Share

Gangguan

“Kegiatan hari ini apa?”

“Pak Lucas datang untuk melihat laporan keuangan.” Vivi menjawab pertanyaan Dona yang langsung mengerutkan keningnya “Beliau baru saja datang bersama dengan Ibu Anggi dan sekarang sudah di ruangan finance.”

Dona menghembuskan nafasnya panjang, saudaranya yang satu itu memang suka semaunya sendiri dan tidak pernah memberi kabar tentang kedatangannya sama sekali. Mengambil ponselnya dan langsung menghubungi papanya tentang berita Lucas, meminta Vivi untuk menunggu sampai dirinya selesai berbicara.

“Ayah tahu kalau Lucas kesini?” Dona langsung bertanya saat panggilannya diangkat.

[Memang Lucas kesana? Sama siapa?]

“Anggi, jadi ayah nggak tahu?”

[Endi ada bilang kalau mau kesana, ayah kira si Endi ternyata Lucas. Kalau gitu ayah kesana sekarang, nanti Lucas ngadu kalau papa nggak ada di kantor]

Dona memutar bola matanya malas, menutup sambungan dengan Bima dan menatap Vivi yang menunggu instruksi darinya. Menghembuskan nafasnya terlebih dahulu untuk memikirkan apa yang harus dilakukan, tatapan Vivi masih menunggu instruksi darinya dengan sabar.

“Kamu bilang sama anak finance seperti biasanya kalau Pak Lucas datang, nanti kalau Bu Anggi atau Pak Lucas mau sesuatu langsung ikuti saja...lebih baik saya kesana saja sekarang.”

Dona berdiri dan langsung keluar dari ruangannya yang diikuti Vivi, langkah mereka menuju kearah ruangan finance dimana Lucas dan Anggi berada. Masuk kedalam ruangan yang tampak tenang, membuat tatapan Dona mengarah pada ruangan manager dimana Petra berada didalam. Hembusan nafas panjang dikeluarkannya sebelum melangkah ke ruangan Petra, Vivi membuka pintu dan ruangan kosong membuat Dona mengerutkan keningnya.

“Kemana Petra?” Dona menatap anak-anak finance.

“Ruang meeting.”

Dona tahu kedatangan Lucas bukan sesuatu yang baik, sebenarnya tidak ada masalah dengan kedatangan Lucas yang melihat laporan keuangan, permasalahannya hanya satu yaitu sedang dalam mood yang tidak baik dan semua itu tidak lepas dari mimpi buruknya. Masuk kedalam ruangan meeting dimana sudah ada empat orang termasuk ayahnya, Dona semakin menatap kesal pada mereka dan memilih duduk tidak jauh dari Anggi.

Memilih mendengarkan pembicaraan mereka tanpa minat sama sekali, walaupun beberapa kali mencoba untuk fokus karena tatapan ayahnya. Pembicaraan mereka selesai tidak lama kemudian dengan Petra dan Vivi yang keluar dari ruangan, menunggu beberapa menit sampai Dona memberikan tatapan tajam pada Lucas.

“Mbak Via hubungi kalau kamu habis mimpi buruk jadinya aku mutusin buat datang biar kamu nggak mikirin.” Lucas langsung membuka suara memberikan alasan kedatangannya.

“Ayah tahu?” Dona mengalihkan tatapannya pada Bima.

Bima langsung menggelengkan kepalanya “Bunda kamu kan suka tiba-tiba, lagian ya Lucas nggak perlu repot-repot datang biarin Dona mengatasinya sendiri secara dia sudah besar dan dewasa.”

Dona menganggukkan kepalanya membenarkan perkataan Bima “Lagian itu harusnya kamu hubungi aku dulu, secara ini sekarang dalam pengawasanku jadi nggak bisa seenaknya.” Dona mengalihkan pandangan kearah Anggi yang hanya diam “Anak-anak gimana? Sama siapa?”

“Mereka sama Fransiska dan Siena, nggak tahu betah banget sama mereka berdua. Zee kadang suka iri kalau anak-anak dekat sama mereka berdua terutama Fransiska.” Anggi menggelengkan kepalanya dan langsung mengalihkan pandangan kearah Dona “Sebenarnya kamu itu bukan butuh pekerjaan ini buat melarikan diri dari mimpi buruk, tapi buka hati buat pria lain. Masih belum bisa membuka hati? Irwan sudah bahagia, jadi kamu nggak mungkin mengharapkan dia terus.”

Dona seketika ingin memaki Anggi yang berbicara dengan mudah tentang Irwan, ditambah lagi berbicara mengenai Irwan didepan ayahnya. Dona tahu bagaimana ayahnya bersikap pada Irwan setelah memutuskan menikah dengan wanita lain setelah kedekatan mereka, penilaian tentang Irwan seketika berubah dan menjadi nol, tidak berbeda dengan mantan suaminya.

“Kamu masih mikirin dia? Memang sehebat apa sih di ranjang sampai tidak terlupakan?” Bima menatap kesal pada Dona “Bunda kamu juga udah nggak pernah cerita tentang dia, ayah kira kamu sudah lupain dia.”

“Nggak penting itu sekarang, Mas. Sekarang itu bagaimana Dona membuka hati dan menutup masa lalunya.” Lucas menghentikan pembahasan tentang Irwan.

“Dijodohkan saja,” ucap Bima tanpa beban yang membuat Dona menatap tidak percaya “Bercanda, tapi mungkin ide yang bagus secara kegagalan kemarin kamu milih sendiri nanti siapa tahu dengan dijodohkan bisa...”

“Keluarga kita nggak ada yang dijodohkan, Mas.” Lucas memotong saat melihat ekspresi Dona yang bergidik ngeri.

“Kalian berdua itu kan dijodohkan mami kalian, Jimmy sama Siena juga.” Bima mengingatkan Lucas yang langsung terdiam.

“Sudah...sudah...” Dona mengangkat kedua tangannya keatas menghentikan perdebatan mereka “Semenjak kakek meninggal ayah jadi tempat berdebat Lucas ya? Aku pergi dulu.”

“Kemana?” tanya Lucas dan Bima bersamaan.

“Pusing dengarin kalian, lagian ini udah jam istirahat. Aku mau jalan-jalan dan cari makan, aku nggak mau ada yang ikut! Ayah mending pulang secara bunda udah nunggu di rumah, kalian kencan aja mumpung nggak ada bocil.”

Dona meninggalkan mereka bertiga di ruangan meeting untuk kembali ke ruangan mengambil barang-barangnya, mendapati Vivi yang ada di mejanya membuat Dona memberikan beberapa instruksi. Dona tidak tahu akan kembali atau tidak, setidaknya Vivi bisa memberikan kabar jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Kedatangan Lucas membuat moodnya semakin tidak baik, tujuannya adalah cafe langganannya yang sudah menemani sejak kuliah. Masuk kedalam yang disambut dengan aroma kopi, aroma yang membuat perasaan menjadi tenang dan Dona langsung melangkahkan kakinya kearah meja yang selama ini menemaninya. Langkah Dona terhenti saat melihat seseorang duduk disana, tampak serius dengan laptop yang ada dihadapannya.

Dona menghembuskan nafasnya panjang, tidak mungkin dirinya mengusir pria itu karena bagaimanapun ini adalah tempat umum. Menatap sekitar mencari tempat yang kosong, sialnya tempat yang kosong berada disamping pria itu dan membuat Dona mau tidak mau duduk disana yang membuatnya mau tidak mau menatap pria yang ada disampingnya.

Suara ponsel berbunyi membuat Dona menatap dengan ekspresi kesal, saudaranya yang satu ini memang bisa membuat perasaannya semakin tidak menentu. Menarik dan menghembuskan nafas panjang sebelum mengangkatnya, mencoba untuk ceria agar tidak membuat yang disana berpikir negatif.

“Kenapa?”

[Busyet! Galak sekali anda!]

“Apa? Masih kurang jatah dari dua binimu itu?” Dona mengatakan dengan nada kesalnya.

[Mereka memuaskan banget, makanya buruan nikah. Kamu nggak mau kesini? Keponakan kamu kangen ini]

“Kamu kali yang kangen? Gimana-gimana kita selalu berbagi dari dalam perut.”

[Sial! Jijik dengernya. Dimana? Cafe biasanya? Lucas kesana sama Anggi?]

“Tahu? Kenapa nggak bilang?”

[Mas Endi ini cerita barusan, kerjaan baru?]

“Mimpi sialan itu,” ucap Dona dengan kesal.

[Buka hati sama cowok lain, nggak semua cowok sama kaya si bajingan itu. Kamu mau sampai kapan inget Mas Irwan? Dia sendiri sudah bahagia sama keluarganya, jangan kaya bunda yang jadi pelakor]

Dona diam mendengarkan perkataan atau ceramah dari kembarannya Azka, moodnya yang tidak baik membuatnya tidak memiliki tenaga untuk membantah semua kata-kata yang Azka berikan. Kembarannya, saat ini berada diatas angin karena Dona hanya diam dan tidak menanggapi sama sekali, membuatnya bisa berbicara panjang seakan apa yang dikatakannya memang benar.

“Kamu lama-lama berisik banget sih, nggak tahu aku lagi pusing apa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status