan tergopoh-gopoh,"Galen apa yang terjadi? Katakan padaku kenapa?!"Tak ada jawaban apapun dari Galen, pria itu hanya terkekeh geli dengan pandangan yang mulai mengabur. Stelle menepuk pipi putranya pelan, namun hal itu tetap tak membuat Galen bergeming. Dimas yang sedari tadi berdiri di pintu melangkahkan kaki masuk, lelaki paruh baya tersebut memandang kondisi putranya dalam diam."Apa ini ada sangkut pautnya dengan Nasya? Katakan padaku!" teriak wanita paruh baya itu menahan kesal, dia menatap tepat di kedua bola mata Galen."Ibu tahu? Dia melarangku untuk menemuinya," jawab pr

  • Because I'm Pregnant   35. Taman Bermain

    Gavin menarik tangan kedua orangtuanya tak sabaran. Mereka berjalan menuju gerbang masuk sebuah taman bermain, bocah lelaki itu bahkan mengabaikan dirinya yang limbung kehilangan keseimbangan ketika tak sengaja menabrak batu kerikil.Dengan sigap Galen langsung menangkap putranya, pria itu terkekeh pelan kemudian menyuruh Gavin untuk menunggu bersama Nasya selagi dirinya mengantri membeli tiket masuk."Ibu aku ingin makan permen kapas, apa di sini ada orang yang menjualnya?" tanya bocah itu sambil celingak-celinguk menatap sekeliling."Jangan banyak memakan permen kapas, apa kamu ingin tubuhmu dipenuhi semut?" goda Nasya menggelitik perut putranya, kedua manusia itu tertawa.Gavin berjalan mundur untuk menghindari serangan sang Ibu, "Aku tidak takut. Jika permen kapas membuatku bahagia, Ibu bisa apa?""Kamu menantang Ibu?" tanya Nasya kesal.Galen berjalan mendekati keduanya,

  • Because I'm Pregnant   34. Pergi Bersama

    Sudah seminggu sejak Galen datang berkunjung bersama Ibunya, kadang ia hanya menitipkan bunga ataupun makanan manis untuk Gavin. Kalau soal bunga sudah pasti itu untuk Nasya, walaupun sudah ditolak oleh Nasya pria tersebut tetap mengirim bunga dihari berikutnya.Seperti saat ini Nasya memandang bunga mawar didepannya bosan, berkali-kali ia menghela napas kasar membuat Ratu yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya memandang heran. Gadis itu menyilangkan kaki dan menyandarkan tubuh pada sofa."Mau sampai kapan kau menatap bunga itu? Apa kau merindukan Galen?" tanya Ratu, matanya melirik Nasya sebentar kemudian fokus kembali pada layar ponsel.Tak ada jawaban apapun dari Nasya, Ibu muda itu mengulurkan tangan untuk memegang bunga mawar, dengan kepala yang ditumpukan di atas meja."Yasudah terserah, aku akan pergi keluar bersama pacarku. Sampai nanti," pamit Ratu mengambil tas dan mengumpulkan beberapa barang yang sempat

  • Because I'm Pregnant   33. Janji Jari Kelingking

    Suasana kamar Nasya menjadi hening seketika, Keina melepas pelukannya dan menatap sang putri dengan senyuman lembut. Tangan itu terulur untuk sekedar mengusap air mata yang masih menempel di pipi Nasya, "Kau tahu? Galen tidak akan mengambil Gavin dari kita.""Tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan Ibu," jawab Ibu muda itu menggelengkan kepala. Menolak semua kemungkinan yang akan terjadi, dirinya tak siap dengan semuanya.Keina memindahkan tangannya pada puncuk kepala Nasya, "Gavin pasti sedang bertanya-tanya sekarang. Apa hubunganmu dengan Galen, Ibu sangat yakin dengan itu.""Lalu apa yang harus aku lakukan Ibu?" tanya Nasya."Katakan pada Gavin bahwa Galen adalah ayahnya, dan satu lagi ... Jangan berpikir buruk tentang Galen lagi, dia juga pasti merindukan darah dagingnya sendiri Nasya, biarkan saja dia menemui Gavin, kau harus ingat bahwa dia adalah salah satu alasan kenapa Gavin hadir di dunia ini." Wanita par

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status