Home / Romansa / Belitan Obsesi Presdir Dingin / Bab 2. Berapa Yang Kau Inginkan?

Share

Bab 2. Berapa Yang Kau Inginkan?

last update Last Updated: 2023-11-03 10:49:18

“Mau ke mana kau?”

Suara dingin Max membuat Valerie menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Ia menelan ludah susah payah, berusaha mengabaikan Max dan melanjutkan niatnya untuk membuka pintu.

Namun, ia tersentak saat tangan kekar Max menyambar lengannya dan membuat tubuhnya berbalik. Pria itu dengan cepat menghimpitnya ke daun pintu, lalu menguncinya di sana.

“Siapa yang membayarmu?” tanya Max to the point. Matanya terlihat tajam seakan mampu menghunus jantung lawan bicaranya.

“Ti-tidak ada, Tuan,” sahut Valerie, berusaha untuk terlihat tenang.

“Tidak usah berlagak polos,” desis Max penuh penekanan. “Aku tahu kau datang ke kamarku karena ada yang menyuruhmu kan?”

Pria yang kini hanya mengenakan kimono itu, kembali mengingat kejadian semalam saat ia meneguk minuman yang dibawa seorang pelayan, dan selanjutnya tubuhnya terasa memanas, bergairah tak terkendalikan. Beruntung ia bisa sampai dengan aman ke kamarnya tanpa membuat keributan.

“Siapa yang menyuruhmu memasukkan obat sialan itu ke dalam minumanku?!” lanjutnya. Max yakin Valerie adalah orang suruhan rival bisnis untuk menjatuhkan dirinya.

“Saya benar-benar tidak tahu apa yang Anda maksud, Tuan.”

“Kau pikir aku percaya?” Max semakin mendekatkan wajahnya sambil memberikan tatapan tajam yang seakan-akan bisa menelan mangsa di depannya hidup-hidup.

Valerie memejamkan kedua matanya, posisinya yang sangat dekat membuat ia dapat menghirup aroma tubuh pria itu. Aroma sisa-sisa percintaan semalam terasa membekas, hingga membuat pipinya terasa panas.

“Kau hanya seorang pelayan,” desis Max merendahkan.

“Meski saya hanya seorang pelayan, tapi saya tidak akan melakukan pekerjaan serendah itu. Saya masih punya harga diri!” ujar Valerie marah.

Max menarik tubuhnya menjauh. Ia melipatkan kedua tangannya di dada dan mendengus. “Oh ya? Kau sendiri yang datang ke kamarku semalam dan melemparkan tubuhmu. Dan sekarang kau masih berbicara tentang harga diri?”

Valerie menelan ludah, tenggorokannya terasa tercekat, tak dapat menyangkal ucapan Max.

Otaknya berusaha mengumpulkan kepingan puzzle tadi malam. Seketika tangannya mengepal, menyadari bahwa ia telah dijebak oleh saudaranya!

“Saya bersumpah, saya tidak tahu apa-apa. Saya juga dijebak!” tegas Valerie.

Max menatap raut polos perempuan yang sudah ia renggut mahkotanya. Ia berusaha membaca gerak-gerik dan mencari kejujuran. Dan ia tidak menemukan kejanggalan apapun.

“Berapa yang kau inginkan?”

Max berlalu mengambil bolpoin dan cek, lalu membawanya ke hadapan Valerie.

“A-apa?” tanya Valerie tidak mengerti.

Max berdecak tidak sabaran. “Berapa yang kau inginkan untuk membayar kejadian semalam?”

Deg.

Jantung Valerie berdetak kencang. Ia menggelengkan kepala sembari menatap pria tampan di depannya dengan rasa sesak. Valerie merasa terhina.

“Tidak perlu,” katanya dengan nada dingin.

Kedua mata Max membeliak mendengarnya. “Jangan main-main denganku! Katakan berapa yang kau inginkan dan anggap kejadian semalam tidak pernah terjadi!”

Valerie tersenyum getir mendengarnya. Ia merasa seperti perempuan rendahan yang telah menjual keperawanannya. “Anggap saja yang terjadi semalam itu hanya kesalahan, Tuan. Saya akan lupakan tentang itu. Saya permisi.”

“Bagaimana aku bisa mempercayai orang sepertimu?”

Ucapan Max kembali menghentikan langkah Valerie.

“Kau bisa saja membocorkan hal ini ke publik untuk menghancurkan reputasiku!”

Valerie mengatupkan rahang, menahan amarah dan sakit hati akibat penghinaan pria angkuh di hadapannya.

“Anda tidak perlu khawatir. Kita tidak akan pernah bertemu lagi,” kata Valerie tegas.

Max menghela napas gusar. Ia bisa melihat kesungguhan dan ketakutan dalam diri perempuan itu. Sementara ia merasa cemas bukan hanya akan reputasinya yang terancam, tapi ada perasaan aneh yang membuatnya khawatir jika perempuan itu sampai mengandung anaknya.

“Anggap saja ini kompensasi. Aku tidak sudi berhutang pada siapapun,” kata Max dengan nada dingin dan arogan.

Pria itu mengulurkan cek yang sudah dibubuhi sederet angka fantastis padanya. Valerie hanya bergeming, membuat Max merasa geram. Pria itu menarik tangan Valerie dan memaksanya untuk menerima.

“Aku akan selidiki kasus ini,” katanya. “Jika sampai kau terlibat, kupastikan tidak akan ada ampun untukmu!”

Tepat setelah mengatakan itu, terdengar pintu diketuk dari luar. Max membukanya dan mendapati dua orang kepercayaannya berdiri di depan pintu.

“Antarkan dia ke rumahnya,” titah Max pada sopirnya.

Valerie berniat membuka suaranya, tetapi Max langsung memberikan tatapan tajam, membuat Valerie mau tidak mau menelan protesnya.

“Baik, Tuan.”

Sementara satu pria lainnya mengikuti langkah kaki Max masuk. “Apakah sesuatu telah terjadi, Tuan?” tanya Jerry—asisten pribadi Max.

“Selidiki semua CCTV pesta semalam. Cari tahu siapa yang berani bermain-main denganku,” kata Max dengan nada tajam. “Jika benar perempuan tadi terlibat, jangan kasih ampun padanya.”

Jerry terdiam sejenak sebelum mengangguk. “Baik Tuan.”

***

“Tidak becus! Kalian tidak berguna! Menjebak pria seperti itu saja tidak bisa!” teriak seorang perempuan berambut merah pada dua orang di depannya.

“Maafkan saya, Nona. Setelah meminum minuman itu, Tuan Max langsung berlari ke kamarnya. Sepertinya ia menyadari ada yang tidak beres dengan tubuhnya.”

Perempuan itu menggeram marah. “Aku sudah berikan obat perangsang dengan dosis tinggi, seharusnya aku bisa menghabiskan malam yang indah bersamanya!” Ia menatap kedua orang suruhannya tajam. “Tapi kalian malah menghancurkan semuanya!”

“Ma-maafkan kami, Nona.” Tidak ada yang berani melawan. Mereka tertunduk di hadapan wanita yang terbakar amarah.

“Ah, sialan! Bagaimana jika dia mengetahui semua ini? Bukan hanya kalian yang habis, tapi aku juga!”

Salah satu dari mereka menatap wanita itu dengan penuh keyakinan.

“Saya pastikan itu tidak akan terjadi. Saya sudah mempersiapkan semuanya dengan matang, Nona.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Duh dah Dig dug... keren ceritanya bikin nagih. awas kalau semua bukti terkumpul,... matilah.. Valery jangan main jauh2 ya Nak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 115. Finally Story of Belitan Obsesi Presdir Dingin

    Lima tahun kemudian...Sebuah mobil hitam mengkilat datang dari arah jalanan, masuk ke dalam dan berhenti tepat di pintu masuk utama. Pintu belakang langsung terbuka secara otomatis.“Hati-hati sayang.”“Yes, Daddy.” Kedua bocah kecil yang masih mengenakan seragam sekolah itu langsung turun dari mobil dan diikuti oleh salah satu pengasuhnya. Max yang berada di sisi kursi kemudi pun langsung menyusulnya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman melihat anak-anaknya terlihat begitu ceria saat pulang sekolah. Dante telah memasuki kelas satu sekolah dasar. Sementara Sena masih menduduki TK. Max merasa kehidupannya semakin bahagia. “Jangan lari...”“Mommy.... Mommy....” Mereka berteriak memanggil Mommy-nya. Ya seperti biasa saat pertama kali masuk rumah yang mereka cari pasti ibu kandungnya. “Berisik sekali ini bocah!” celetuk Dante.“Kamu juga. Ngapain ikut-ikutan teriak. Aku kan sedang manggil Mommy-ku."“Mommyku!"“Aku....”“Isshh kalian ini kenapa berisik sekali.” Perempuan hamil yang

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 114. Lasena Nathania Anderson

    Sembilan bulan kemudian...Seorang penjaga membukakan pintu gerbang saat sebuah mobil hitam mewah mengkilat datang dari arah jalanan. Ia pun mengangguk hormat pada sang majikan yang duduk di bagian kursi belakang kemudi.Mobil berhenti tepat di pintu masuk utama. Seorang pelayan berseragam biru muda datang menyongsong menyambut kedatangannya.“Selamat sore, Tuan?” sapanya penuh hormat.Max hanya menganggukkan kepalanya. Ia menyerahkan tas hitam yang baru saja ia ambil dari dalam mobil pada pelayan itu. “Bagaimana keadaan istri saya?" tanyanya sambil melangkah masuk dan tangannya bergerak untuk mengendurkan dasinya yang terasa mencekik lehernya.“Nyonya sudah baikan, Tuan.”“Oh. Sedang apa dia?” tanya Max karena biasanya Valerie paling antusias menyambutnya pulang begitu mendengar mobilnya tiba.“Nyonya sedang berada di taman belakang bersama Nyonya Zenata dan Tuan kecil.”Max hanya mengangguk dan berbelok ke pintu samping di mana istrinya berada. Dua hari tidak bertemu istrinya ia te

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 113. Akibat Lupa Pengaman

    “Selamat ya Tuan. Nyonya Valerie positif mengandung.”Ucapan Dokter membuat keduanya pun terkejut. “Ha—hamil?”“Iya Tuan, Nyonya." Dokter Elia menunjukkan hasil tes pack di tangannya. “Dari hasil tes pack ini menunjukkan garis dua menunjukkan jika istri Anda positif hamil. Dan untuk mengetahui lebih lanjutnya, sebaiknya kita lakukan USG.”Valerie menurut, dan ia berbaring di atas brankar. Max berdiri persis di sisi istrinya, di mana dokter mulai mengoleskan gel bening di perutnya, dan melanjutkan ke tahap selanjutnya. “Nah ini bayinya Nyonya masih sebentuk kacang ya. Memasuki 6 Minggu ya, Nyonya.”Setelah mendengarkan penjelasan dari dokter dan mendapatkan beberapa vitamin. Keduanya pun langsung berpamitan pulang. “Aku masih tidak menyangka loh. Kok kamu hamil ya?"Valerie memutar bola matanya jengah. “Yaz jelas bisalah. Orang aku punya suami. Kamu tidak ingat kalau aku tidak tidak kontrasepsi setelah melahirkan Dante, dan kamupun tidak mau pakai pengaman katanya tidak enak!”“Tapi,

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 112. Wedding Jerry dan Zenata

    Ballroom hotel bintang lima itu terlihat begitu ramai lalu lalang para tamu yang hadir memenuhi senterio. Para tamu yang hadir terlihat berkelas dan mewah.Para tamu menatap takjub pada dekorasi pernikahan yang terlihat begitu mewah. Meja bundar dan kursi berpelitur mengkilap, dilapisi kain satin yang berjajar rapi. Meja ditutup taplak meja linen putih, dengan rangkaian mawar putih di setiap permukaannya. Di posisi kanan dan kiri terlihat berbagai hidangan yang tersaji dengan meja yang menempel ketat di dinding. Terlihat lampu kristal menggantung tinggi di langit-langit yang megah.Di atas panggung pelaminan yang mewah bernuansa emas, banyak bunga mawar putih, serta ada semacam dekorasi kaca dengan air mengalir ditimpa cahaya lembut. Jerry terlihat begitu tampan dalam balutan pakaian pengantin yang berwarna senada dengan gaun yang Zenata kenakan.Segalanya berjalan dengan lancar. Beberapa jam yang lalu keduanya telah melangsungkan acara janji suci pernikahan yang di bacakan langsung

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 111. Gara-gara Kotak Makan

    Layaknya anak muda yang tengah kasmaran. Jerry dan Zenata tiada hari tanpa jumpa. Di sela-sela aktivitasnya mengurus rencana pernikahannya. Keduanya masih selalu menyempatkan untuk bertemu. Bahkan tidak segan Zenata kerap datang meski hanya sekedar mengantarkan makanan padanya. Max yang mengetahui hal itu merasa geli. Jerry — seorang pria yang ia ketahui anti terhadap perempuan. Bisa-bisanya tiba-tiba bertekuk lutut pada seorang perempuan. Ah, ia lupa bagaimana dengan dirinya. Ia yang dulu hidup hanya demi sebuah ambisi pun kini mulai terasa berwarna, karena adanya Valerie dalam kehidupannya. Apalagi saat ini ada Dante di antara mereka. “Jerry, berkas yang aku butuhkan untuk—” Max yang baru saja membuka pintu ruangan asistennya itu tidak dapat melanjutkan ucapannya, saat melihat aktivitas asistennya bersama calon istrinya. “Sorry...” lanjutnya dan berlalu pergi.“Astaga...” Zenata yang sudah tersadar langsung buru-buru beranjak dari pangkuan Jerry. Demi Tuhan ia tidak sengaja, tadi

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 110. Ungkapan Cinta Max

    Seharusnya saat ini Valerie tengah menikmati masa-masa indahnya menjadi seorang ibu baru. Tapi, ia merasa aneh karena ASI-nya tidak keluar dengan deras, padahal dokter sudah memberikan vitamin. Hal itu membuat moodnya memburuk, ia sedih merasa menjadi ibu yang buruk bagi sang buah hati. Sore ini tiba-tiba Dante menangis dengan kencang. Ia sudah memberikan ASI padanya, tapi Dante tetap menangis, sepertinya ASI-nya tidak keluar, hingga menimbulkan bayi yang baru berusia lima hari itu kecewa. Dante terus menangis kencang, menggemparkan isi rumah. “Sabar sayang, sebentar. ASI mommy keluarnya belum lancar.” Valerie mencoba kembali menyusuinya, ia meringis merasakan gesekan bibir buah hatinya. Hal itu menimbulkan rasa perih dan sakit. Ia coba menahannya, tapi Dante kembali melepaskan pucuk dadanya dan menangis. Ia mencoba mencari cara agar ASI-nya kembali keluar, tapi tangisan Dante yang terdengar begitu kencang membuat kesabaran Valerie nyaris habis. “Dante, bekerja samalah dengan M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status