Siang hari ini Wilson harus merelakan waktunya untuk menemani Adit berbelanja di salah satu mall. Padahal ini adalah waktu yang seharusnya ia gunakan untuk tidur karena malam hari harus bekerja. Rasa-rasanya ia ingin menggeret sosok Elang untuk menemani waktunya siang ini namun temannya itu tidak bisa melakukannya karena ia harus bersiap-siap menjemput Leander ke sekolah. Tidak mungkin juga ia meminta Gavriel menemaninya saat ini karena temannya itu masih berada di jam kerja yang tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Apalagi jabatan Gavriel sekarang yang seorang kepala cabang. Ini cukup membuat Gavriel tidak sebebas dulu saat ia hanyalah seorang staff biasa.
Melihat Adit yang sudah membeli beberapa baju serta celana secara membabi buta tanpa melihat harganya membuat Wilson menghela napas panjang. Wilson yakin jika hanya tiga hari dua malam, Adit tidak membutuhk
Siang hari ini Wilson harus merelakan waktunya untuk menemani Adit berbelanja di salah satu mall. Padahal ini adalah waktu yang seharusnya ia gunakan untuk tidur karena malam hari harus bekerja. Rasa-rasanya ia ingin menggeret sosok Elang untuk menemani waktunya siang ini namun temannya itu tidak bisa melakukannya karena ia harus bersiap-siap menjemput Leander ke sekolah. Tidak mungkin juga ia meminta Gavriel menemaninya saat ini karena temannya itu masih berada di jam kerja yang tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Apalagi jabatan Gavriel sekarang yang seorang kepala cabang. Ini cukup membuat Gavriel tidak sebebas dulu saat ia hanyalah seorang staff biasa.Melihat Adit yang sudah membeli beberapa baju serta celana secara membabi buta tanpa melihat harganya membuat Wilson menghela napas panjang. Wilson yakin jika hanya tiga hari dua malam, Adit tidak membutuhk
Setelah memanggilkan Raga untuk menemui Adit di halaman belakang rumah, Hanna kira dirinya bisa pergi ke kamarnya untuk beristirahat, namun nyatanya semua itu tidak sesuai harapannya. Kedua orangtua Adit memintanya untuk menemaninya duduk. Hanna yakin tidak mungkin hanya sekedar duduk saja, pasti orangtua Adit akan mengajaknya untuk berbicara dan semua itu terbukti kala Hanna sudah duduk di hadapan Yudhis serta Lisa. "Han, bisa kita ngobrol-ngobrol sebentar?" tanya Lisa dengan suara halus dan pelan yang membuat Hanna menganggukkan kepalanya. Meskipun Hanna menyetujuinya, namun Lisa mencoba untuk bertanya kembali untuk memastikan. "Apakah Tante boleh tanya-tanya mengenai kamu sama Raga?""Boleh, Tante."Lisa tersenyum saat mendengar perkataan Hanna.
Setelah Hanna diam saja selama berada di dalam mobil, kini ia juga masih mendiamkan Adit ketika sampai di rumah. Bahkan saat ia sampai di rumahnya dan menemukan Raga sedang bersama kedua orangtua Adit di ruang keluarga, Hanna hanya menyapa sebentar dan langsung menuju ke arah dapur. Baiklah... jika Adit dan keluarganya biasa menyantap lima menu di meja makan saat sedang makan, kali ini Hanna akan berusaha tetap melakukan hal itu meskipun apa yang ia masak mungkin tidak sesuai dengan standar orangtua Adit. Kali ini dirinya akan membuat bakso yang baksonya sudah dibeli di supermarket tadi dan bumbu kuah instan juga sudah ia beli. Tidak hanya itu saja, Hanna akan menggoreng tempe dan tahu sebagai lauk. Karena masih kurang dua menu, Hanna akan membuat sop ayam yang tentu bumbunya pun bumbu instan. Satu lagi, Hanna akan menggoreng kerupuk. Lengkap sudah lima menu makanan berbeda simpel dan tidak perlu membuang banyak waktu untuk memasaknya.
Malam ini Hanna rasanya ingin mengadu keras kepalanya dengan tembok. Bagaimana bisa ia menyetujui permintaan Lisa untuk makan malam di rumahnya. Padahal Hanna belum sempat pergi ke supermarket untuk berbelanja sayur mingguannya. Jika ia delivery order saat ini akan terlihat sekali bahwa ia bukan ibu yang baik untuk Raga yang tidak bisa memasak untuk anak. Bukan... bukan dirinya tidak bisa memasak, namun Hanna tahu bahwa sejak dulu Adit memiliki kebiasaan untuk makan dengan lima menu masakan yang terhidang di meja makan. Baiklah, tidak hanya Adit, dirinya juga dulu seperti itu namun semua berubah kala dirinya diusir dari rumah dan Hanna tahu bagaimana sulitnya mencari uang. Karena itu juga Raga tidak pernah ia didik seperti orangtuanya dulu mendidiknya. Raga benar-benar hidup seperti anak lain yang harus bisa makan dengan apapun yang ada di meja makan. Kalo Raga mau memil
Untuk pertama kalinya di hidup Raga, ia harus menyapa Adit dengan sopan. Apalagi ia sudah berjanji kepada Elang akan melakukan hal ini. Terlepas Elang akan mengetahuinya atau tidak, yang penting ia melakukan semua ini sesuai kesekapakan mereka berdua saat bertemu tadi. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Raga segera mengajak Yudhis dan Lissa untuk berangkat menuju ke sekolah darurat yang ada di salah satu pemukiman kumuh di kota ini. Meskipun Raga tidak mengajaknya, Hanna berinisiatif untuk langsung mengikuti Raga yang membuat Lisa mempertanyakan sikap Hanna ini. "Bukannya kamu mau pergi sama Adit?" tanya Lisa tanpa tedeng aling-aling. Ia tak mau waktunya bersama Raga direcoki oleh Hanna yang mungkin berpotensi membuat hubungannya dengan Raga tidak bisa dekat."Kami masih bisa bicara kapan saja. Prioritas saya sekarang adalah menemani Raga karena kesehatan Raga belum puli
Saat keluar dari pintu penumpang depan mobil Elang, Raga bisa melihat jika mobil Hanna sudah sampai di rumah. Tidak hanya itu saja, kenyataannya ada mobil milik Shinta juga yang terparkir di halaman rumahnya."Om, gue masuk dulu. Lo langsung balik, ya?"Merasa ada yang aneh, Elang langsung mengernyitkan kening. "Serius lo langsung nyuruh gue balik?""Iya. Kapan-kapan aja mampirnya. Sekarang waktunya enggak pas."Elang menghela napas panjang. Kini ia melirik kursi jog penumpang belakang mobilnya. "Padahal gue sudah beliin gula sama teh sekardus di belakang."Raga tersenyum dan untuk membuat Elang tidak sia-sia telah melakukan semua ini untuknya, ia segera berkat