Hari ini, Gina terlihat lebih sibuk dari biasanya. Banyak dokumen menumpuk di meja. Matanya pun tak berpaling dari komputer. Sesekali, ia memainkan pena karena agak pusing.
Cuaca di luar sedang buruk. Banyak awan abu-abu yang sepertinya tengah bersiap menjatuhkan air mata. Entah apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun, Gina memiliki firasat buruk. Ia agak sedikit gelisah dan sulit berkonsentrasi.
"Gina...," panggilan lembut terdengar dari luar. Suara ketukan pintu tiga kali beruntun menyusul setelahnya.
"Silakan masuk," sahut Gina. Kini sorot matanya beralih pada seseorang yang tengah membuka pintu perlahan.
Reyhan, ia menghampiri Gina. Wajahnya juga terlihat lesu. Sudah seminggu sejak kejadian penolakan orang tuanya terhadap hubungannya dengan Gina.
Belum sempat Reyhan bicara, sebuah guntur menggelegar dengan kerasnya membuat Gina bergidik takut. Ia langsung berdiri karena kaget. Spontan saja, ia menutup tirai jendela ruangannya.
Beberapa hari setelah Gina dibawa ke rumah sakit, kondisinya tak bisa dikatakan membaik. Gina terlihat makin kusut dan lesu meskipun dokter bilang jika ia hanya kelelahan dan kurang istirahat. Kondisi ini cukup membingungkan karena sudah 3 hari Gina dirawat tanpa ada tanda-tanda kondisinya membaik.Reyhan selalu setia menemani Gina meski tidak bisa 24 jam karena urusan kantor. Namun, pria itu pasti menjenguk Gina setiap hari. Lebih dari rasa sakit Gina, mungkin Reyhan merasakan hal yang lebih karena mencemaskan gadis yang dicintainya itu.Selain Reyhan, Nindy juga sering datang menjenguk. Kadang, ia datang bersama Reyhan. Kondisi seperti itu sebenarnya tidak Gina sukai. Tapi ia yakin pada Reyhan. Meski Nindy akan menggoda pak bosnya itu seperti biasa. Di sisi lain Nindy saingannya dan di sisi lain Nindy tetap temannya. Melihat Nindy masih perduli padanya saja sudah membuat Gina bahagia. Saat ini, ia tak ingin berpikir negatif."Gina. Kondisi kamu gimana?" tanya
Pesawat melaju konstan setelah lepas landas beberapa menit yang lalu. Nampak dari jendela pesawat lautan awan putih tipis dan sinar hangat matahari."Sampai jumpa lagi, Bandung."Gina menatap malas semua hal yang ada di sekitarnya. Sesekali, ia menengok jendela. Sesekali pula, ia menoleh ke arah Nindy yang tidur di sampingnya serta Reyhan yang duduk di kursi depannya. Gina akan pulang, bersama Reyhan dan Nindy. Gina akan pulang ke Surabaya."Andai aku nggak sakit, mereka berdua nggak akan repot-repot seperti ini," batin Gina. Namun, tak ia pungkiri bahwa ia cukup senang dengan fakta bahwa Nindy masih perduli padanya.Tiba-tiba, Reyhan menoleh ke belakang. Ia menatap Gina yang duduk lemas karena masih sakit. Wajah gadis itu pucat. "Lagi mikirin apa?" tanya Reyhan lembut.Gina menggeleng dan memilih melempar pandangannya ke jendela pesawat. Ia memandang hamparan tipis awan dan rumah-rumah ya
Malamnya, tepatnya kisaran pukul 19.30 banyak tetangga yang berdatangan. Mereka datang untuk menjenguk Gina. Kabar pulangnya Gina dalam kondisi sakit menyebar dengan cepat di antara tetangga.Kebanyakan dari para tetangga yang menjenguk membawa buah tangan. Entah itu buah, roti, atau pun yang lainnya. Sudah jadi kebiasaan melakukan itu. Rasanya, menjenguk orang yang tengah sakit tanpa membawa apapun itu rasanya kurang baik.Semua berkumpul di ruang tamu. Mereka semua mengobrol dengan topik utama adalah Gina. Tentu saja, karena gadis itulah para tetangga berbondong-bondong menjenguk.Rumah kediaman pak Broto ini terasa ramai. Tetangga yang datang cukup banyak. Mereka saling peduli satu sama lain. Tak hanya ibu-ibu tentunya yang datang. Melainkan ada pula beberapa bapak-bapak dan anak kecil yang diajak menjenguk. Selain itu, Reyhan, Nindy, pak Broto dan Satria juga menyambut tamu dengan baik.Di saat ruang t
"Santet?!" kata semua orang yang ada di dalam kamar Gina karena terkejut. Suasana di kamar Gina menjadi heboh setelah perkataan pak ustad bahwa Gina terkena santet."Tidak salah lagi, pasti santet," kata pak ustad mengulangi perkataannya."Bagaimana bisa? Siapa yang tega melakukan ini ke mbak Gina?!" pekik Santi heboh. Ia menutup mulut karena tak percaya bahwa asumsinya ternyata benar.Reyhan yang mematung karena masih sulit percaya pun kini angkat bicara. "Tapi, apa alasan Gina disantet?"Pak ustad menggeleng dan berkata "Motif melakukan santet tidak bisa diketahui. Tapi, apa ada orang yang membenci Gina?""Anakku adalah anak yang baik. Tidak mungkin ada yang tega melakukan ini!" teriak bu Yati sambil berderai air mata.Pak Broto yang tak kuat berdiri pun akhirnya bertekuk lutut. Ia sangat terguncang dengan fakta yang baru saja ia dengar sendiri. Ia tak habis pikir. Bisa-
Reyhan menundukkan pandangan karena takut. Ia khawatir akan respons pak Broto setelah ia mengakui bawa dirinya mencintai Gina."Apa?! Kamu mencintai Gina? Bukankah kau ini orang Sunda?" tanya pak Broto keheranan. Tentunya, pak Broto pun masih sangat percaya bahwa pernikahan antara suku Jawa dan Sunda itu dilarang."Memang benar. Tapi apa yang salah dengan perasaan saya?" kata Reyhan sambil memberanikan diri menatap pak Broto yang sepertinya agak terkejut. Bagaimana tidak terkejut, anaknya yang merantau di tanah orang ternyata disukai oleh bosnya sendiri. Sebuah fakta yang sangat mencengangkan dan mengguncang hatinya.Pak Ustad menyela pembicaraan serius dua laki-laki itu. "Kita fokus dulu menyembuhkan Gina, ya. Masalah siapa pelakunya dan perasaan nak Reyhan kita kesampingkan dulu. Santet bukanlah hal yang sepele," pak ustad berusaha menasehati dan memberikan jalan tengah. Jika tidak seperti itu, pasti perdebatan antara Re
Reyhan telah sampai di Bandung. Tempat yang pertama akan ia kunjungi adalah rumahnya. Ia ingin segera bertemu ayah dan ibunya. Dengan bertemu orang tuanya, Reyhan ingin memastikan bahwa bukan mereka pelaku yang menyantet Gina.Reyhan memasuki rumahnya dengan wajah datar. Ia juga mengambil langkah lebar agar segera menjumpai ayah ibunya. "Ayah, ibu. Aku ingin bicara!" ucap Reyhan dengan keras namun tak sampai membentak.Ayah dan ibunya yang sekarang sudah berada di ruang tamu hanya keheranan. Mereka tak mengerti kenapa Reyhan memasang wajah datar cenderung marah kepada mereka."Apa yang ingin kau bicarakan, Rey? Lagi pula, kemarin kau sudah menentang kami dengan terbang ke Surabaya kan? Kau tidak mendengarkan kami untuk tidak mengantar Gina," ucap bu Dian. Terlihat wajah tua yang masih sangat cantik itu menjadi murung."Jika kau menanyakan restu, maka kami tidak berubah pikiran sama sekali," imbuh pak Hasan
Reyhan sudah tiba di kantor. Ia berlari mencari Zidan dengan bersemangat. Rupanya, Zidan masih ada di ruangan Gina, dengan buhul santet berada di atas meja ruangan itu.Di atas meja, Reyhan melihat bungkusan kain kecil yang entah apa isinya. Bahkan, di sana juga ada foto Gina. Semua itu membuat Reyhan melotot seketika."Sepertinya ini adalah buhul santet yang menyerang sekertaris Gina," ucap Zidan. "Tapi bagaimana mungkin, Zidan? Jika benda itu ada di sini, berarti pelakunya adalah orang kantor?" Reyhan membekap mulut. Baru saja ia mengalami perdebatan hebat dengan orang tuanya. Ia tak menyangka ternyata prasangkanya salah besar. Ia merasa sangat bersalah karena telah mencurigai orang tuanya sebagai pelaku."Benar sekali pak. Tidak mungkin ada yang bisa keluar masuk ruangan sekertaris Gina jika bukan orang kantor ini," kata Zidan membenarkan.Setelah penemuan buhul itu, Reyhan langsung menghubungi pak Broto. Ia merasa sedikit lega karena tel
Reyhan bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia masih bertanya-tanya, apa benar buhul santet Gina benar-benar lebih dari satu. Memikirkan semua itu membuatnya tak nafsu makan.Sudah 3 hari, kabarnya Gina masih belum pulih dari sihir keji ini. Meski sudah diruqyah, buhul santet tetap harus ditemukan dan dihancurkan. Itu adalah cara terbaik untuk terbebas dari sihir.Baru-baru ini, sebenarnya Reyhan juga menemukan buhul santet di dalam kosan Gina. Ini agak mengejutkan memang, tapi semua seakan tak berguna. Gina masih belum pulih setelah buhul santet kedua itu dihancurkan."Sebenarnya apa yang diinginkan pelakunya? Apa dua buhul santet itu palsu? Tapi untuk apa memalsukan barang seperti itu?" pikir Reyhan. Kini ia sedang berada di kantor, tepatnya di ruangannya sendiri.***Surabaya...."2 buhul santet sudah dihancurkan. Kenapa Gina belum juga pulih?" pak Broto memegangi kepalanya yang terasa berat. Ia tak mengerti dengan segala keanehan yang ter