Share

5. Annabelle

"Apa kabar Adik Ipar tersayang, aku harap ... mulai hari ini kamu belajar untuk mulai membiasakan diri menghormati aku yang nantinya akan menjadi istri dari kakakmu."

Bella tersenyum sinis saat melihat sosok orang yang tadi berani membantah apa yang dia katakan.

"Jangan bermimpi terlalu tinggi, di tabrak pesawat kan nggak lucu?!" Naya menjawab sinis, setelah sebelumnya terlihat mencibir.

Dari awal Bella berhubungan kasih dengan Faris, Naya adalah salah satu orang yang berani menampakkan sikap tidak sukanya pada Bella secara terang terangan, selain mamanya Faris.

"Sepertinya kamu salah orang, adik kecil, yang bermimpi itu dia! Bukan aku!" jawab Bella dengan tangan kiri menunjuk ke arah Ivana yang masih terlihat sangat tenang.

"Jangan sok akrab! Aku bukan adikmu!" balas Naya saat mendengar perempuan berbaju kurang bahan itu memanggilnya adik kecil.

"Faktanya sekarang adalah Ivana memang istri dari kakakku?! Jadi buat apa dia bermimpi, sedangkan kamu, siapa kamu?!" lanjut Naya dengan tatapan yang tak kalah tajamnya.

"Aku adalah perempuan yang sampai saat ini masih ada di dalam hati kakakmu! Bukan perempuan pengganti ini!"

Dengan tangan kiri, dia kembali menunjuk wajah Ivana, Bella yang merasa berada di atas angin, menjawab pertanyaan Naya.

"Sungguh? Aku meragukan itu, apalagi kamu sudah pernah menyakiti hati kakakku!" Naya menjawab dengan senyum yang tak kalah sinisnya.

"Eh ... atau mungkin kamu lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan? Saat itu bukan hanya hati mas Faris yang kamu lukai, tapi juga hampir mencoreng keluarga besarku!" lanjut Naya, mengungkit kembali apa yang sudah Bella lakukan.

"Jangan menyerangku dengan masa lalu, adik kecil! Itu tak akan berhasil, karena kakakmu yang sangat mencintaiku itu tak mempermasalahkan!"

Naya tersenyum sinis mendengar Bella menjawab apa yang dia ungkit.

"Mungkin kamu bisa berbangga hati karena kakakku yang saat ini mungkin sedang ling lung, mau menerimamu lagi, tapi ... bagaimana dengan Papa dan Mama?! Kamu yakin bakal di terima?" tanya Naya lagi, tak patah semangat menyerang Bella.

"Yang akan menjalani hidup rumah tangga ini hanya aku dan kakakmu, hanya kami berdua, selain itu tak penting, termasuk kamu—!"

"Apa maksudmu dengan Naya tak penting?! Dia adikku, tentu saja sangat penting?!"

Mendengar ada seseorang yang yang menyela ucapan Bella, sontak ke tiga perempuan itu pun menolehkan kepala mereka, hampir bersamaan ke arah pintu masuk.

"Sayaang ... jangan salah paham, dari dulu adikmu memang tak pernah menyukaiku, dan tadi dia malah berani mengancam dan menyuruh untuk menjauh darimu," jawab Bella yang melangkah mendekati Faris, dan langsung memeluk lengan lelaki tampan itu, tanpa malu.

Naya mencibir saat mendengar suara Bella yang dari awal lantang dan pedas, seketika berubah mendayu ketika berhadapan dengan kakak lelakinya.

"Naya ...." tegur Faris dengan mata menatap sang adik, tak suka.

Sepertinya Faris melupakan hati Ivana yang berdiri dan hanya bisa terdiam dengan wajah tak lagi bisa di jelaskan, karena melihat kemesraan yang ditunjukkan oleh Bella di hadapannya.

"Apa!"

Bukannya ikut naik darah melihat mata adiknya yang membulat sempurna dan menjawab ucapannya dengan nada tinggi, Faris melepaskan tangan Bella di lengannya, dan malah mendekati Naya lalu memeluk serta mengecup keningnya, sesaat.

"Va ... bawa adikku ke dalam, ada yang ingin aku bicarakan dengan Bella, berdua saja, tolong!" pinta Faris, saat tangannya masih memeluk Naya.

Ivana tak menjawab. Namun dia menarik tangan Naya yang tampaknya keberatan dengan perintah sang kakak.

"Aku mau di sini! Aku nggak mau ninggalin mas Faris hanya berdua saja dengan si Annabella, entar yang ada malah setannya pindah lagi!"

Mata Ivana dan Bella sontak membeliak sempurna dengan ekspresi yang berbeda, saat Naya menyebut kekasih kakaknya itu dengan nama panggilan sebuah boneka.

"Apa maksudmu?! Kamu pikir aku boneka setan?! Kamu ...!" sentak Bella, kesal karena mendengar Naya memanggilnya dengan sebutan Annabelle_boneka setan yang terkenal dari luar negri.

"Baguslah kalau kamu sadar diri!" balas Naya tak mau kalah, sambil tersenyum lebar.

"Sayaang ....!" Bella kembali merajuk.

"Naya, masuk ke dalam!" titah Faris setelah mendengar panggilan Bella yang mampu membuat Naya mencibir.

"Sok imut, padahal di dalamnya ada setannya!" ujar Naya, lagi.

"NAYA!" sentak Faris.

"Tidak! Aku tidak mau, aku—"

"NAYA ....!!"

Mendengar teriakan dari Faris, bukannya takut, Naya malah melotot ke arah sang kakak dengan wajah yang memerah.

"Kita lihat nanti, siapa yang akan tetap tinggal di sini!" ujar Naya yang tampaknya tak peduli dengan bentakan yang baru saja ia terima dari kakaknya.

"Aku pulang," ujar Naya yang kemudian masuk ke dalam untuk mengambil tasnya. Lalu kembali ke ruangan dengan wajah yang terlihat sangat kecewa.

Entah apa yang ada di pikiran Naya yang tiba tiba berhenti melangkah saat kakinya sudah berada di ambang pintu.

Naya membalikkan langkahnya hingga berada di hadapan sang kakak.

"Tak usah sok baik pada orang yang berusaha membuat nama baik keluarga kita hancur! Apalagi sampai berniat menjadikannya ratu di rumah ini karena aku yakin Papa dan Mama juga tak ingin Ivana yang keluar!" Terdengar penuh penekanan di setiap kata yang Naya ucapkan di depan Faris.

"Naya ... jangan keterlaluan, kamu—!"

"Mas yang keterlaluan! Mas yang nggak punya hati!" potong Naya dengan setengah menjerit, ada kilatan marah di matanya yang dapat dilihat jelas oleh Faris yang saat ini terhenyak karena jeritan sang adik.

"Aaargh!"

Naya yang dengan sengaja membalikkan badannya, hingga saat berteriak berada tepat di depan wajah Bella, dan kembali melangkah ke pintu, tak peduli dengan makian Bella yang tak terima dengan sikap yang Naya tunjukkan tadi. Perempuan itu pergi tanpa pamit

Ivana terdiam saat melihat Faris yang seolah terpaku di tempatnya ketika melihat sikap yang adiknya tunjukkan, mungkin dia seperti sedang melihat Naya yang berbeda.

"Sayaang, aku kangen!"

Ivana sontak membalikkan badan, jengah bila harus melihat untuk kesekian kalinya lagi sikap perempuan itu pada lelaki yang masih berstatus suaminya.

"Mmm ...."

Ivana menarik napas panjang, membalikkan badan dalam diam dan melangkah menjauh menaiki tangga.

****

Bunyi ketukan dari luar kamar membuat Ivana yang entah sudah berapa lama terlelap di balkon, terbangun dan bergegas menuju ke pintu kamar.

"Ada apa?!" tanya Ivana saat melihat ada mak Ijah yang sedang memegang sesuatu yang di bungkus kado.

"Saya menemukan ini di luar, dan kata Tuan ini milik Nyonya," ujar mak Ijah yang menyerahkan benda yang dia pegang ke Ivana yang terlihat bingung.

"Ini apa?"

Mak Ijah tak menjawab, hanya menggelengkan kepala, dan bergegas pamit.

Ivana membawa apa yang diberikan mak Ijah ke atas kasur, sambil terus memandanginya dengan heran.

"Va ...."

Ivana seketika berdiri dari duduknya saat tiba tiba melihat pintu kamar yang tadinya dia tutup, kini terbuka dan membebaskan Faris melangkah mendekat.

"Ada apa?" tanya Ivana dengan wajah datar, sama seperti wajah lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

"Selamat Ulangtahun."

Ke dua alis Ivana terlihat naik bersamaan, saat mendengar apa yang Faris katakan, bersamaan dengan di berikannya sebuah kotak berukuran lumayan besar yang di bungkus kain beludru berwarna merah.

"Terima kasih, tapi ... Aku tak bisa menerima ini," tolak Ivana yang sepertinya sudah tahu apa isi dari kotak yang Faris berikan.

"Kenapa?" tanya Faris, wajahnya masih saja datar.

"Berhentilah bersikap manis di depanku, lebih baik kamu segerakan berkas perceraian kita, untuk aku tanda tangani."

"Aku tak ingin berpisah, aku nyaman denganmu."

Faris berkata sambil meletakkan apa yang dia pegang di dekat kotak berbungkus kertas kado.

Dan, dengan santainya merebahkan badannya di kasur dengan dua kaki terjuntai ke lantai. Kasur yang selama sepekan dia tinggalkan.

"Tapi aku dan Bella sama sama tak ingin menjadi yang ke dua, Mas!"

Faris tak menjawab, hanya terdengar desahan napas yang panjang dari lelaki yang kini menatap langit langit kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status