Share

7. Awal

“Kana!!” seseorang berlari ke arah Kana.

Kana menoleh, “Oh, Nara!” lalu melambaikan tangannya.

Pemuda itu sampai di depannya, “Maaf, lama ya?”

“Nggak kok, aku baru sampai juga hehe.”

“Sesama telat ya, ahaha, dah ayo berangkat!”

“Be rang kat!” ejanya.

Kedua mahasiswa baru itu melangkah pergi dari pinggiran jalan. Sore ini, kedua sahabat baik itu akan mencoba mendaftar pekerjaan paruh waktu di restoran dekat kampus mereka. Sebenarnya, Kana yang diusir Livy tetap tinggal di rumah karena ayahnya. Tapi seperrtinya gadis itu tak akan bertahan lama di rumahnya, terlihat sekali kembarannya itu akan mengusirnya kapan saja.

Jadi, untuk tetap bertahan hidup, dia memutuskan untuk mencari pekerjaan paruh waktu. Livy terlalu seeram bagi Kana lawan. Mau tak mau Kana harus bekerja keras berkali-kali lipat, melelahkan. Nara yang tahu masalah yang Kana hadapi pun merasa bersalah karena tak bisa berbuat apa-apa selain menghibur Kana.

”Kamu beneran nggak apa-apa Kana?” tanya Nara, pemuda yang bersamanya sedari tadi.

“Capek sih, ahaha,” Kana tersemyum miris.

“Kalo gitu, Sabtu ini jalan-jalan aja, mumpung nggak ada kelas kan?” tawarnya.

“Boleh, jemput di tempat biasa ya!”

“Pasti.”

Semuanya berlangsung damai sampai mereka melihat, sekumpulan orang yang duduk persis di depan restoran tujuan mereka. Rata-rata dari mereka memakai pakaian bernuansa hitam, serasi sekali dengan tampang mereka yang sangar dan gahar. Sekali lihat pun siapapun akan langsung tahu mereka adalah angota dari geng mafia yang tengah menguasai kota akhir-akhir ini.

Kana dan Nara berbisik dan sama-sama berencanan untuk memutar balik arah mereka. Keselamatan mereka masih lebih penting daripada mencari pekerjaan paruh waktu hari ini. Tapi terlambat, salah seorang dari mereka sudah melihat mereka lebih dulu, orang itu adalah Arka Tharama. 

Pemuda itu melangkah mendekati mereka berdua, lebih tepatnya berlari, seperti singa yang mengejar mangsanya. Kana dan Nara kelewat panik saat tangan kiri Kana berhasil dicekal oleh Arka. Mereka berdua spontan berhenti berlari dan terpaksa harus berurusan dengan Arka.

“Heh, lepasin nggak?!” seru Kana galak.

Walau tak sehebat Livy, Kana setidaknya masih punya sisi pemberani di dirinya.

“Nggak,” Arka justru membalas santai.

“Woy, lepasin Kana nggak?!!” kini Nara bergantian menghadapi Arka.

“Ck, nggak seharusnya lo ada disini bro,” Arka berdecak kesal.

“WOY, PEMANASAN NGGAK NIH? ADA SAMSAK BARU!!!” Arka dengan gilanya berteriak pada anak-anak buahnya.

“WUIHH, MAKASIH BOS!” salah satu kawan setianya maju menyusul.

“Dah, gue mau ngobrol santai dulu ama ni cewek,” Arka menarik tangan Kana menjauh dari sana.

“Okidoki.”

Kana dibawa Arka menjauh dari sana, sekuat apapun Kana, sudah jelas lebih kuat lagi cengkraman tangan kekar Arka. Nara di belakang sana dijadikan layaknya samsak uji coba, Nara hanya bisa sedikit bela diri dan itu tak cukup untuk melawan anak buah Arka. Kana yang mengomel ke Arka pun tak didengarkan. Gadis itu tak habis pikir apa salahnya sampai tiba-tiba orang dari geng mafia ini menariknya? Dia hanya memutar balik arah dengan sopan kan tadi?!!

“Kamu siapa sih?! Denger nggak sih aku ngomel dari tadi hah?!!”

“Ck, beneran berisik.”

Arka menyeret Kana persis ke belakang restoran, entah apa maunya, yang jelas, orang-orang di dalam restoran pun ketakutan dan tak bisa menolong Kana keluar dari jeratan Arka. Setidaknya ada bagusnya juga dulu Kana dipaksa menggeluti ilmu bela diri. Yang kurang hanyalah, kekuatannya yang sangat kurang dari pemuda yang menyeretnya ini.

“Nah, dah sampai...” Arka merenggangkan genggaman tangannya.

Di tempat kosong yang hanya berisi kendaraan pegawai dan mobil pengantar milik restoran inilah Arka berhenti menyeret Kana. Dan tepat saat pemuda tinggi itu merenggangkan tangannya, Kana menginjak kaki orang itu dan berlari. Genggaman tangannya terlepas, tapi baru saja Kana berlari dua langkah, langkah besar pemuda itu sudah lebih dulu kembali menyeretnya untuk tetap di tempat itu.

“Eits, Nona Kana ini emang bawel ya,” Arka tertawa kecil.

Wajah terbengong Kana muncul, “Hah?” sejak kapan anggota mafia bisa ketawa-tiwi begini? Dan sejak kapan pula cowok satu ini mengenal Kana? Aneh.

“Ternyata kamu lebih imut daripada perkiraanku ya.”

“Hah? Imut?” batin Kana tak paham.

“Mau mu itu apa sih?!” bentak Kana.

“Oh, gue cuman mau bilang... pacar lo tadi bakal gue bunuh kalau lo nggak mau jadi pacar gue,” Arka kelewat jujur.

“He? Pacar? Cowok yang tadi sama aku?”

“Iyalah.”

“Pfftt, dia itu temenku ahahah, lagian ngapain juga aku pacaran sama kamu, kenal aja nggak, bye!”

“Kalo gitu ya udah, mungkin temen lo itu mayatnya bakal gue gantung di tiang lampu merah.”

Mata Kana memelototi Arka, dilihat lagi sepertinya Kana tahu siapa Arka ini, Arka Tharama kakak tingkatnya di kampus. Bisa-bisanya orang se-random ini jadi anggota mafia? Dan apa-apaan kekuatannya ini? Cengkeraman tangannya sulit sekali dilepas.

“Jangan macem-macem!”

“Emangnya lo siapa? Livy?”

“Gimana bisa-“

“Tau lah, dia kan solo killer tercantik, tapi beda ya kembarannya yang ini, atau harus gue bilang peniru?”

“Ck, lepasin! Kamu udah ngincer aku dari lama atau gimana ha?”

“Tajem juga insting lo, padahal baru pertama tatap-tatapan sama gue.”

“Sialan!”

Kana terus menarik tangannya hingga memerah, sampai akhirnya mereka berdua dihampiri anak buah Arka yang tadi menghajar Nara tanpa alasan. Kalau ada alasannya pun pasti hanya untuk bermain-main saja. Anak buah Arka, Nel, menyeret tubuh Nara yang babak belur.

“NARA! Kalian ini kenapa sih sebenernya?!! Tiba-tiba main nyamperin-“

“Tadi kan udah lo tebak sendiri,” Arka merangkul Kana.

“Ish,” Kana berusaha menyingkirkan tangan Arka yang merangkulnya, tapi tentu saja gagal.

“Lo- ehm, kamu bener kok, aku udah ngincer kamu sejak lama, dan karena itu kamu harus mau jadi pacar seorang Arka Tharama atau dia mati,” Arka menunjuk Nara.

“Aku nggak mau, kamu kasar ke aku sama temenku, buat apa aku nurutin kamu.”

“Ya udah, ku bebasin dia dulu deh,” Arka mengalah, “pergi lo!” usirnya pada Nara.

Namun Nara sepertinya lebih mengkhawatirkan Kana dan tetap berdiri diam walau kerahnya yang diseret tadi sudah dilepas. Kana mengisyaratkan untuk cepat pergi, tapi pendirian Nara yang ingin melindungi temannya itu lebih besar.

“Pergi Ra, aku bisa kok disini sendiri, titip salam ke bu dosen kalo aku nggak ada di kelas besok ya.”

“...”

“PERGI WOYY,” teriak Kana pada Nara yang keras kepala.

“Hahhh, baik-baik ya Na,” Nara menghela napas, lalu berjalan pergi sedikit terpincang.

“Sip sip.”

Begitu Nara sudah keluar dari sana, entah dia pulang atau ke mana pun itu, yang jelas kini Nara sudah aman, jauh dari restoran yang dikerumuni para singa liar ini. Anak buah Arka pun dia usir sendiri dan menyisakan mereka berdua di sana.

“Udah kan bang?” Kana bertanya polos.

“Yup! See? Aku nggak kasar kan?” pamernya.

“Ehe, iya, baik kok, kalo gitu dek Kana pamit pergi, besok masih ada kelas, dadaaah!”

“Yo, bye!”

Arka terpana, “Beginikah kalo si Livy itu jinak? Manis banget,” batinnya mengingat Livy yang liar sembari menatap kepergian Kana.

Rangkulan tangan Arka terangkat, Kana berjalan santai perlahan menjauhi orang absurd yang tiba-tiba mengancamnya tidak jelas. Keluar dari belakang restoran itupun Kana memberi salam pada para anak buah Arka dengan sopan.

“Permisi abang-abang sekalian,” Kana mengangguk sopan.

“Iya, silahkan,” para anak buah Arka pun tak kalah tertipunya dengan Arka.

“Beginikah Nona Livy versi kalemnya?” pikir mereka semua yang ada di sana usai menatap langsung tingkah Kana.

“Asik kabur,” batin Kana.

Begitu melihat angkutan umum yang melintas Kana langsung memasuki angkutan umum itu tanpa peduli jurusan perginya. Yang lebih penting sekarang, pergi dari sini secepatnya. Sore itu, Kana berhasil lolos dari kejadian aneh yang direncanakan Arka, tanpa disadarinya, inilah awal mula dari jalan cerita hidupnya yang kian merumit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status