Home / Rumah Tangga / Belaian Hangat Om Bastian / 8. Teguran dari Bos Dingin

Share

8. Teguran dari Bos Dingin

Author: Caramelodrama
last update Last Updated: 2024-06-14 15:37:53

Yang lainnya tertawa. Naira tak banyak bersuara. Dia selesai membubuhkan lipgloss warna bibir yang tidak berlebihan.

"Iya, betul! Pak Bos Tian 'kan most wanted durenjir di kota Magnuma ini!" celetuk seseorang di dekat Naira yang baru saja membasuh muka untuk mengganti bedaknya.

"Apa itu durenjir?" Kawan di sampingnya bertanya sambil membenahi eyeshadows.

"Duda keren tajir! Hahaha!" 

Jawaban selengekan itu disahut tawa ceria yang lainnya di sana.

"Eh, tapi kasihan juga yah Pak Bos! Ditinggal mati istrinya yang melahirkan. Mana anaknya juga ikut mati." Mereka terus bergosip mengenai Bastian.

Sebagai orang yang belum tahu banyak akan Bastian, Naira tentu saja asyik menyimak.

"Aku sih nggak kasihan. Karena siapa tahu aku bisa menjadi pelipur lara dan mengobati kesepiannya Pak Bos Tian, haha!" Ada yang cukup percaya diri mengatakan itu.

"Jadi kamu berharap bisa menggantikan istri Pak Bos, begitu?" Rekannya melirik dengan tatapan tak yakin.

"Kenapa enggak?" Yang dilirik hanya menjawab sambil tertawa santai.

Setelah semua orang selesai dengan dandanannya, mereka keluar dari toilet tanpa memedulikan Naira. Dia juga sudah selesai berdandan tipis saja dan siap bergabung dengan rombongan Bastian ke restoran yang menjadi destinasi.

Setiba Naira dan Amy di lobi, semua yang diajak Bastian sudah di sana, menunggu mobil-mobil yang akan membawa mereka.

“Wah, tumben Bos ngajakin makan siang bareng! Ada angin apa, nih?” tanya Amy dengan gaya bercanda ke Bastian yang berdiri tegap penuh kharisma.

“Angin puyuh!” cetus cepat Bastian dengan wajah datar sambil menoleh ke Amy. “Aku ingin mengajak anak-anak magang dan atasannya untuk makan bareng di hari pertama mereka, biar mereka saling kenal dan nggak canggung kerja di sini.”

Demikianlah alasan Bastian sembari masih sempat melirik Naira di sudut kerumunan melalui kacamata hitamnya yang menambah kegantengan dia.

Di perusahaan Bastian, ada 10 karyawan magang dari berbagai universitas ternama di kota Magnuma. Dari Universitas Goldera, diambil 5 orang, termasuk Naira.

Tawaran makan siang oleh Bastian di sebuah restoran baru yang sedang hits di kota. Sudah tentu semua karyawan yang ditunjuk bersorak girang. 

"Pesan yang kalian mau, gak usah sungkan!" Bastian mengatakannya ke semua pekerja yang dia ajak makan siang hari ini.

Naira memilih banyak diam dan sebagai pengamat saja. Setidaknya kini dia sudah lebih banyak mengetahui mengenai Bastian dari rekan-rekan senior tadi.

"Ayo, anak magang juga jangan sungkan, ya! Naira, Erdian, Windy, dan yang lainnya! Kalian nggak usah malu-malu. Pesan apa yang kalian mau!" Gandi, asisten Bastian berkata ramah pada 10 anak magang.

Antara Bos dan asistennya memang seperti 2 kutub yang berbeda. Si Bos terkesan dingin dan tak banyak bicara, berbeda jauh dengan asistennya yang ramah dan mudah diajak bicara.

"Baik, Pak!" Mereka menyahut tegas sambil mengangguk hormat.

"Iya, Pak." Naira menjawab dengan suara kalem tanpa sikap berlebihan. 

Sekali lagi, dia merasa maminya sungguh beruntung bisa mendapatkan kekasih sekeren Bastian.

'Kapan, yah, aku bisa punya pacar kayak Om Bastian? Kisah cintaku kandas melulu, huh!' Naira justru merenungi beberapa kisah asmaranya terdahulu.

Hari-hari berikutnya, ternyata perhatian Bastian ke Naira ditunjukkan ketika gadis itu dipanggil ke ruangannya.

“Bacalah naskah-naskah yang sekiranya menarik dan menjual. Cukup baca aja 3 bab awal untuk menentukan kualitasnya.” Bastian mmberikan arahan ke Naira cara memilah naskah.

Sebagai pekerja magang yang ingin sukses, tentu Naira mengabaikan perasaan dan pikiran apa pun di luar pekerjaannya. Meski sesekali dia akan melirik ke Bastian.

“Apa outfitmu ke kantor memang seperti itu terus?” Kening Bastian berkerut ketika dia menatap Naira dari atas sampai bawah.

“Kenapa emangnya, Om?” tanya Naira.

“Biasakan panggil aku Pak atau Bos di sini. Kita sedang di kantor.” Bastian berbicara lebih serius, semakin meneguhkan karakter dingin dan susah terjangkaunya. 

Ini mengakibatkan Naira agak terkejut, tapi gadis itu lekas mengerti bahwa Bastian pastinya ingin terjalin hubungan profesionalitas di tempat kerja.

“Baik, Bos.” Naira mengulangi dengan panggilan yang lebih pantas.

“Besok pakai rok dan high heels! Jangan membedakan diri. Sana kembali ke ruangan Amy!” Bastian menegakkan tubuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
pake rok? hm... bikin curiga aja nih si om
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Belaian Hangat Om Bastian   155. I Love You More

    Sebulan kemudian, Bastian berencana membawa Naira ke kantor E-First, tempat di mana mereka pernah bekerja bersama.“Ini beneran gak apa-apa, Tian?” tanya Naira untuk memastikan saja.Mereka sudah selesai berdandan rapi dan siap berangkat bersama ke kantor Bastian.“Tentu aja nggak apa-apa, Nai. Gimanapun, mereka harus tau ini. Nggak mungkin hubungan kita terus disembunyikan dan menjadi diam-diam aja, kan?” Bastian mengambil tangan Naira, ingin menguatkan hati calon istrinya.Saat ini, Naira sudah membubarkan segala ujian dan apa pun tes yang harus dilalui Bastian. Dia tidak lagi menginginkan itu karena dia sadar bahwa dia tak sanggup hidup tanpa Bastian.Pengalaman di ambang batas kematian membuat Naira memahami apa yang paling dia inginkan.“Kalo mereka marah, gimana? Ntar mereka demo, gimana?” Naira masih khawatir.Dulu rumor hubungan mereka sempat membuat geger kantor dan berhasil ditepis dengan berbagai cara. Sekarang justru hendak dibuka terang-terangan. Akan seperti apa respon pa

  • Belaian Hangat Om Bastian   154. Saling Menyatukan Diri

    “Beneran? Len lairan?! Kapan?” Naira bertanya dengan senyum penuh kebahagiaan, seolah rasa sakit yang tadi dialaminya seketika menghilang.“Setelah kamu kelar operasi dan mendadak aja ketubannya pecah sewaktu mau ngantar kamu ke kamarmu ini. Oh ya, bayinya perempuan,” lanjut Bastian.Naira menatap Bastian dengan tatapan penuh arti. Hari ini benar-benar penuh dengan emosi—kesedihan, harapan, dan kebahagiaan yang semuanya berkumpul di satu tempat.Namun, wajah Bastian kembali serius sejenak saat dia menghela napas. “Ada kabar lain yang perlu kamu tau,” ujarnya. “Vera udah ditahan di kantor polisi. Mereka memastikan dia nggak akan kemana-mana, dan proses hukumnya akan segera berjalan. Sidangnya mungkin akan berlangsung dalam beberapa minggu lagi.”Naira terdiam, memikirkan peristiwa yang hampir merenggut nyawanya. Meski dia merasa lega bahwa Vera akan mempertanggungjawabkan perbuatannya, hatinya tetap tergetar.Kejadian ini meninggalkan luka yang dalam, tapi dia merasa lebih kuat ketika

  • Belaian Hangat Om Bastian   153. Permohonan Naira

    Suster menatapnya dengan penuh empati. "Nyonya stabil untuk saat ini, Pak. Tapi kami harus memantau dengan ketat. Mengenai janinnya... kita perlu menunggu perkembangan lebih lanjut."Bastian mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh kekhawatiran. Naira beserta janinnya harus baik-baik saja, mereka berdua harus baik-baik saja. Itu yang menjadi harapan utama Bastian.***Di kamar VIP yang tenang itu, Naira perlahan membuka matanya. Cahaya lembut dari jendela menembus tirai, menyinari wajahnya yang masih terlihat lemah.Saat kesadarannya mulai kembali, matanya terasa hangat dan basah. Mungkin efek samping dari obat, pikirnya.Tapi begitu dia sadar sepenuhnya, yang pertama kali dia rasakan adalah tangan Bastian yang menggenggam erat tangannya.“Om….” panggilnya dengan suara serak.“Nai… akhirnya kamu sadar.” Suara Bastian bergetar pelan, penuh dengan rasa syukur dan kelegaan.Dia menatap Naira dengan tatapan yang penuh kasih, seolah tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain dia d

  • Belaian Hangat Om Bastian   152. Mengalami Komplikasi

    “Kamu ngancam aku, Bas? Kamu berani ngancam aku?!” jerit Vera, tak terima.“Jika itu memang harus, maka aku akan melakukannya. Kamu bisa memilih, ingin aku mengambil langkah yang mana.” Bastian menyahut dengan suara dingin.Keributan semakin membesar di bandara, dan Bastian bisa mendengar suara ibunya Vera yang semakin marah, memaki-maki anak buah Bastian.Namun, situasi itu berubah ketika polisi bandara tiba di tempat kejadian setelah mendengar keributan. Mereka segera menahan Vera dan ibunya dari keberangkatan, meminta keduanya untuk tidak meninggalkan negara Scarlet sampai masalah ini selesai.“Aku akan mengurus semuanya,” kata Bastian pada petugas bandara yang mencoba menenangkan situasi. “Jika perlu, aku akan membayar empat kali lipat dari harga tiket yang sudah mereka beli. Yang penting, jangan biarkan mereka terbang.”Polisi dan staf bandara menerima tawaran Bastian. Uang memang bisa menyelesaikan sebagian masalah, pikirnya dengan dingin. Dia menutup telepon, tetapi belum sempa

  • Belaian Hangat Om Bastian   151. Panik

    ‘Kumohon… aku ingin… terus bareng Om… selamanya….’ pinta Naira ketika dia memejamkan mata dan membiarkan dokter memulai operasinya.Di luar, Bastian sibuk mondar-mandir di depan kamar operasi.“Haahh… lama banget, sih?” rutuk Bastian, tak sabar.Helena yang juga ada di sana, hanya memutar matanya dengan jengah pada ucapan Bastian.“Ya elah… baru juga 10 menit, udah diprotes lama.” Helena merespon dengan suara nyinyir. “Buruan duduk! Mual aku liat kamu mondar-mandir rempong gitu!”Helena tidak takut sama sekali pada Bastian meski dia tahu siapa Bastian. Baginya, orang yang sudah membuat sahabatnya sedih, tak perlu ditakuti.Mau tak mau, Bastian menghentikan langkahnya yang bagaikan setrika. Dengan hembusan keras dari napasnya, dia pun duduk tak jauh dari Helena.“Bisa tolong ceritain, gimana kok Naira bisa kena tusuk gitu?” Bastian akhirnya teringat bahwa dia belum mengetahui mengenai kronologi dan latar belakang kejadiannya.Helena melirik sinis ke Bastian, menunjukkan permusuhan seca

  • Belaian Hangat Om Bastian   150. Perutnya Ditusuk

    “A-aku… aku….” Suara Vera bergetar.Vera kaget bercampur syok ketika menatap pisau lipat yang menancap di perut Naira. Meski dia benci Naira, tapi ketika usai menusukkan pisau ke Naira, rasa takut menyergapnya, seolah sebentar lagi dia akan dikejar iblis.“Arghh!” Vera menjerit panik dan bergegas pergi dari sana.Dia memang wanita jahat, tapi untuk berbuat lebih dari sekedar menusuk seseorang, dia tak memiliki nyali mengenai itu.Bahkan, menusuk perut seseorang merupakan kegilaannya paling maksimal dalam hidupnya.Sedangkan di kamar kosnya, napas Naira terengah-engah sambil terus memandangi perutnya.“Perutku… anak…ku….” Naira gemetaran.Takut dan sakit menguasai dirinya. Darah sudah mulai merembes banyak di bajunya.“Gak, gak boleh aku cabut pisaunya. Bahaya….”Di sela-sela kepanikan dan rasa takutnya, dia masih cukup bernalar mengenai itu.Maka, menahan rasa sakit dan dengan langkah tertatih, dia mengambil ponselnya, menghubungi nomor Bastian.“Ya ampun, buruan angkat, sialan! Aku b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status