Share

BAB 6A

last update Last Updated: 2023-02-10 23:07:14

Kiran melepas kacamata hitam yang dia gunakan. Titik-titik air hujan membuat buram penglihatannya. Gerimis terus membungkus bumi seakan enggan pergi. Andai ini hari-hari biasa, pastilah Kiran lebih memilih bergelung dengan selimut di atas kasur atau menepi sejenak dari kesibukan pekerjaan dengan menikmati semangkuk bakso hangat jualan Pakde Wiryo di samping kantor.

Sayangnya, ini bukan hari biasa.

Di tengah rinai hujan, kalimah tahlil mengiringi langkah sepanjang jalan menuju tempat pemakaman. Kiran mengusap wajah. Dia merapikan jilbabnya yang sedikit basah. Wanita itu menggigil. Bukan hanya karena bajunya yang lembab terkena rintik, tapi juga karena kenyataan bahwa kini dia sedang mengantar sahabat sekaligus mantan madunya ke tempat peristirahatan menuju keabadian.

“Astaghfirullahaladzim, hati-hati, jalannya licin.” Kiran menoleh ke belakang. Beberapa pelayat tampak sibuk membantu temannya yang terpeleset barusan.

“Sudah pulang kerja, Nak?”

Kiran menoleh ke samping. Dia tidak menyadari kalau sejak tadi Ratna menggandeng tangannya sepanjang perjalanan. Wanita itu sibuk bergelut dengan perasaan dan pikirannya sendiri sehingga tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitar.

“Belum, Bu.” Kiran menjawab pelan. “Tadi Kiran langsung berangkat kemari setelah membawa pesan dari Ibu.” Pekerjaannya sebagai Account Officer yang hampir tujuh puluh persen waktunya dihabiskan di luar membuat Kiran dengan mudah hadir disini. Beruntung dia membawa baju dan jilbab hitam sebagai cadangan.

Mobilitasnya yang menggunakan kendaraan roda dua membuat Kiran tak jarang berkeringat dan menyisakan bau matahari. Kadang, dia juga kehujanan sehingga bajunya kebasahan. Oleh karena itulah dia selalu siap sedia membawa baju ganti agar selalu tampil modis dan wangi. Di pekerjaan yang dia geluti saat ini, tolak ukur yang pertama adalah penampilan.

“Sebelum Raya tak sadarkan diri dalam perjalanan menuju rumah sakit tadi, dia mengatakan sangat ingin bertemu dengan Kiran. Jadi, maaf kalau ibu menghubungi dan ….”

“Tidak apa-apa, Bu.” Kiran meremas tangan mantan ibu mertuanya. Dia tersenyum tipis untuk menenangkan. Kiran tahu sekali, andai Ratna terus melanjutkan ucapan pasti dia akan menangis lagi. Cukup. Kiran tak ingin kembali menjadi pusat perhatian.

Kiran menegakkan pandangan. Di depan sana, Haidar menjadi ujung tombak yang mengangkat keranda istrinya. Bibir lelaki itu komat kamit mengucapkan kalimah tahlil. Sesekali Kiran dapat melihat Haidar mengusap wajah. Entah menghapus air mata atau menghela air hujan yang jatuh disana, Kiran tak tahu.

Wanita itu memicingkan mata saat tak sengaja menatap jam tangan yang dikenakan mantan suaminya. Bukankah itu hadiah darinya empat tahun yang lalu?

"Waaah, bagus sekali, Yang, mahal ini ya?" Kiran menahan napas sejenak. Bayangan hari itu mendadak mampir dan terpampang nyata di ingatannya. Dia bahkan seolah bisa melihat dengan jelas wajah lucu Haidar. Lelaki itu terlihat menggelikan di mata Kiran. Antara senang mendapat hadiah bagus dan khawatir dengan nominal yang akan dia sebut.

“Buat Mas Haidar karena sudah bekerja keras selama ini. Mas jarang sekali membeli barang-barang sebagai reward untuk diri sendiri.” Kiran meletakkan sayur lodeh dan mendekat ke arah Haidar. Dia memeluk suaminya yang sedang duduk dari belakang. Jam tangan itu terlihat sangat serasi dengan kulit terang Haidar.

“Bukan begitu, Yang, ada banyak hal yang harus kita prioritaskan. Cicilan rumah ini, program hamil di dokter, belum lagi ….”

“Kalau Mas tidak suka, ya sudah sini kembalikan lagi.” Kiran duduk di samping Haidar sambil mengulurkan tangan. Dia tersenyum lebar saat melihat wajah suaminya sedikit berkerut melihatnya meminta kembali jam tangan itu. Dia tahu persis selera Haidar, dan jam tangan yang Kiran berikan tidak mungkin dia tolak.

“Bukan begitu maksud Mas ….”

“Kalau suka bilang terima kasih, Mas. Ini malah bahas harga dan merembet kemana-mana. Sampai cicilan rumah dibawa juga. Eeeh pas diminta berat hati mengembalikannya.” Kiran menahan senyum melihat Haidar salah tingkah.

“Kamu menyindir Mas?”

“Tidak, tapi kalau Mas merasa tersentil ya baguslah.”

“Kiran ….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nur Janah
sebahagia itu Meraka dulu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50B [TAMAT]

    Namun, tak sekalipun dia membicarakan mantan istrinya itu di hadapan istrinya. Bahkan sampai usia pernikahan mereka yang ke empat, Kamila tidak tahu kalau Haidar pernah menikah sebelum dengan Raya. Kamila hanya tahu Haidar pernah menikah dan itu dengan Raya.Bagi Haidar, tidak ada gunanya menceritakan semua yang telah berlalu. Cukup dia dan hatinya saja yang merasakan. Cinta yang tersimpan rapi di dalam hati. Perasaan yang terus ada walau telah coba dia lupakan dan tak pernah lagi dia ucapkan.Untuk Kamila, dia mempersembahkan hati yang baru. Cinta dan rasa hormat yang berdasarkan pada komitmen dan tanggung jawab pada wanita yang sebentar lagi akan memberinya dua buah hati. Cinta dan kasih untuk ibu dari anak-anaknya.“Ah iya, hati-hati di jalan.”Kiran menatap Pras bingung. Sejak pulang dari bertemu Haidar tadi, entah sudah berapa belas kali Pras mengulangi kalimat terakhir yang Haidar ucapkan. Wanita itu menarik napas panjang. Dia melirik jam di dinding, sudah hampir jam sembilan

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 50A

    “Kiran?”Kiran dan Pras yang baru saja keluar dari menebus vitamin kehamilan di bagian farmasi menoleh berbarengan. Pras langsung melingkarkan tangan dengan posesif di bahu Kiran mengetahui siapa yang menyapa.“Mas Haidar?” Kiran tersenyum lebar. Dia menoleh pada Pras hingga mereka saling berpandangan. Suaminya itu meremas bahu istrinya pelan. Kiran hampir kelepasan tertawa melihat sorot mata Pras yang seolah mengatakan “jangan tebar pesona”.“Pras, sehat?” Haidar mengulurkan tangan pada Pras saat menyadari dia terpaku cukup lama menatap Kiran barusan. Ah … hampir lima tahun tak berjumpa, Kiran tak berubah. Wajah mulus, hidung mancung, bibir kecil dan penuh, kombinasi yang menciptakan keindahan di mata Haidar.Perlahan, pandangannya turun ke bawah. Mata Haidar mengembun. Mendadak perasaannya buncah. Hampir saja isaknya keluar tak tertahankan menyadari perut Kiran yang membuncit. Sungguh, walau bukan dia yang menjadi Ayah dari anak yang Kiran kandung saat ini, dia bahagia.“Kapan Kiran

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49B

    “Untuk proses bayi tabung, ada beberapa tahapan yang harus kita lalui. Secara simpel saja saya jelaskan ya, pertama adalah tahapan induksi ovulasi. Nanti akan ada penyuntikan hormon untuk merangsang proses pembentukan sel telur. Nanti bisa dilakukan secara mandiri di rumah setelah saya berikan petunjuknya.Nah selama proses ini, Ibu harus kontrol setiap beberapa hari karena saya harus memantau ukuran telur yang ada. Setelah dirasa ukurannya sesuai, nanti disuntik dengan hormon lagi untuk membantu proses pematangannya.Maaf sebelumnya, apa menstruasi Ibu sudah teratur?”Kiran menggeleng. “Kadang dua bulan sekali, pernah sampai tiga bulan tidak halangan.” Kiran menjawab dengan bibir bergetar.“Baik, berarti kemungkinan besar tidak ada sel telur yang matang sehingga tidak terjadi pembuahan. Nah, setelah penyuntikan hormon untuk pematangan telur dilakukan, kita bisa mulai mengambil sel telur. Kemudian pengambilan sp**ma, proses pembuahan dan terakhir transfer embrio. Singkatnya seperti it

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 49A

    “Wa ja’alna minal-maa-I kulla syai’in hayyin. Afala yu’minuna.” (QS. Al-Anbiya: 30).“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”"Alhamdulillah." Kiran langsung mengucap hamdalah begitu turun dari mobil. Waktu sudah senja saat mereka tiba. "Bu, Pak." Kiran berjalan menghampiri orangtuanya yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.Kiran menatap sekitar. Dia benar-benar merindukan suasana rumah mereka. Dua belas hari perjalanan umroh ditambah dengan masa karantina membuat dia dan Pras cukup lama meninggalkan tempat itu."Istirahat dulu." Linda yang menjemput mereka di tempat karantina tadi menepuk punggung Kiran pelan. Wanita itu membantu membawakan beberapa bawaan khas oleh-oleh dari tanah suci. Rista dan Ahmad bergegas ikut bergabung membawakan barang-barang dari mobil.Tidak terasa, azan isya’ berkumandang saat mereka baru saja selesai merapikan barang bawaan agar tidak terlalu berantakan.Setelah membersihkan diri dan makan m

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48B

    Kesyahduan itu terhenti saat dua kanak-kanak berteriak riang di dekat mereka. Anak lelaki berusia sekitar enam tahun sedang mengejar anak wanita berusia sekitar empat tahun yang tertawa-tawa. “Oh!” Kiran menutup mulut. Matanya membelalak lebar pada Pras. Sedetik kemudian tawa Kiran berderai saat kedua anak itu berlarian di bawah meja mereka. Dia benar-benar senang melihat anak-anak itu bercanda.“Sini!” Teriak si anak laki-laki.“Tangkap ayo tangkap!” Anak wanita itu menjulurkan lidah dari seberang meja.“Nina, Fajar, kemari!” Wanita muda yang seusia dengan Kiran dan Pras berteriak galak pada kedua anaknya. “Maaf ya, Mas, Mbak, anak saya mengganggu makan malamnya.” Wanita itu mengangguk sungkan.“Tidak apa-apa, anaknya lucu.” Kiran menuntun anak itu memutari meja dan menyerahkannya pada ibunya. Kiran masih sempat mencubit gemas pipi gembil itu sebelum mereka berlalu.Pras dan Kiran tersenyum berbarengan saat meja mereka kembali sepi. Mereka mulai menikmati hidangan penutup malam itu.

  • Belenggu Hati Mantan Suami   BAB 48A

    "Makan yang banyak, biar cepat pulih. Ini Mama bawakan buah-buahan, bolu gulung, dimsum, ayo dimakan." Linda mengeluarkan barang bawaannya di meja. Satu persatu makanan itu diletakkan di hadapan Kiran. "Atau kalau nggak selera, biar Mama pesankan, Nak Kiran mau apa?"Kiran menggeleng pelan sambil tersenyum pada Linda. "Terima kasih, Ma." Tangannya terulur mengambil sumpit, dia mengangguk-angguk saat satu gigitan dimsum masuk ke mulutnya. "Enak, Ma." Kiran mengacungkan jempol."Sama-sama." Linda ikut duduk di meja makan. Wanita itu mengelus bahu Kiran pelan. "Habiskan." Linda tersenyum lembut."Diminum, Bu Linda, Pak Sakti." Rista meletakkan teh hangat. Dia lalu mengambil beberapa buah dan mengupasnya untuk dimakan bersama. Sementara Ahmad dan Sakti mulai asyik dengan topik obrolan mereka berdua."Kata Pras, Nak Kiran susah makan. Masih kepikiran ya?" Linda mengelus bahu Kiran. "Paksakan makan biar cepat pulih. Ajak Pras liburan, mumpung Nak Kiran dapat jatah cuti, toko nanti biar Papa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status