Krystal duduk di sofa empuk di kamarnya. Dia baru saja mendapatkan telepon dari rumah sakit yang memberitahu operasi adiknya berjalan dengan lancar. Saat ini adiknya sudah dipindahkan di ruang ICU. Pun korban kecelakaan yang meninggal akibat tertabrak motor adik Krystal sudah diurus. Ya, semua itu sudah diselesaikan oleh asisten Kaivan. Kemarin, saat adiknya di operasi—Krystal tidak bisa menemani adiknya itu. Mengingat kemarin adalah hari pernikahannya, tentu Krystal tidak mungkin bisa menemani sang adik.
Krystal menghela napas panjang. Tatapannya menatap hujan deras yang sejak tadi membasahi bumi. Tidak ada bintang dan bulan. Cuaca malam itu begitu dingin. Sudah sejak sore hujan turun tapi tak kunjung reda. Krystal mengalihkan pandangannya pada jam dinding—waktu menunjukan hampir pukul sebelas malam tapi hingga detik ini Krystal masih belum juga mengantuk.
“Lebih baik aku membuat teh jahe saja,” gumam Krystal seraya bangkit berdiri. Cuaca yang begitu dingin membuat Krystal memutuskan membuat teh jahe. Kini Krystal melangkah meninggalkan kamar—menuju ruang dapur.
Saat tiba tiba di dapur, Krystal mengeluarkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat teh jahe. Sudah menjadi kebiasaan Krystal jika merasa tubuhnya dingin karena cuaca yang sedang tidak baik; dia selalu membuat teh jahe. Biasanya setelah meminum teh jahe, tubuh Krystal akan jauh lebih baik dan dia pun bisa tertidur pulas.
Tak berselang lama, ketika Krystal sudah merebus teh jahe—dia langsung menuangkannya ke cangkir dan memberi sedikit gula di teh jahe itu. Aroma jahe menyeruak ke indra penciuman Krystal. Membuat Krystal segera ingin meminum teh jahe yang baru dibuatnya itu.
Krystal menyesap perlahan teh jahe yang dia buat itu seraya melangkah menuju kamar. Namun tiba-tiba…
Brakkkk
Seketika wajah Krystal menegang dan tampak pucat kala dirinya menumpahkan teh jahe ke kemeja putih Kaivan. Ya, Krystal tidak menyangka Kaivan lewat di hadapannya. Sungguh, Krystal tidak melihat jika ada orang datang. Krystal merutuki kecerobohannya. Terlihat jelas noda bekas teh jahe tertempel di kemeja putih Kaivan membuatnya panik. Dengan cepat, Krystal meletakan cangkir yang ada di tangannya ke sembarangan tempat. Lalu mengambil tisu dan menyeka noda yang tertempel itu dengan tisu di tangannya.
“K-Kaivan, m-maaf aku tidak sengaja,” ucap Krystal gugup dan ketakutan.
“Apa kamu tidak pernah menggunakan matamu ketika berjalan!” seru Kaivan dengan suara tinggi. Tatapannya menatap tajam Krystal yang tengah membersihkan noda di kemeja putihnya itu. Dia nyaris memaki Krystal. Tadi pagi wanita itu menabrak pelayan hingga gelas pecah dan sekarang menabrak dirinya hingga membuat kemejanya tertumpah oleh teh jahe itu. Sungguh, Kaivan rasanya ingin mengumpat kasar. Wanita di hadapannya itu begitu ceroboh.
“A-Aku minta maaf. Tadi aku tidak melihatmu sudah pulang, Kaivan,” jawab Krystal seraya menggigit bibir bawahnya.
Kaivan mengembuskan napas kasar. Berusaha meredakan amarah dan kesal yang terbendung dalam dirinya. “Siapkan pakaian untukku. Aku ingin mandi,” ucapnya dingin dan langsung berlalu meninggalkan Krystal yang masih bergeming dari tempatnya.
Krystal tersentak kala Kaivan sudah berjalan menuju kamar. Ingatannya kembali mengingat permintaan Kaivan tadi. Dengan cepat, Krystal berjalan mengikuti Kaivan yang sudah lebih dulu darinya memasuki kamar.
Saat Krystal melangkah masuk ke dalam kamar; Krystal sudah mendengar suara percikan air di kamar mandi. Menandakan Kaivan sudah masuk ke dalam kamar mandi. Kini Krystal segera mengambil celana training panjang dan kaus berwarna putih untuk Kaivan.
Tak berselang lama, Krystal mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Krystal langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan berucap, “Kaivan bajumu—”
Seketika perkataan Krystal terpotong melihat Kaivan melangkah keluar dari kamar madi hanya dengan handuk yang dililit dipinggangnya. Krystal menelan salivanya susah payah. Tubuh maskulin Kaivan tercetak sempurna. Tubuhnya masih basah membuatnya terlihat begitu seksi. Dada bidang. Lengan kekar serta tato di tubuh pria itu membuat darah Krystal berdesir. Sepasang iris mata cokelat terang Krystal tidak berkedip sedikit pun melihat keindahan yang ada di depan mata. Pahatan sempurna membuat pria yang ada di hadapannya itu pantas dijuluki Dewa Adonis.
“Apa pekerjaanmu hanya melamun seperti itu, Krystal Munela?” Suara Kaivan menegur sukses menyentak Krystal yang sejak tadi menatap pria itu. Tampak wajah Krystal yang menjadi salah tingkah dan gugup.
“Ah, Kaivan maafkan aku.” Krystal mengatur napasnya. Berusaha untuk bersikap biasa. “Pakaianmu ada di sana. Aku sudah siapkan,” tunjuknya ke sofa yang tidak jauh darinya.
Kaivan tak menjawab. Dia langsung melangkah dan mengganti pakaiannya. Tampak Krystal menundukan kepala tidak mau melihat Kaivan yang begitu santai mengganti pakaian di hadapannya. Krystal membenci situasi ini. Terlebih jantungnya sejak tadi tidak henti berpacu dengan keras.
“Ini sudah malam. Tidur sekarang,” ucap Kaivan dingin seraya membaringkan tubuhnya di ranjang.
Krystal pun langsung membaringkan tubuhnya di samping Kaivan kala mendengar perintah pria itu.
“Kaivan,” panggil Krystal pelan.
“Hm,” jawab Kaivan yang tengah membaca pesan masuk di ponselnya.
“Apa Livia tidak marah padamu?” tanya Krystal yang langsung membuat Kaivan mengalihkan pandangannya, menatap wanita itu.
“Kenapa Livia harus marah padaku?” Kaivan menaikan sebelah alisnya, menatap tak mengerti dengan pertanyaan Krystal.
“Kamu pulang ke sini bukan ke rumah yang ditempati oleh Livia. Aku pikir kamu akan pulang ke rumah Livia dan datang ke sini di hari-hari tertentu saja,” ucap Krystal pelan.
Kaivan mengembuskan napas kasar. “Livia tidak mungkin marah. Dia sudah menyetujui pernikahan ini. Sudah kamu tidak perlu mempertanyakan itu. Lebih baik kamu tidur. Ini sudah malam!” ucapnya tegas.
Krystal menganggukan kepalanya pelan. Sebenarnya, dia ingin kembali bertanya. Namun, Krystal memilih mengurungkan niatnya. Didetik selanjutnya, Krystal menarik selimut, menutupi tubuhnya rapat hingga ke leher lalu berusaha memejamkan matanya.
“Apa kamu bisa bernapas jika selimut menutupi tubuhmu hingga setinggi itu?” tanya Kaivan seraya mengembuskan napas kasar melihat tingkah Krystal yang menutupi selimut hingga ke leher. Entah apa yang dipikirkan oleh wanita itu.
“D-Dingin. Cuaca sangat dingin. Ditambah AC kamar juga dingin,” cicit Krystal pelan.
Kaivan kembali mengembuskan napas kasar. Dia langsung menarik tangan Krystal masuk ke dalam pelukannya. Reflek Krystal terkejut kala Kaivan memeluknya membekap tubuhnya. Ya, tubuh Kaivan tentu saja mampu menutup tubuh mungil Krystal. Seperti saat ini, Krystal tidak lagi merasa kedinginan kala Kaivan memeluknya erat.
“K-Kaivan…”
“Tidur. Ini sudah malam,” tegas Kaivan menekankan.
Krystal mengangguk pelan. Kemudian, dia membenamkan wajahnya ke dalam pelukan Kaivan. Seketika, degup jantungnya terus berpacu semakin keras. Membuat Krystal benar-benar tidak nyaman akan itu. Meski sudah tidak lagi kedinginan tapi Krystal sulit untuk menutup matanya. Namun, melepaskan pelukan Kaivan pun tidak bisa. Terlebih kini Kaivan sudah memejamkan matanya dan tertidur begitu lelap.
‘Bagaimana aku bisa tidur kalau seperti ini?’ batin Krystal dengan wajah yang tampak panik.
.
Beberapa bulan kemudian … Madrid, Spain. Krystal melangkah menelusuri kota Madrid bersama dengan sang suami yang selalu ada di sisinya. Tampak tatapan Krystal dan Kaivan menatap Kenard dan Kaindra yang tengah berlari-lari menikmati keindahan kita Madrid. Ya, usia kandungan Krystal saat ini memasuki minggu ke dua puluh sembilan. Perutnya kian membuncit. Dia bersama dengan suami sekaligus anak-anaknya tengah menikmati liburan sekaligus babymoon di Madrid. Kandungan Krystal sehat bahkan sangat sehat. Dokter pun mengizinkan Krystal untuk berpergian ke luar negeri. Itu yang membuat Kaivan membawa istri dan anak-anaknya pergi berlibur.“Kai … Kenard dan Kaindra senang sekali setiap kali kita ajak mereka berlibur,” ujar Krystal seraya memeluk lengan sang suami. Sesaat Krystal memejamkan matanya kala embusan angin menyentuh kulitnya.Kaivan tersenyum kala mendengar ucapan sang istri. “Aku juga senang jika melihat anak-anak kita menikmati liburan mereka.”Krystal mengalihkan pandangannya, me
“Papa … Mama … hari ini kita mau ke mana?” Suara Kenard dan Kaindra bertanya seraya menatap Kaivan dan Krystal. Tampak kedua bocah laki-laki itu sudah tampan dan rapi. Celana pendek dan kaus berwarna hitam dengan logo LV membuat Kenard dan Kaindra begitu menggemaskan.“Hari ini kalian akan melihat adik kalian, Sayang. Apa kalian mau?” Krystal mengelus lembut kedua pipi Kenard dan Kaindra. Ya, hari ini adalah hari di mana Krystal sudah dijadwalkan memeriksa kandungannya. Tentu Krystal sudah tak sabar ingin tahu bayi yang ada di kandungannya itu laki-laki atau perempuan. Sebenarnya Krystal hanya penasaran saja. Mengingat selama ini Kaivan begitu yakin kalau bayi yang ada di kandungannya ini adalah perempuan. Fokus utama Krystal memeriksakan kandungannya karena memang dirinya ingin tahu tumbuh kembang bayinya. Dan apa pun jenis kelamin anaknya nanti tetap membuat Krystal bersyukur.“Hari ini kami melihat adik?” Kenard dan Kaindra bertanya dengan kompak. Kedua bocah laki-laki itu begitu b
Barcelona, Spain. Suara tangis bocah perempuan sontak membuat Maya yang baru saja menuruni tangga—dan langsung mempercepat langkahnya menghampiri putrinya yang ada di taman. Tampak wajah Maya panik mendengar tangis putrinya yang keras.“Rania? Sayang kamu kenapa?” Maya menghampiri putrinya yang duduk di taman sambil menangis.“Nyonya.” Sang pengasuh menyapa Maya dengan sopan.“Ada apa dengan putriku? Kenapa Rania menangis seperti ini?” Maya bertanya seraya duduk di samping putrinya yang masih terus menangis. Maya pun segera memeluk erat putri kecilnya itu.“Maaf, Nyonya. Nona Rania menangis karena tangannya digigit semut. Tapi saya sudah memberikan minyak kayu putih di tangan Nona Rania, Nyonya,” ujar sang pengasuh sopan.Maya mengembuskan napas panjang kala mendengar ucapan sang pengasuh. “Kamu boleh pergi sekarang. Biar aku yang menenangkan putriku.”“Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Maya.“Mama … sakit,
Pantai Matira, Pulau Bora-bora “Darwin … Daisy … berenangnya jangan jauh-jauh, Sayang. Pelan-pelan, Nak.”Suara Felicia menegur kedua anak-anaknya itu yang berenang semakin jauh darinya. Tampak Felicia mulai mendengkus sebal. Kedua anak-anaknya itu sangat keras kepala. Seperti saat ini ketika Felicia mengatakan jangan berenang jauh malah kedua anak-anaknya itu berenang semakin jauh. Sungguh, setiap hari Felicia harus memiliki stock kesabaran yang banyak.“Sayang … biarkan Darwin dan Daisy berenang. Mereka hebat dalam berenang. Kamu tidak perlu khawatir, Sayang.” Arya merengkuh bahu Felicia sembari memberikan kecupan di puncak kepela istrinya itu.Ya, kini Aryan dan Felicia tengah berlibur ke Pantai Matira, Pulau Bora-bora. Mereka berdua berenang bersama dengan kedua anak-anak mereka. Felicia yang memakai bikini seksi dan Aryan bertelanjang dada. Mereka berdua berjemur di bawah sinar matahari sekaligus berendam di air.Darwin Mahendra Dwitama adalah anak laki-laki pertama Aryan dan Fe
Lima tahun berlalu … “Mama … itu Papa … yeay! Papa ada di televisi. Papa … Papa … Papa …”Suara Kenard dan Kaindra memekik kegirangan melihat Kaivan tengah di wawancarai. Tampak kedua bocah laki-laki itu begitu bangga sekaligus senang setiap kali melihat ayah mereka berada di televisi.Ya, Kenard Bastian Mehendra anak pertama laki-laki Kaivan dan Krystal ini kini berusia enam tahun. Sedangkan Kaindra Bastian Mehendra anak kedua laki-laki Kaivan dan Krystal berusia tiga tahun. Well, tak hanya itu saja tapi saat ini Krystal pun tengah hamil lima belas minggu. Bagi Krystal kehamilan yang ketiga merupakan kecolongan. Pasalnya Krystal hanya menginginkan dua anak saja tapi kenyataannya Krystal kecolongan hamil anak ketiga. Alasan bisa kecolongan karena Krystal lupa minum pil KB. Pun Kaivan selama ini setiap kali melakukan hubungan suami istri dengannya tidak pernah memakai pengaman. Kaivan selalu bilang kalau pria itu tidak melarat jadi tidak masalah memiliki anak banyak. Sedangkan Krystal
Beberapa bulan kemudian …“Makanan apa ini? Kenapa membuatku mual sekali?” Suara Felicia berseru kala baru saja memakan udang bakar—yang dia minta pelayan untuk membuatnya.“Nyonya, ini menu udang bakar yang biasa Anda makan. Bumbunya masih tetap sama, Nyonya. Tidak ada yang saya ganti,” jawab sang pelayan dengan sopan.Felicia menyingkirkan piring yang berisikan udang bakar itu. “Aromanya membuatku mual. Kamu pasti menambahkan bumbu yang berbeda.”Sang pelayan menggarukan kepalanya tak gatal. Tampak wajah sang pelayan menjadi bingung. Pasalnya dia tidak menambahkan bumbu yang berbeda. Udang bakar yang dia sajikan adalah udang bakar yang sama seperti biasa disajikan.“Ada apa ini?” Aryan melangkah masuk ke dalam kamar. Pria itu mendengar seperti suara sang istri tengah kesal.“Tuan.” Sang pelayan segera menundukan kepalanya kala melihat Aryan datang.Felicia mengalihkan pandangannya, menatap Aryan yang baru saja datang. “Sayang, pelayan ini memberikanku udang bakar dengan bumbu berbed