Pelupuk mata Krystal bergerak kala merasakan silau matahari menyentuh wajahnya. Dia mengerjap beberapa kali dan menggeliat. Tepat di saat mata Krystal terbuka, dia merasakan tubuhnya begitu remuk. Krystal merintih kesakitan kala inti tubuh bagian bawahnya terasa begitu perih.
“Kenapa ini sakit sekali,” rintih Krystal seraya meringis kesakitan. Diderik selanjutnya, Krystal mulai mengedarkan pandangannya. Sebuah kamar megah itu sukses membuat Krystal terdiam. Seketika ingatan Krystal mengingat kejadian tadi malam. Sentuhan Kaivan. Untuk pertama kalinya Krystal merasakan sentuhan seorang pria. Bahkan Kaivan terus memintanya lagi dan lagi. Pria itu baru membiarkan Krystal tidur ketika menjelang dini hari. Sungguh, bayangan Kaivan menyentuhnya terus menyerang benak Krystal.
Namun, tiba-tiba raut wajah Krystal terlihat muram. Dia tidak pernah menyangka dirinya akan menjadi istri simpanan. Bahkan dia menyerahkan sesuatu yang berharga dalam dirinya hanya demi uang. Namun, Krystal tidak ingin menyesali keputusannya. Karena Krystal tahu penyesalan pun hanyalah percuma.
“Kamu sudah bangun?” Suara bariton membuat Krystal terkejut serta membuyarkan lamunan wanita itu.
Krystal menarik selimut hingga menutupi lehernya. Dia menelan salivanya susah payah kala Kaivan melangkah keluar dari walk-in closet. Ya, tubuh gagah pria itu sudah terbalut rapi dengan jas formal kantor berwarna hitam.
Krystal menjadi canggung. Degupan jantungnya terus berpacu kala Kaivan semakin mendekat. Krystal tidak tahu bagaimana harus bersikap pada Kaivan. Kejadian tadi malam membuat Krystal sangat malu.
“Aku menunggumu di ruang makan. Segeralah bersiap. Pakaianmu ada di walk-in closetmu,” ucap Kaivan dingin dengan raut wajah datar.
Krystal mengangguk cepat. Dalam hati, dia bersykur Kaivan tidak membahas tentang kejadian tadi malam. Andai saja pria itu membahas sudah pasti Krystal tidak memiliki muka lagi. Dia sangat malu. Terlebih dirinya tidak memiliki pengalaman tentang itu.
Kaivan menatap sekilas Krystal yang begitu canggung padanya. Namun Kaivan memilih tidak mengidahkan itu. Didetik selanjutnya, Kaivan melangkah meninggalkan Krystal yang masih bergeming dari ranjang.
Krystal mendesah lega kala Kaivan sudah pergi. Kini dengan perlahan Krystal mulai bangkit berdiri seraya menahan perih di inti tubuh bagian bawahnya. Wanita itu melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan segera membasuh tubuhnya dengan air bersih.
Setelah selesai membersihkan diri, Krystal melangkah pelan menuju ruang makan. Sepanjang jalan Krystal terus menahan rasa perihnya. Pertama kalinya Krystal berjalan seperti siput yang lambat. Jika Krystal melangkah cepat, dia akan merasa perih.
Saat tiba di ruang makan, Krystal melihat Kaivan yang sudah duduk di kursi meja makan tengah fokus pada ponsel di tangannya. Krystal hendak mendekat namun tiba-tiba kaki Krystal tersandung hingga dia menabrak pelayan yang baru saja masuk dan membawa nampan yang berisikan minuman.
Prangggg
Gelas yang dibawa pelayan itu pecah. Pecahan beling itu memenuhi lantai marmer ruang makan. Tampak wajah Krystal yang terkejut melihat pecahan beling itu.
“M-Maaf. A-Aku minta maaf. Sungguh aku tidak sengaja,” cicit Krystal yang merasa tidak enak.
Kaivan mengembuskan napas kasar melihat Krystal menabrak seorang pelayan. Dia meletakan ponsel di tangannya ke atas meja—lalu melangkah mendekat pada Krystal.
“Tidak apa-apa, Nyonya,” jawab pelayan itu dengan sopan.
“Tidak ini salahku. Aku akan membantumu membersihkan pecahan beling.”
Tanpa menunggu jawaban dari sang pelayan, Krystal langsung membantu pelayan itu membersihkan pecahan beling dengan tangannya. Namun…
“Aww—” Pecahan beling itu tertancap di telunjuk Krystal. Membuat darahnya menetes ke lantai.
“Nyonya, Anda tidak apa-apa? Astaga tangan Anda berdarah,” seru pelayan itu yang mulai panik.
“Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil saja,” jawab Krystal seraya menahan rasa sakit kala darahnya tidak henti menetes.
Kaivan berdecak melihat kecerobohan Krystal. Dia langsung melangkah maju. Tatapannya menatap Krystal yang hanya memakai flatshoes dan menginjak pecahan beling itu. Hingga tanpa diduga, Kaivan membopong tubuh Krystal gaya bridal menjauh dari pecahan beling.
“Kaivan—” Krystal terkejut kala Kaivan membopongnya. Jantungnya berpacu semakin keras. Tubuhnya menempel pada tubuh pria itu. Krystal menjadi salah tingkah. Namun sayangnya, Kaivan tidak mengidahkan Krystal yang terkejut itu.
Kaivan menggerakan kepalanya, memberi isyarat pada pelayan untuk segera membersihkan pecahan beling yang berserakan di lantai. Dengan segera, pelayan pun segera membersihkan pecahan beling itu.
Kaivan menurunkan tubuh Krystal tepat di depan wastafel. Tanpa berucap, dia menarik tangan Krystal—lalu membasuh luka Krystal dengan air bersih.
“Aw—” Krystal menahan perih kala air menyentuh lukanya itu.
“Lain kali hati-hati kalau berjalan! Kenapa kamu tidak gunakan matamu dengan baik!” seru Kaivan mengingatkan.
Krystal menundukan kepalanya. “M-Maaf. Tadi kakiku tersandung.”
Kaivan terdiam sejenak. Menatap Krystal yang terlihat bersalah. Tak mau diperpanjang, Kaivan langsung mengambil kotak obat dan menutup luka Krystal dengan plester luka.
“Kita sarapan sekarang,” ucap Kaivan dingin ketika sudah selesai menutup luka di jari Krystal dengan plester.
Krystal mengangguk pelan. Kemudian, dia melangkah menuju kursi meja makan. Dia duduk tepat di samping Kaivan. Krystal sedikit meringis kala sudah duduk. Dia masih merasakan perih di tubuh bagian bawahnya.
Saat Kaivan dan Krystal duduk di kursi meja makan, pelayan segera menghidangkan sarapan untuk mereka berdua. Jika Kaivan dengan santai menikmati sarapannya. Beda halnya dengan Krystal yang masih terlihat begitu canggung.
“Hm, Kaivan. Besok aku ingin menjenguk adikku. Setelah itu aku akan latihan balet,” ucap Krystal pelan seraya menikmati roti panggang di hadapannya itu.
Kaivan menghentikan sarapannya. Lalu dia menatap Krystal. “Memangnya tubuhmu sudah tidak sakit lagi?” tanyanya dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“A-Aku—” Wajah Krystal memerah kala mendengar ucapan Kaivan. Tampak wajah wanita itu menjadi gugup. Krystal tidak menyangka kalau Kaivan tahu tubuhnya sakit. Padahal sejak tadi Krystal tidak pernah menunjukan rintihan sakit di depan Kaivan.
“Istirahatlah. Kamu boleh menjenguk adikmu dan berlatih balet jika tubuhmu tidak lagi sakit,” jawab Kaivan dingin dengan sorot mata tegas.
Krystal menelan salivanya susah payah. Dia memilih hanya mengangguk pelan tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ya, Krystal sendiri tidak tahu harus menjawab apa pada Kaivan. Sebenarnya apa yang dikatakan Kaivan adalah benar. Dia tidak mungkin bisa berlatih balet ketika tubuhnya masih terasa perih seperti ini. Bisa saja dia memaksakan diri, tetapi Krystal tidak ingin mengecewakan teman-temannya yang lain.
“Aku harus berangkat sekarang.” Kaivan melirik arloji yang melingkar di tangannya sekilas. Dia menyudahi sarapannya dan langsung bangkit berdiri. “Malam ini aku akan tetap pulang ke sini tapi mungkin akan larut malam.”
Krystal menganggukan kepalanya. Kemudian, Kaivan melangkah meninggalkan Krystal yang masih bergeming dari tempatnya. Tampak wajah Krystal yang masih terlihat pucat.
‘Ya Tuhan, malu sekali,’ batin Krystal dengan wajah yang mulai resah. Tatapannya terus menatap Kaivan yang mulai lenyap dari pandangannya.
Beberapa bulan kemudian … Madrid, Spain. Krystal melangkah menelusuri kota Madrid bersama dengan sang suami yang selalu ada di sisinya. Tampak tatapan Krystal dan Kaivan menatap Kenard dan Kaindra yang tengah berlari-lari menikmati keindahan kita Madrid. Ya, usia kandungan Krystal saat ini memasuki minggu ke dua puluh sembilan. Perutnya kian membuncit. Dia bersama dengan suami sekaligus anak-anaknya tengah menikmati liburan sekaligus babymoon di Madrid. Kandungan Krystal sehat bahkan sangat sehat. Dokter pun mengizinkan Krystal untuk berpergian ke luar negeri. Itu yang membuat Kaivan membawa istri dan anak-anaknya pergi berlibur.“Kai … Kenard dan Kaindra senang sekali setiap kali kita ajak mereka berlibur,” ujar Krystal seraya memeluk lengan sang suami. Sesaat Krystal memejamkan matanya kala embusan angin menyentuh kulitnya.Kaivan tersenyum kala mendengar ucapan sang istri. “Aku juga senang jika melihat anak-anak kita menikmati liburan mereka.”Krystal mengalihkan pandangannya, me
“Papa … Mama … hari ini kita mau ke mana?” Suara Kenard dan Kaindra bertanya seraya menatap Kaivan dan Krystal. Tampak kedua bocah laki-laki itu sudah tampan dan rapi. Celana pendek dan kaus berwarna hitam dengan logo LV membuat Kenard dan Kaindra begitu menggemaskan.“Hari ini kalian akan melihat adik kalian, Sayang. Apa kalian mau?” Krystal mengelus lembut kedua pipi Kenard dan Kaindra. Ya, hari ini adalah hari di mana Krystal sudah dijadwalkan memeriksa kandungannya. Tentu Krystal sudah tak sabar ingin tahu bayi yang ada di kandungannya itu laki-laki atau perempuan. Sebenarnya Krystal hanya penasaran saja. Mengingat selama ini Kaivan begitu yakin kalau bayi yang ada di kandungannya ini adalah perempuan. Fokus utama Krystal memeriksakan kandungannya karena memang dirinya ingin tahu tumbuh kembang bayinya. Dan apa pun jenis kelamin anaknya nanti tetap membuat Krystal bersyukur.“Hari ini kami melihat adik?” Kenard dan Kaindra bertanya dengan kompak. Kedua bocah laki-laki itu begitu b
Barcelona, Spain. Suara tangis bocah perempuan sontak membuat Maya yang baru saja menuruni tangga—dan langsung mempercepat langkahnya menghampiri putrinya yang ada di taman. Tampak wajah Maya panik mendengar tangis putrinya yang keras.“Rania? Sayang kamu kenapa?” Maya menghampiri putrinya yang duduk di taman sambil menangis.“Nyonya.” Sang pengasuh menyapa Maya dengan sopan.“Ada apa dengan putriku? Kenapa Rania menangis seperti ini?” Maya bertanya seraya duduk di samping putrinya yang masih terus menangis. Maya pun segera memeluk erat putri kecilnya itu.“Maaf, Nyonya. Nona Rania menangis karena tangannya digigit semut. Tapi saya sudah memberikan minyak kayu putih di tangan Nona Rania, Nyonya,” ujar sang pengasuh sopan.Maya mengembuskan napas panjang kala mendengar ucapan sang pengasuh. “Kamu boleh pergi sekarang. Biar aku yang menenangkan putriku.”“Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Maya.“Mama … sakit,
Pantai Matira, Pulau Bora-bora “Darwin … Daisy … berenangnya jangan jauh-jauh, Sayang. Pelan-pelan, Nak.”Suara Felicia menegur kedua anak-anaknya itu yang berenang semakin jauh darinya. Tampak Felicia mulai mendengkus sebal. Kedua anak-anaknya itu sangat keras kepala. Seperti saat ini ketika Felicia mengatakan jangan berenang jauh malah kedua anak-anaknya itu berenang semakin jauh. Sungguh, setiap hari Felicia harus memiliki stock kesabaran yang banyak.“Sayang … biarkan Darwin dan Daisy berenang. Mereka hebat dalam berenang. Kamu tidak perlu khawatir, Sayang.” Arya merengkuh bahu Felicia sembari memberikan kecupan di puncak kepela istrinya itu.Ya, kini Aryan dan Felicia tengah berlibur ke Pantai Matira, Pulau Bora-bora. Mereka berdua berenang bersama dengan kedua anak-anak mereka. Felicia yang memakai bikini seksi dan Aryan bertelanjang dada. Mereka berdua berjemur di bawah sinar matahari sekaligus berendam di air.Darwin Mahendra Dwitama adalah anak laki-laki pertama Aryan dan Fe
Lima tahun berlalu … “Mama … itu Papa … yeay! Papa ada di televisi. Papa … Papa … Papa …”Suara Kenard dan Kaindra memekik kegirangan melihat Kaivan tengah di wawancarai. Tampak kedua bocah laki-laki itu begitu bangga sekaligus senang setiap kali melihat ayah mereka berada di televisi.Ya, Kenard Bastian Mehendra anak pertama laki-laki Kaivan dan Krystal ini kini berusia enam tahun. Sedangkan Kaindra Bastian Mehendra anak kedua laki-laki Kaivan dan Krystal berusia tiga tahun. Well, tak hanya itu saja tapi saat ini Krystal pun tengah hamil lima belas minggu. Bagi Krystal kehamilan yang ketiga merupakan kecolongan. Pasalnya Krystal hanya menginginkan dua anak saja tapi kenyataannya Krystal kecolongan hamil anak ketiga. Alasan bisa kecolongan karena Krystal lupa minum pil KB. Pun Kaivan selama ini setiap kali melakukan hubungan suami istri dengannya tidak pernah memakai pengaman. Kaivan selalu bilang kalau pria itu tidak melarat jadi tidak masalah memiliki anak banyak. Sedangkan Krystal
Beberapa bulan kemudian …“Makanan apa ini? Kenapa membuatku mual sekali?” Suara Felicia berseru kala baru saja memakan udang bakar—yang dia minta pelayan untuk membuatnya.“Nyonya, ini menu udang bakar yang biasa Anda makan. Bumbunya masih tetap sama, Nyonya. Tidak ada yang saya ganti,” jawab sang pelayan dengan sopan.Felicia menyingkirkan piring yang berisikan udang bakar itu. “Aromanya membuatku mual. Kamu pasti menambahkan bumbu yang berbeda.”Sang pelayan menggarukan kepalanya tak gatal. Tampak wajah sang pelayan menjadi bingung. Pasalnya dia tidak menambahkan bumbu yang berbeda. Udang bakar yang dia sajikan adalah udang bakar yang sama seperti biasa disajikan.“Ada apa ini?” Aryan melangkah masuk ke dalam kamar. Pria itu mendengar seperti suara sang istri tengah kesal.“Tuan.” Sang pelayan segera menundukan kepalanya kala melihat Aryan datang.Felicia mengalihkan pandangannya, menatap Aryan yang baru saja datang. “Sayang, pelayan ini memberikanku udang bakar dengan bumbu berbed