Selalu gagal menjalin hubungan asmara, Naira Karl justru terperangkap dengan kehangatan Bastian Zilong. Pria itu adalah pacar ibunya. Hubungan terlarang pun tak dapat dihindari. "Om, kenapa mau tidur ama aku?" tanya Naira ketika Bastian berada di atas tubuhnya. "Karena kamu adalah alat balas dendamku, Naira."
view more"Kamu siapa?"
Sore itu, seorang gadis berkulit putih membuka pintu rumah dengan ragu. Dia menatap tamunya yang merupakan seorang laki-laki asing.
"Kamu pasti Naira," ujar si pria menerka-nerka. "Aku Bastian Zilongーpacar Mami kamu. Boleh aku masuk?"
Naira Karl. Di negara Scarlet, Naira tampak berbeda. Pasalnya, gadis itu memiliki darah campuran Scarlet dari ibunya dan Raven dari ayahnya.
Negara Scarlet berada di bagian Timur. Maka warna rambut Naira coklat kehitaman seperti kebanyakan gadis pada umumnya. Sedangkan Negara Raven berada di bagian Barat yang identik dengan mata indah berwarna biru yang besar, kulit putih, dan hidung mancung.
Naira mendongakkan kepala menatap pria asing berwajah tampan dengan bibir tebal yang sedikit memerah. Rambut hitam si pria tertata rapi sehingga mampu memberikan kesan manis. Namun, ada aura dingin keluar dari pria tersebut.
"Kamu?! Pacar Mami?!" Seolah tidak percaya, Naira bertanya lagi, "Yang bener aja!"
Kedua mata Naira memandangi buket bunga mawar di tangan kanan Bastian. Kemudian, beralih memandangi kotak berbentuk hati di tangan kiri Bastian.
Bastian mengedikkan bahu, masih berdiri santai, dan membiarkan Naira menatap dirinya.
"Terserah. Boleh masuk, nggak?" Benar-benar nada dingin yang cukup mengagetkan bagi Naira.
Sorot mata tegas Bastian membuat Naira terkesiap. "Ya udah, masuk aja!" seru gadis itu.
Naira membuka lebar-lebar pintu rumah dengan kaki jenjangnya. Kelakuan Naira barusan tentu membuat Bastian kaget. Namun, pria bermata hitam itu diam-diam tersenyum tipis.
"Lagian siapa juga yang ngeliatin Om kayak kamu," sanggah Naira. "Aku cuma heran aja Mami punya pacar lebih muda!"
Bastian berjalan mengikuti Naira menuju ruang tamu. Lalu, dia memilih duduk di samping Naira.
"Elvita 47 tahun, aku 32 tahun. Umur cuma angka aja." Ada nada acuh tak acuh dari Bastian ketika membicarakan itu. Dia dengan cepat mengeluarkan ponselnya.
Naira tidak tertarik dengan jawaban Bastian. Dia juga mulai sibuk memainkan ponselnya.
Beberapa menit setelahnya, Bastian menoleh ke arah garasi. “Mamimu belum pulang?”
Dia baru menyadari mobil Evita tidak ada di garasi.
"Belum," sahut Naira. "Om ke sini mau ngerayain ulang tahun Mami, kan? Tadi Mami telepon, katanya kejebak macet."
Bastian angguk-angguk sambil matanya kembali fokus ke layar ponselnya.
Sementara itu, Naira di tempat duduknya meneliti kekasih ibunya dari atas sampai bawah dengan cepat. Mata Naira memindai cepat Bastian Zilong, pria yang terkesan dingin dan cuek.
'Baru kali ini aku ketemu pacar Mami. Tapi aku masih nggak percaya ama omongan dia,' kata Naira dalam hati.
Merasa dirinya sedang diperhatikan, Bastian mengalah untuk menghentikan fokusnya ke ponsel dan berniat mengakrabkan diri dengan Naira.
"Kamu baru pulang kuliah?" tanya Bastian mencoba bersikap ramah ke Naira yang sudah memalingkan pandangan darinya.
"Iya."
Hanya satu suku kata yang terucap dari mulut Naira sambil dia memainkan keypad ponselnya.
Bastian kembali menghela napas. Diam-diam, Bastian berseru di dalam hatinya, 'Hemm, tidak kusangka Naira jauh lebih menarik daripada Elvita!'
Sebagai pria dewasa normal, tentu wajar jika dia bisa menilai demikian.
"Kuliah prodi apa?"
Bastian memandangi setiap lekuk tubuh Naira yang terbungkus t-shirt ketat berwarna putih dipadu dengan hot pants biru navy.
"Bahasa Inggris."
Bastian hanya angguk-angguk. Dia menatap wajah cantik Naira yang berhasil membuatnya menelan ludah berulang kali.
'Alis tebal, pipi merah merona, hidung bangir dan bibir merah muda yang seksi. Sial! Dia benar-benar cantik!'
Kemudian, mata Bastian turun ke bagian tubuh Naira yang menonjol. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya.
'Kira-kira, berapa ukuran dada Naira? Oh, astaga otakku! Bahkan aku yakin, Naira masih perawan.'
Naira menyadari tatapan aneh Bastian. Dia meletakkan ponselnya di atas meja oval.
Naira menegur Bastian. "Om ngapain liat aku kayak gitu?! Hgh! Om mau minum?" Dia kesal dan ingin segera pergi menjauh dari Bastian.
"Nggak usah. Nanti aja ama Elvita," jawab Bastian sambil memalingkan pandangan ke sekeliling ruangan.
Suara mesin mobil Elvita membuat Naira bisa bernapas lega. Dia berdiri menunggu Elvita datang.
Tidak sampai 10 menit, Elvita sudah berdiri di depan pintu. Dia tersenyum sumringah.
Elvita Moco. Janda anak satu berkebangsaan Scarlet. Dia bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan Naira sejak sang suami wafat karena kecelakaan tunggal.
"Mami!" panggil Naira. "Tuh, ada Om Bastian!"
Naira menunjuk Bastian yang masih duduk bersandar di sofa. Kemudian, dia melangkah pergi menuju kamarnya di lantai dua.
"Eh, Sayang mau ke mana? Ayo rayain ulang tahun Mami sama-sama, Naira!"
Naira menghentikan langkah. Dia berbalik dengan malas.
Naira melihat Bastian sedang mencium kedua pipi Elvita. Wajah Naira berubah masam. "Oke," katanya dengan terpaksa.
45 menit kemudian.
"Selamat ulang tahun, Mi," ucap Naira sembari membiarkan Elvita mencium pipinya.
"Makasih, Sayang." Elvita menerima kotak kecil dari Naira.
Pesta ulang tahun sederhana Elvita berjalan dengan sangat baik. Naira beberapa kali harus melihat adegan mesra Elvita dengan Bastian. Namun, Naira memiliki cara sendiri.
Naira menyibukkan diri dengan makan kue ulang tahun sambil melihat-lihat postingan di beranda akun sosial medianya.
"Naira, Om Tian ini seorang pebisnis sukses. Kamu tau perusahaan Zilong E-first, kan? Nah, itu punya Om Tian." Elvita berbicara ke putrinya.
Sambil melihat-lihat beberapa foto di sosial media, Naira bertanya, "Terus?"
"Kuliah kamu kan udah semester 7, gimana kalo nanti magang di perusahaan Om Tian aja?" Elvita bertanya dengan penuh semangat.
Sebulan kemudian, Bastian berencana membawa Naira ke kantor E-First, tempat di mana mereka pernah bekerja bersama.“Ini beneran gak apa-apa, Tian?” tanya Naira untuk memastikan saja.Mereka sudah selesai berdandan rapi dan siap berangkat bersama ke kantor Bastian.“Tentu aja nggak apa-apa, Nai. Gimanapun, mereka harus tau ini. Nggak mungkin hubungan kita terus disembunyikan dan menjadi diam-diam aja, kan?” Bastian mengambil tangan Naira, ingin menguatkan hati calon istrinya.Saat ini, Naira sudah membubarkan segala ujian dan apa pun tes yang harus dilalui Bastian. Dia tidak lagi menginginkan itu karena dia sadar bahwa dia tak sanggup hidup tanpa Bastian.Pengalaman di ambang batas kematian membuat Naira memahami apa yang paling dia inginkan.“Kalo mereka marah, gimana? Ntar mereka demo, gimana?” Naira masih khawatir.Dulu rumor hubungan mereka sempat membuat geger kantor dan berhasil ditepis dengan berbagai cara. Sekarang justru hendak dibuka terang-terangan. Akan seperti apa respon pa
“Beneran? Len lairan?! Kapan?” Naira bertanya dengan senyum penuh kebahagiaan, seolah rasa sakit yang tadi dialaminya seketika menghilang.“Setelah kamu kelar operasi dan mendadak aja ketubannya pecah sewaktu mau ngantar kamu ke kamarmu ini. Oh ya, bayinya perempuan,” lanjut Bastian.Naira menatap Bastian dengan tatapan penuh arti. Hari ini benar-benar penuh dengan emosi—kesedihan, harapan, dan kebahagiaan yang semuanya berkumpul di satu tempat.Namun, wajah Bastian kembali serius sejenak saat dia menghela napas. “Ada kabar lain yang perlu kamu tau,” ujarnya. “Vera udah ditahan di kantor polisi. Mereka memastikan dia nggak akan kemana-mana, dan proses hukumnya akan segera berjalan. Sidangnya mungkin akan berlangsung dalam beberapa minggu lagi.”Naira terdiam, memikirkan peristiwa yang hampir merenggut nyawanya. Meski dia merasa lega bahwa Vera akan mempertanggungjawabkan perbuatannya, hatinya tetap tergetar.Kejadian ini meninggalkan luka yang dalam, tapi dia merasa lebih kuat ketika
Suster menatapnya dengan penuh empati. "Nyonya stabil untuk saat ini, Pak. Tapi kami harus memantau dengan ketat. Mengenai janinnya... kita perlu menunggu perkembangan lebih lanjut."Bastian mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh kekhawatiran. Naira beserta janinnya harus baik-baik saja, mereka berdua harus baik-baik saja. Itu yang menjadi harapan utama Bastian.***Di kamar VIP yang tenang itu, Naira perlahan membuka matanya. Cahaya lembut dari jendela menembus tirai, menyinari wajahnya yang masih terlihat lemah.Saat kesadarannya mulai kembali, matanya terasa hangat dan basah. Mungkin efek samping dari obat, pikirnya.Tapi begitu dia sadar sepenuhnya, yang pertama kali dia rasakan adalah tangan Bastian yang menggenggam erat tangannya.“Om….” panggilnya dengan suara serak.“Nai… akhirnya kamu sadar.” Suara Bastian bergetar pelan, penuh dengan rasa syukur dan kelegaan.Dia menatap Naira dengan tatapan yang penuh kasih, seolah tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain dia d
“Kamu ngancam aku, Bas? Kamu berani ngancam aku?!” jerit Vera, tak terima.“Jika itu memang harus, maka aku akan melakukannya. Kamu bisa memilih, ingin aku mengambil langkah yang mana.” Bastian menyahut dengan suara dingin.Keributan semakin membesar di bandara, dan Bastian bisa mendengar suara ibunya Vera yang semakin marah, memaki-maki anak buah Bastian.Namun, situasi itu berubah ketika polisi bandara tiba di tempat kejadian setelah mendengar keributan. Mereka segera menahan Vera dan ibunya dari keberangkatan, meminta keduanya untuk tidak meninggalkan negara Scarlet sampai masalah ini selesai.“Aku akan mengurus semuanya,” kata Bastian pada petugas bandara yang mencoba menenangkan situasi. “Jika perlu, aku akan membayar empat kali lipat dari harga tiket yang sudah mereka beli. Yang penting, jangan biarkan mereka terbang.”Polisi dan staf bandara menerima tawaran Bastian. Uang memang bisa menyelesaikan sebagian masalah, pikirnya dengan dingin. Dia menutup telepon, tetapi belum sempa
‘Kumohon… aku ingin… terus bareng Om… selamanya….’ pinta Naira ketika dia memejamkan mata dan membiarkan dokter memulai operasinya.Di luar, Bastian sibuk mondar-mandir di depan kamar operasi.“Haahh… lama banget, sih?” rutuk Bastian, tak sabar.Helena yang juga ada di sana, hanya memutar matanya dengan jengah pada ucapan Bastian.“Ya elah… baru juga 10 menit, udah diprotes lama.” Helena merespon dengan suara nyinyir. “Buruan duduk! Mual aku liat kamu mondar-mandir rempong gitu!”Helena tidak takut sama sekali pada Bastian meski dia tahu siapa Bastian. Baginya, orang yang sudah membuat sahabatnya sedih, tak perlu ditakuti.Mau tak mau, Bastian menghentikan langkahnya yang bagaikan setrika. Dengan hembusan keras dari napasnya, dia pun duduk tak jauh dari Helena.“Bisa tolong ceritain, gimana kok Naira bisa kena tusuk gitu?” Bastian akhirnya teringat bahwa dia belum mengetahui mengenai kronologi dan latar belakang kejadiannya.Helena melirik sinis ke Bastian, menunjukkan permusuhan seca
“A-aku… aku….” Suara Vera bergetar.Vera kaget bercampur syok ketika menatap pisau lipat yang menancap di perut Naira. Meski dia benci Naira, tapi ketika usai menusukkan pisau ke Naira, rasa takut menyergapnya, seolah sebentar lagi dia akan dikejar iblis.“Arghh!” Vera menjerit panik dan bergegas pergi dari sana.Dia memang wanita jahat, tapi untuk berbuat lebih dari sekedar menusuk seseorang, dia tak memiliki nyali mengenai itu.Bahkan, menusuk perut seseorang merupakan kegilaannya paling maksimal dalam hidupnya.Sedangkan di kamar kosnya, napas Naira terengah-engah sambil terus memandangi perutnya.“Perutku… anak…ku….” Naira gemetaran.Takut dan sakit menguasai dirinya. Darah sudah mulai merembes banyak di bajunya.“Gak, gak boleh aku cabut pisaunya. Bahaya….”Di sela-sela kepanikan dan rasa takutnya, dia masih cukup bernalar mengenai itu.Maka, menahan rasa sakit dan dengan langkah tertatih, dia mengambil ponselnya, menghubungi nomor Bastian.“Ya ampun, buruan angkat, sialan! Aku b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments