Share

Restui Kami!

Langit hari ini nampak seperti kanvas biru tanpa coretan apapun. Matahari bersinar terik dengan leluasa. Karenanya, beberapa orang mengeluh akan gerahnya suasana meski baru jam 10 pagi.

1 jam yang lalu, seharusnya Reyhan dan Gina sudah meninggalkan kantor. Namun, kerjaan yang menumpuk membuat mereka mengurungkan niat. Penampilan Gina yang rapi semenjak pagi pun perlahan mulai agak kusut karena lelah. Ia harus menyelesaikan semua kerjaannya secepat mungkin.

"Apa belum selesai?" tanya Reyhan. CEO itu dengan santainya masuk ke ruangan Gina tanpa permisi.

Gina menggeleng. Ia sangat kesal dengan tumpukan dokumen di mejanya ini. Ia sekilas melihat Reyhan dan melanjutkan menatap laptop di depannya.

"Sudahlah. Tinggalkan saja. Aku akan suruh orang lain mengerjakannya. Jika tidak seperti itu, kau tidak akan selesai hari ini," Reyhan menutup laptop Gina. Membuat gadis itu agak kaget. Pasalnya, wajah Reyhan kini juga sangat jengkel.

Gina melihat pada jam tangannya. Sudah jam 10.15 pagi. "Apa tidak masalah bertamu ke rumahmu jam segini?"

Reyhan mengangguk. Ia menjelaskan bila hanya hari inilah kedua orang tuanya ada di rumah. Setelahnya, mereka akan berangkat ke Jakarta untuk mengurus sebuah bisnis.

Setelah menjelaskan, Reyhan beranjak pergi dari ruangan Gina. Gina pun langsung mulai membersihkan meja kerjanya. Ia mulai melangkah pergi dari ruangan ini.

***

Mobil Reyhan kini melaju konstan. Ia bersama Gina telah berangkat untuk menemui orang tua Reyhan. Di tengah perjalanan, mereka hanya saling diam.

Reyhan memperhatikan gelagat Gina yang agak aneh. Gadis itu sepertinya tengah panik, nampak dari wajahnya. Namun, itu hal yang wajar. Orang seperti apa yang tak panik dan khawatir di saat seperti ini? Bahkan, sebenarnya Reyhan pun sedikit deg-degan.

"Apa kau panik? Ini bukan pertama kalinya kau bertemu ayah dan ibuku, Gin," ucap Reyhan pada akhirnya. Mencoba menepis sunyi di antara mereka.

"Iya sih. Aku memang sudah sering bertemu mereka. Tapi kali ini aku datang bukan sebagai sekertarismu, kan?" jawab Gina. Muka gadis itu mulai memerah. Melihatnya, Reyhan hanya tersenyum.

Beberapa saat berlalu mereka habiskan hanya dengan diam. Tanpa sadar, sampailah sudah mereka di rumah Reyhan. Dengan gugup, Gina keluar dari mobil dan berjalan mengekor pada Reyhan yang sudah berjalan lebih dulu.

"Eh, Rey? Apa tidak ada kerjaan di kantor hingga kau pulang ke rumah?" kata seorang wanita setengah baya yang menghampiri mereka. Wanita itu sudah bisa dipastikan adalah ibu Reyhan, bu Dian.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada ibu dan ayah," sahut Reyhan sambil mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Di sana, ayah dan ibu Reyhan sudah berkumpul, membuat Gina semakin merasa panik.

"Kau membawa sekertarismu juga, apa ini berkaitan dengan perusahaan?" tanya pak Hasan, ayah Reyhan.

"Bukan. Ini lebih penting," Reyhan menjawab dengan cepat. Ia terlihat jauh lebih tenang dari pada Gina.

Sementara itu, Gina hanya diam sembari duduk di samping Reyhan. Meski tak berkata apapun, wajahnya terlihat panik. "Gina, apa kau baik-baik saja?" bu Dian memperhatikan gelagat Gina yang aneh. Tak seperti biasanya saat mereka bertemu.

Gina mengangguk sambil menyunggingkan senyuman. "Saya baik-baik saja," jawabnya.

Pak Hasan yang sepertinya sudah tau ada hal tak beres mulai bicara. "Rey, ayah harap ini tidak seperti yang ayah pikirkan," katanya.

"Tapi sayangnya, ini benar-benar seperti apa yang ayah pikirkan."

Reyhan menghela nafas. Mencoba menenangkan diri sebelum bicara apa yang sebenarnya. "Aku akan menikahi Gina."

"Apa?!" teriak bu Dian. Ia langsung berdiri, menatap Reyhan tak percaya. "Apa kau benar-benar serius, Rey?" Bu Dian masih saja menatap Reyhan tak percaya, masih bicara dengan berteriak juga. Ia beralih menatap Gina yang sudah tak bisa mengatakan satu patah kata pun.

Suasana berubah. Semua yang mulanya hangat dan ceria menjadi dingin mencekam. Bu Dian masih berdiri marah, menatap sinis pada Gina. Sementara pak Hasan masih duduk dengan wajah tanpa ekspresi. Keduanya dengan jelas nampak sangat menentang apa yang baru saja Reyhan katakan.

Pak Hasan tiba-tiba berdiri dan menghampiri Reyhan. Ia mengajak Reyhan pergi dari ruang tamu. Bicara 4 mata, itulah hal yang akan mereka lakukan.

"Apa yang sudah kau lakukan dengan anakku?!" teriak bu Dian sesaat setelah Reyhan pergi bersama pak Hasan.

"Maafkan saya," cicit Gina. Ia benar-benar takut sampai menangis. "Saya tidak melakukan apapun. Perasaan kami terjalin begitu saja," tambah Gina dengan suara lirih.

"Gina. Aku tau kau gadis baik,aku sudah mengenalmu. Tapi bukan berarti aku akan merestui hubungan kalian! Apa kau sadar posisimu?"

"Saya tau saya hanya sekertaris, tapi-"

"Aku sama sekali tidak akan pernah merestui kalian! Aku menginginkan menantu yang punya posisi setara dengan putraku! Terlebih, apa kau tidak tau bahwa kami suku Sunda sementara kau Jawa? Pernikahan ini dilarang!" bu Dian memotong ucapan Gina. Menghujani gadis itu dengan amarah yang meluap-luap.

Sementara di sisi lain, Reyhan sedang berbicara empat mata dengan ayahnya. Pak Hasan dari tadi sangat menentang keputusan Reyhan, namun Reyhan tetap teguh pada keputusannya. Terlihat dari bagaimana Reyhan menatap ayahnya itu. Ia sangat dan sangat ingin sekali menikahi Gina.

Reyhan memaparkan segalanya. Bagaimana baiknya Gina dan kenapa ia tertarik padanya. Setelah bertahun-tahun didesak untuk menikah, Reyhan akhirnya benar-benar bersedia. Namun, itu hanya dengan Gina seorang.

Bahkan, Reyhan tak perduli harus melanggar larangan pernikahan antara suku Jawa dan Sunda. Ia sudah terlalu mencintai Gina, ia hanya ingin menikahi gadis itu. Kalau ia menikah maka itu hanya dengan Gina.

Perselisihan antara pak Hasan dan putranya ini berlangsung sengit. Mereka berargumen dan tak ada satu pun dari argumen mereka yang sama. Intinya, pak Hasan tak merestui pernikahan Reyhan dan Gina. Entah karena melanggar adat atau pun karena Gina tak sesuai dengan level keluarga mereka yang kaya raya.

Pak Hasan takut, Gina hanya memanfaatkan Reyhan demi harta. Itu adalah salah satu alasan logisnya untuk menentang pernikahan ini. Namun berkali-kali Reyhan menepis pemikiran ayahnya itu. Ia meyakinkan pak Hasan bahwa Gina bukanlah wanita seperti itu. Namun sekeras apapun Reyhan meyakinkan pak Hasan, pria paruh baya itu masih teguh dengan pendiriannya.

"Aturan adat seperti itu sudah seharusnya tidak berlaku lagi di zaman ini, ayah! Lagi pula, selain masalah beda suku, ayah pun sudah mengenal Gina dengan baik kan? Dia gadis baik, tak seperti yang ayah pikirkan!" teriak Reyhan.

"Apa kau benar-benar mencintai gadis itu?" tanya Pak Hasan sinis. 

"Ya, sangat. Jadi aku mohon, restuilah kami meski ini melanggar adat! Restui kami, meski kami tak setara!" 

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status