9. Semua Gara-gara Bos Sialan!

Menahan dongkol di hati, Naira keluar dari ruangan Bastian.

“Dih! Emangnya kenapa kalo aku pake celana kayak gini? Toh ini setelan kerja juga! Sepatu kets aku juga nggak yang buluk-buluk amat! Kinclong dan bersih, elaahh!” Naira mengeluhkan itu ke Helena ketika dia bertelepon di malam harinya.

“Hahaha! Nurut aja apa kata Bos, napa sih? Atau kamu maunya dispesialkan karena mamimu dekat ama Bos?” Helena tertawa santai.

Mendengar ucapan Helena seakan itu merupakan sebuah sindiran bagi Naira. Baiklah, dia akan mencoba menyesuaikan diri seperti yang lainnya agar tidak dikira anak spesial di sana. 

Esok harinya, Amy menyapa Naira yang lebih dulu tiba di ruangannya, “Pagi, Naira! Wah, tumben nih, pakai rok dan … sepatu high heels? Wow! Aku pikir kamu tomboy.”

‘Iya emang tomboy, sih! Tapi gak jadi gara-gara Bos sialan itu!’ rutuk Naira di hatinya.

Kemarin dia terpaksa berbelanja setelan kerja dengan rok dan sepatu high heels. Apalagi Evita juga setuju dengan keputusan Bastian mengenai outfit Naira.

“Hehe, iya, Sis! Disuruh Bos pakai yang beginian.” Naira tidak menyembunyikannya, malah bernada seolah sedang berkeluh-kesah ke Amy.

“Yah, bagus juga kalo kamu berpenampilan ala profesional gitu.” Amy mengangguk-anggukkan kepala. “Apalagi aku liat semua anak magang yang cewek juga pake rok. Kamu menyesuaikan aja ama yang lain, yah!”

Naira mengangguk saja meski hatinya masih kesal.

‘Kalo sekedar pake rok doang sih aku nggak masalah, tapi ini ampe ke masalah sepatu! Sialan! Mana tadi susah banget jalan ke sini gara-gara high heels sialan! Bos sialan!’ maki Naira di hati.

‘Padahal pegawai lainnya memakai baju sesuka mereka asalkan rapi dan sopan.

‘Noh, Amy aja pake sweater tanpa lengan yang gaya gitu ama celana kain keren untuk padanannya. Oke, sepatunya emang high heels, tapi gak setinggi punyaku, sih! Sial! Ntar beli yang tumitnya rendahan aja, dah!’ Naira membatin lagi.

Siang ini, Bastian masih mengajak para karyawan magang untuk makan siang bersamanya seperti hari-hari lalu. Sepertinya itu akan menjadi kegiatan rutin bagi anak magang dan atasannya, entah sampai kapan.

“Udah siap semuanya?” Bastian muncul di depan orang-orang yang sudah menunggunya dengan membawa kharisma kerennya, apalagi ketika tangannya bergerak untuk memasang kacamata di wajah gantengnya. “Kita ke restoran all you can eat.” Ucapan ini disambut wajah gembira orang-orang di depannya.

Ketika Bastian bertemu Naira, dia tersenyum puas melihat penampilan feminin gadis itu.

Namun, ketika putri kekasihnya mulai berjalan, rahang Bastian nyaris jatuh melihat Naira.

“Ugh! Mh!” Naira berjalan dengan cara aneh ketika menyeret kakinya yang memakai high heels.

Yang lainnya menahan tawa melihat kekakuan Naira saat berjalan.

“Ya ampun, Ra. Kamu nggak pernah pake high heels?” ledek salah satu teman magang bernama Rinda.

Naira menoleh ke Rinda sambil memasang wajah kesal. 

“Kalo enggak, emang kenapa?” ketus Naira ke Rinda.

Orang-orang di sana agak terkejut dengan cara Naira menjawab. Apalagi di depan Bos dan beberapa manajer.

“Biasa aja dong, Ra. Lain kali perbanyak jalan pake high heels, yah! Biar terbiasa, karena high heels itu sepatu wajib kalo bekerja di kantor.” Rinda sambil tersenyum bijak.

Namun, bisa Naira rasakan kalau Rinda sengaja menyerang dia secara halus. Rinda merupakan salah satu teman kampusnya yang sewot karena dia diterima dan menghasut yang lain bahwa Evita ada sangkut pautnya dengan lolosnya Naira di E-First.

“Ayo! Ayo! Buruan masuk ke mobil!” Gandi berseru untuk menyudahi ketegangan dua karyawati magang.

Tak lama, 5 mobil datang untuk mereka. 

Setiap Naira melangkahkan kakinya, Bastian dan yang lainnya harus menahan tawa. Dia tau dirinya dijadikan bahan tertawaan, tapi dia memilih untuk diam saja agar tidak menimbulkan masalah.

‘Oke! Oke! Silakan aja kalian ketawa! Puas-puasin!’ Naira menggerutu di benaknya.

Seperti yang dia rencanakan, sore ini dia membeli high heels dengan tumit yang tidak terlalu tinggi. 

“Nah! Jenis chunky heels seperti rekomendasi Helen ini pasti lebih nyaman!” Naira memandang sepatu pilihannya dengan senyum lebar. “Penyangga tumitnya lebih lebar dan tebal, harusnya ini jauh lebih nyaman dari pada yang sebelumnya.”