Share

3. Bertemu

“Oh, sudah bangun?”

 “...” Livy hanya memandangi pemuda berjaket denim dihadapannya, dengan tatapan datar favoritnya tentu saja.

 Pemuda itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Livy, yang tentu saja membuat raut wajah Livy tetap datar nan dingin.

 “Lo nggak kenal sama gue Vy?” pemuda itu duduk di samping Livy.

 “...”

 “...”

 “...”

 “Haaah, iya ya gue baru inget kalo mau ngomong sama lo itu susah pake banget,” ujar pemuda itu kemudian memasang wajah kesal.

 “Apa sih,” ketus Livy.

 “Akhirnya bersuara juga Nona Livy,” cengirnya.

 “Sejak kapan lo kenal gue?”

 Pemuda itu melebarkan bola matanya, “Serius lo lupa sama gue?”

 “Siapa elo, siapa gue,” balas Livy.

 “AAAKH, jangan bilang lo amnesia kayak di sinetron gara-gara ledakan tadi, Kepala lo kebentur kan?”

 “Kebentur sih iya, lo nggak pake mata lo buat liat perban di kepala gue ini?! Bego.”

 “Jadi lo beneran lupa sama gue?”

 “Ya iyalah, ngapain juga gue inget elo.”

 Pemuda itu terlihat frustasi, mulut Livy jadi lebih tajam dari yang dia ingat, “Kita pertama ketemu di pertandingan adu senjata di Melvrey, gue Arka Tharama,” Arka menyodorkan tangannya, “lo Livy yang menang di pertandingan itu kan? Gue yakin banget itu elo,” dia tersenyum.

 “Oh.”

 Arka dibuat bengong karenanya, dia ngomong panjang lebar dan Livy hanya bilang “Oh”?? ternyata Livy benar-benar pantas menyandang julukan “Sang Sabit Es” bukan hanya karena mulutnya saja yang tajam nan dingin, tapi kehandalan Livy saat memaka sabitnya bak Grim Reapper juga selaras dengan julukannya.

 “Arka Tharama,” gumam Livy.

 “Lo manggil gue Vy?”

 “...”

 “Oh oke,” fix, Arka bisa darah tinggi disini.

 Setelah beberapa kali celingukan sendiri, pandangan mata Livy tertuju pada satu orang yang tengah terbujur lemas di ranjang yang berada tak jauh darinya berada, Gave.

Kaki Gave yang terbakar tadi diperban, ah tidak, tapi hampir setengah dari tubuhnya diperban rapi. Livy melamun sembari menatap Gave, memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa kabur dengan membawa tubuh Gave yang semencolok itu.

 Penasaran, Arka ikut melihat orang yang tengah diperhatikan Livy, seorang pemuda yang sebaya dengannya. Pemuda yang tadi ikut terkena ledakan bersama Livy, kalau ditanya, sebenarnya Arka melihat surai ungu Livy yang mencolok saat melewati tol tadi, hanya saja dia berlawanan arah dengan Livy. Untunglah Arka sampai tepat saat Livy butuh pertolongan tadi.

 “Lo...” belum selesai Arka berbicara, Livy sudah menjawab Arka dengan memutar bola matanya malas.

 “Ya Tuhan kenapa ni cewek gini amat.”

 “...”

 “Gue belum selesai ngomong, gue mau tanya, lo dari geng mana Vy?”

 “Gue solo killer,” balas Livy, dia berbohong pada Arka, “kau pikir aku akan jujur? Pfft, untuk apa aku mengaku dari geng pak tua itu, nggak ada untungnya,” batin Livy.

 “Wuihh, lo solo killer? Keren, jarang gue ketemu cewek jadi solo killer,” Arka bertepuk tangan pelan.

 “Berarti orang yang tadi sama lo itu mangsa lo?”

 “Hmm.”

 “Tenang, kata suster tadi, dia bisa pingsan selama seminggu, aman lo bisa bawa dia,” Arka mengacungkan jempolnya.

 “Btw ... gue baru inget satu hal.”

“Apa tuh?” Arka sedikit senang akhirnya Livy berbicara duluan.

“MOBIL GUE KEMANA???” jerit Livy tiba-tiba.

Arka berjingkat kaget, “Kalem-kalem, mobil lo sehat di parkiran rumah sakit ini, nih kuncinya,” Arka merogoh kunci di saku jaketnya dan mengembalikannya pada Livy.

“Huuft,” Livy menghela nafas lega, dia merasa sedikit tenang, tetapi tidak sampai dia ingat sesuatu, dia jauh dari markas dan pasti dia sudah ditunggu seluruh anggota mafianya.

Dengan sigap Livy melepas selang infusnya dan memakai jaket hitammnya kembali, sangat cepat sampai Arka merasa tidak ada semenit Livy melakukan itu. Bahkan kini Livy sudah seesai mengenakan sepatunya kembali dan berjalan perlahan menuju Gave yang terbaring lemah. 

Sempat terpesona, Arka akhirnya tersadar dari lamunannya dan menyusul Livy yang tengah mencoba memapah Gave.

Untunglah rumah sakit ini sepi, jadi mereka dapat membawa Gave diam-diam. Arka ikut memapah Gave, Livy menatap Arka curiga.

“Gue bantu,” jelas Arka singkat.

Kondisi Livy yang lemah memaksa Livy untuk menerima bantuan dari Arka dan membawa Gave pergi. Entah karena rumah sakit itu memang sepi atau pelayanannya yang buruk, yang pasti mereka berdua berhasil keluar dari sana tanpa dicurigai.


Dan sekarang Livy hanya perlu mengendarai mobilnya dan pulang ke markas, tapi Arka menahannya sesaat.

“Eits,” Arka menahan pintu mobil Livy saat si empunya mobil akan menutupnya.

Livy hanya membalas Arka dengan tatapan yang berkata, “Apa?!”

“Ehm, jadi gini, gue punya penawaran bagus buat elo yang katanya solo killer ini,” Arka tersenyum.

“Paan? Cepet atau gue tinggal,” ancam gadis itu tak sabaran.

“Weizz, jangan gitu dong neng.”

“Oke bye,” Livy menarik pintu mobilnya, Arka menahan pintu itu untuk yang kedua kalinya.

“Lo mau nggak?” cengir Arka tidak jelas.

“Mau bunuh lo? Ya pasti gue mau lah,” balas Livy setengah bercanda dengan tangannya yang langsung meraih sabitnya.

“Nggak woy!” paniknya.

“Ya cepet apaan?!!”

“Lo mau gabung di geng mafia gue nggak? Mafia The Lightdown,” tawar Arka.

“...”

“Hmm??”

“Geng mafia itu ketuanya elo??”

 “Iya, keren-“

“Pfft, AHAHAHAHAHAHAHA, aduh ngakak tujuh hari tujuh malem gue,” Livy terbahak, membuat Arka seketika bengong setengah terpesona. Baru kali ini dia melihat gadis sedingin Livy tertawa lepas, walau dia tertawa setengah mengejek sih.

“Ternyata elo ketuanya... aduh perut gue, gue kira ketuanya udah om-om, ahahahah,” Livy menyeka air matanya yang sedikit keluar.

“GUE MASIH MUDA VYY,” Arka mengacak rambutnya, frustasi untuk yang kedua kalinya.

“Gue tau, dikira mata gue nggak dipake apa?!” ujar Livy kembali ke mode ketusnya.

“Jadi gimana? Mau gabung? Honorable  langsung dari ketuanya loh ini.”

Livy menyipitkan matanya, memastikan satu hal yakni bohong atau tidaknya Arka, seperti yang biasa dilakukannya pada banyak orang, “Hmm, dari gerak-geriknya dia jujur,” batin Livy.

“Oke, gue terima tawaran honorble ini.”

“Nah, selamat datang di The Lightdown Livyanne Hetrix,” Arka tersenyum dan menyebut nama samaran Livy.

“Ya, pangkat gue apa nih?” Livy menaikturunkan alisnya, membuat Arka sekali lagi terpesona dibuatnya.

“Kalau itu sih...” Arka merogoh saku jaketnya dan menyodorkan kartu namanya kepada Livy, “besok lo kesana aja, ada nomer hape gue kalo lo masih mau tanya sesuatu lagi.”

“Oh, oke see ya!” 

Livy langsung menutup mobilnya dan melaju mengkuti arus lalu lintas. Hari ini dia mendapat dua tangkapan besar, satu mangsa untuk ujiannya dan satu pion gratis untuknya.

“Pfft, cowok bego, gitu aja terpesona.”

“AYAH! PUTRIMU INI CANTIKNYA NGALAHIN KETUA MAFIA, AHAHAHAHAHH.”









- Bersambung -

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status