Share

Bab 4 Sepupu Frans

Author: Antilia
last update Last Updated: 2024-06-13 09:27:46

Zeni sedang menunggu antrian untuk melengkapi berkas persyaratan tugas pengabdian masyarakat. Vilia masih bersikeras belum ingin pulang, dan masih setia menemani Zeni.

"Terima kasih Vilia mau menemanku, aku masih antri dua mahasiswa lagi, ini rasanya enak kamu beli dimana? Seru Zeni sambil memakan snack yang tersedia.

"Dikantin dekat perpus pusat, jam segini masih buka, biasanya sudah tutup ya? Apa ini karena pengumuman di Auditorium ya?"

"Mungkin mengikuti kondisi sekarang, dimana masih banyak mahasiswa di gedung auditorium, aku merasa aneh Vil, memang ada berkas persyaratan untuk mengikuti tugas pengabdian masyarakat ya? kamu keliatan tidak mengurus berkas apapun Vil? Aku cuma isi RKS saat ambil tugas pengabdian masyarakat," tegas Zeni

"Iya, Zen, aku tadi sempat tanya Rian dan Giant mereka juga sama sepertiku cuma isi KRS saja beserta SKS?" Mungkin ada kebijakan terbaru Zen?"

"Semoga saja dipermudah ya Vil. Rian dan Giant apa masih sempat ketemu Pak Pramono?" Zeni melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 04.00 sore.

"Mungkin masih, aku kirim pesan ke Giant ya?

"Pegawai disini kemungkinan lembur Vil, menyelesaikan mahasiswa yang namanya belum tercantum, termasuk aku," pandangan Zeni menatap sosok mahasiswa yang sedang berdebat dengan pegawai yang berwenang mengurusi tugas pengabdian masyarakat.

"Aku ke ruang pelayanan sebentar Vil?" sepertinya giliranku sudah dekat.

"Iya, aku duduk disini saja Zen, masih menunggu pesan dari Giant,"

"Permisi pak, atas nama Zeni dari Fakultas Ekonomi apa sudah diproses terkait pelaksanaan tugas pengabdian masyarakat?" pertanyaan Zeni otomatis menghentikan perdebatan antara pegawai dan mahasiswa tersebut.

"Mba... anda akan diurus prosesnya setelah mahasiswa ini," tegurnya dengan raut wajah yang tidak bersahabat.

"Baiklah," Zeni melangkah kakinya mencari kursi kosong untuk ditempati, sembari melihat perdebatan keduanya yang tadi sempat terhenti.

"Pak tolong jangan dipersulit, jadwalnya bisa dirubah, ini berbenturan dengan jadwal mengajar. Dosen utama ada proyek di luar negeri sehingga untuk satu bulan kedepan jam mengajarnya berubah" seru mahasiswa yang wajahnya mirip Frans.

"Coba panggil mba tadi, yang sempat menanyakan jadwalnya," saran pegawai tersebut.

Bergegas mahasiswa tersebut menghampiri Zeni yang keberadaannya tak jauh dari ruang pelayanan.

"Mba, dipanggil ke ruang pelayanan," suara bariton terdengar ditelinga Zeni.

"Aku..." Jari telunjuk Zeni refleks bergerak ke arahnya.

Tanpa menjawab sepatah katapun Mahasiswa tersebut meninggalkan Zeni dan berjalan menuju ruang pelayanan. Bergegas Zeni berjalan mengikuti langkah kaki mahasiswa tersebut.

"Bagaimana pak, apa proses untuk jadwal dan penempatan atas nama Zeni sudah selesai?"

"Apakah anda Zeni, mahasiswa dari Fakultas Ekonomi? Bisa menunjukkan kartu mahasiswa?" pertanyaan pegawai tersebut membuat Zeni segera mengambil kartu Mahasiswa yang tersimpan rapi didalam dompetnya.

"Ini pak, kartunya" sembari menyerahkan kartu mahasiswa

Pegawai tersebut segera mencocokkan kartu mahasiswa dengan data di komputer.

"Zeni ada berkas terkait persyaratan yang harus ditempuh saat mengambil mata kuliah pengabdian masyarakat, di data tercantum untuk nilai Perpajakan belum masuk, padahal anda sudah menempuh kuliah tersebut selama 2 SKS."

"Apakah ada keterangan mata kuliah Perpajakan 1 atau Perpajakan 2?" tanya Zeni dengan sopan

"Berdasarkan data di komputer hanya tercantum mata kuliah Perpajakan tidak ada keterangan 1 maupun 2," jelasnya

"Berarti itu kesalahan input data pak, untuk jurusan Akuntansi S1 menempuh 4 SKS perpajakan terdiri dari Perpajakan 1 dan Perpajakan 2. Minta tolong dicros cek pak, dengan kartu rencana studi sesuai prodi Akuntansi S1?" jelas Zeni dengan ramah.

"Sebentar, saya cek terlebih dahulu, anda bisa komunikasi terlebih dahulu dengan Baskoro terkait jadwal dan penempatan, karena anda menggantikan posisi Baskoro"

"Maksud bapak, mahasiswa yang tadi berdebat dengan bapak namanya Baskoro."

"Iya, silakan ditanyakan lebih lanjut terkait jadwal dan anda diharapkan menunggu sampai proses pengecekan selesai."

"Terima kasih informasinya pak." Zeni melangkah kakinya mencari sosok Baskoro. Terlihat mahasiswa tersebut sedang memainkan ponselnya.

"Anda yang bernama Baskoro?" tanya Zeni.

Mahasiswa tersebut secara otomatis menghentikan aktivitasnys, dan menoleh ke arah sumber suara.

" Iya, saya Baskoro, ada keperluan apa?"

"Benarkah anda mengganti jadwal tugas pengabdian? Bolehkan anda memberi tahu detail jadwal dan penempatannya?"

Baskoro segera mengambil selembar kertas didalam tas. Dan memberikannya kepada mahasiswi didepannya.

"Siapa nama kamu dan dari fakultas mana?" sembari Baskoro menyerahkan kertas tersebut.

"Namaku Zeni dari Fakultas Ekonomi, terima kasih." Zeni menerima kertas dari Baskoro.

"Silakan dibaca, disitu tertulis nama anggota dan lokasi penempatan pengabdian masyarakat," jelas Baskoro sembari memainkan kembali ponselnya.

Bola mata Zeni mulai mencari nama anggota yang mungkin familiar dengannya. "Nihil," gumam Zeni saat diketahui tak seorangpun yang dia kenal.

Setelah memanfaatkan kamera di ponselnya untuk memfoto kertas dari Baskoro, Zeni mengembalikan kembali kertas tersebut ke Baskoro.

"Kamu sudah selesai membacanya," tanya Baskoro dengan sikap acuhnya.

"Sudah, Terima kasih," Zeni berusaha pergi menjauh menuju ruang pelayanan.

"Tunggu Zeni, kamu mahasiswa Ekonomi sendirikan? Dikertas ini anggota yang berganti hanya aku, lainnya tetap,"

"Iya, tidak apa-apa nanti juga kenal, sembari mengurungkan langkah kakinya.

"Kamu kenal Frans, mahasiswa semester akhir jurusan manajemen?"

"Saya kurang begitu akrab namun tahu?" jawab Zeni.

"Dia sepupuku, kami jarang bertemu karena ada konflik. Seharusnya aku mengikuti tugas pengabdian masyarakat tahun lalu, namun aku berencana satu kelompok dengan Frans sehingga mengubah jadwal beserta penempatannya.

"Kamu berarti kakak kelasku ya? Zeni melihat daftar anggota yang sudah tersimpan di memori ponselnya. "Fakultas kedokteran?" tanya Zeni meyakinkan

"Iya, kamu kenal anak kedokterankan? wajah kamu terlihat familiar?

"Benarkah? Zeni tersenyum mendengar jawaban Baskoro. Aku ada teman satu organisasi di fakultas kedokteran? Namanya Mia?

"Mia yang aktif ngurusi buletin fakultas? Baskoro mencoba mengingat-ingat adik kelasnya yang bernama Mia.

"Iya, dia aktif di media kampus. Aku kenal saat pelatihan Jurnalistik di Universitas. Cuma aku sebentar bergabung, karena saat itu aku ada agenda lain. Aneh kamu Bas, bukannya kamu ada konflik dengan Frans tapi kamu mau gabung satu kelompok?" tanya Zeni penasaran.

"Karena aku mau menyelesaikan konflik tersebut, dan ini momen tepat karena kami akan berinteraksi selama satu bulan?"

"Tapi apa pihak kampus yang mengelola ploting jadwal tugas pengabdian menerima alasan kamu?

Senyum sarkas muncul di wajah Baskoro mendengar pertanyaan Zeni. "Kebetulan aku asisten dosen, dan menggunakan jabatanku sebagai alibi untuk mempermudah pertukaran jadwal?"

Termenung Zeni mendengar jawaban Baskoro, "Ternyata dia bisa memanfaatkan situasi ya?" gumam Zeni

Suara pegawai dari ruang pelayanan menghentikan percakapan keduanya. Bergegas Zeni dan Baskoro menuju ke sumber suara.

"Bagaimana pak, sudah selesai prosesnya?" tanya Zeni

"A.n Zeni sudah dilakukan pengecekan data dan terdapat input yang terlewat terkait prodi, untuk jadwal dan penempatan sudah tercatat" Sembari menyerahkan kertas kepada Zeni yang berisi jadwal pembekalan tugas pengabdian masyarakat.

"Terima kasih pak," Zeni menerima kertas dan membacanya sekilas.

Baskoro mendekati loker pegawai pelayanan, "Untuk jadwal saya yang terbaru apakah sudah di ACC pak?"

"Sudah. Ini silakan ditanda tangani untuk kelengkapan pergantian jadwal." pegawai menyerahkan selembar kertas kepada Baskoro beserta jadwal terbaru.

Baskoro segera menandatangani kertas tersebut dan membaca jadwalnya.

"Iya pak. Sudah sesuai?" jawab Baskoro meyakinkan. Baskoro menyimpan kertas tersebut kedalam ranselnya.

"Kamu kenapa Zen?" terlihat raut wajah Zeni khawatir ketika membaca pesan diponselnya.

"Tidak apa-apa, ini masalah keluarga, aku pulang dulu Bas, sudah ditunggu Vilia. Terburu-buru Zeni melangkah kakinya menuju tempat duduknya Vilia.

Baskoro terdiam melihat Zeni sudah mulai pergi menjauh. "Gadis yang unik." gumam Baskoro dengan melangkah kakinya menuju tempat parkir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 120

    Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 119

    Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 118

    “Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 117

    Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 116

    Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 115

    Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status