Chapter 5
New JobBibir Sidney nyaris ternganga saat mendapati pengemudi Tesla yang Aliyah siapkan untuk membawanya menuju tempa off-road padang pasir yang menjadi tujuan wisatanya di Dubai.
Bukankah pria itu mengatakan ingin tidur sepanjang hari? Kenapa sekarang berubah menjadi sopirnya? Meski sebenarnya di dalam benaknya riuh oleh kegembiraan karena bisa bertemu kembali dengan Alva, kesempatan yang ia kira telah hangus ternyata belum menjadi abu.Namun, ia tidak berniat menyapa Alva terlebih dulu. Lagi pula, bukankah memang tidak ada yang harus dibicarakan antara dirinya dan Alva? Sidney memilih bungkam, ia memasang sabuk pengamannya kemudian duduk dengan nyaman menikmati pemandangan yang terhampar sepanjang jalan di kota Dubai yang tentu saja sangat mengesankan.Cuaca yang hangat sepanjang tahun, pemandangan di tepi kolam renang yang langsung menghadap pantai. Ah, Sidney tiba-tiba berpikir untuk memperpanjang liburannya karena tur di gurun pasir saja sepertinya tidak cukup. Sepertinya wacana untuk menambah beberapa hari lagi tinggal di Dubai memang harus direalisasikan atau ia akan menyesal jika kembali ke London besok karena belum tentu tahun ini ia bisa kembali ke Dubai.Lagi pula London tidak akan bergeser ke mana pun meski ia berlibur beberapa hari dan tidak seorang pun mencarinya di sana. Kecuali Gabriel."Kau tidak ingin tahu kenapa aku ada di sini?" Pada akhirnya Alva membuka suara setelah beberapa menit mereka meninggalkan kawasan hotel.Sidney menoleh ke arah Alva. "Mungkin kau ingin mengubah profesimu."Bahu Alva terguncang pelan seraya memperbaiki letak kacamata hitam yang bertengger di atas hidungnya. "Ya." Untuk mendapatkanmu, apa pun akan kulakukan.Ya Tuhan, alangkah senangnya jika sopir pribadinya adalah Alva. Ia pasti tidak keberatan berkeliling ke seluruh penjuru dunia menggunakan mobil. Sidney rela duduk menempuh jalan darat asal Alva yang mengemudikan mobil di sampingnya.Sudut bibir Sidney melengkung membentuk senyum, ekor matanya melirik ke arah Alva yang mengenakan kaus santai berwarna abu-abu dan celana pendek di atas lutut. Bulu tangannya yang berwarna gelap tumbuh di atas kulit yang berwarna kecokelatan, jari jemarinya terlihat kokoh mencengkeram setir mobil, otot paha dan betisnya juga tidak kalah kokohnya dari otot tangannya.Sidney diam-diam menelan air liur karena membayangkan duduk di atas pangkuannya Alva sembari meraba otot-ototnya yang kencang.Di dalam benaknya, Sidney bertanya-tanya, akankah Alva akan menawarkan kencan satu malam lagi? Jika iya, Sidney tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lagi.Ya Tuhan. Apa yang kupikirkan?Sidney kembali merutuki pikirannya yang mulai menjelajahi tubuh pria di sampingnya. Ia menjilat bibirnya yang kering kemudian bertanya, "Bagaimana tidurmu semalam?"Alva menggeram di dalam benaknya. Tadi malam adalah malam terburuk, belum pernah ia tidak bisa memejamkan mata dengan benar hanya karena menginginkan seorang wanita. "Cuaca sangat gerah.""Apa pendingin udara di kamarmu tidak berfungsi?""Aku tidak mengaktifkannya."Sidney mengedikkan bahunya, sedangkan Alva mengamati layar di dasbor mobil kemudian mengaktifkan mode autopilot pada Tesla yang dikemudikannya lalu memundurkan bangku yang ia duduki dan menekuk kedua lengannya di belakang kepala. Bersandar dengan nyaman tanpa membuka kaca mata hitamnya.Sial. Sidney mengumpat di dalam benaknya karena ekor matanya kembali menangkap otot si pria seksi di sampingnya. Kali ini otot lengan dan dadanya, juga lehernya yang terlihat kokoh.Kali ini ia benar-benar berharap jika dunia berhenti agar ia juga berhenti memikirkan Alva. Ia menghela napas dalam-dalam lalu membuang pandangannya ke arah luar. Kembali berusaha menikmati pemandangan yang mulai berganti menjadi hamparan padang pasir."Apa yang kau lakukan sepanjang hari ini?" tanya Alva seraya menatap Sidney dari balik kacamatanya."Bekerja," sahut Sidney singkat."Bekerja di saat liburan?""Aku ke sini bukan untuk berlibur.""Hmm... jadi, datang ke pesta pernikahan merupakan salah satu keperluan bisnis?"Sidney tidak langsung menjawab, ia mencerna ucapan Alva terlebih dahulu. "Ya.""Apa tidak ada yang lebih berharga selain pekerjaanmu?"Tentu saja ada, keluarganya. "Bagaimana denganmu?""Aku bertanya padamu," ucap Alva.Sidney mendengus kesal dan menatap Alva. "Tentu saja ada, keluargaku pastinya.""Bagaimana dengan persahabatan?"Persahabatan? Ia tidak terlalu akrab dengan siapa pun di London, ia memiliki beberapa teman dekat di New York semasa kecil hingga sekolah menengah atas. Tetapi, karena Sidney memutuskan tinggal di London dan juga kesibukan masing-masing, sekarang ia tidak banyak berkomunikasi dengan teman-temannya. Bahkan nyaris terlupakan.Sementara di London, ia hanya berteman dengan teman-teman di kampusnya seperlunya saja. Tidak terlalu akrab karena ia lebih banyak bergaul dengan Gabriel."Kenapa bertanya seperti itu?""Kukira kau jauh-jauh dari London datang ke pernikahan Aliyah karena kau menganggapnya sebagai salah satu teman atau sahabat, ternyata hanya untuk keperluan pekerjaan, ya?""Tentu saja karena pekerjaan sangat penting.""Jadi, pertemanan bukan hal penting bagimu?"Sidney tidak bisa menjawab, tetapi ia berusaha. "Mungkin penting. Aku tidak tahu karena aku tidak banyak memiliki teman.""Kau mungkin terlalu kaku dan tidak pandai bergaul."Kali ini Sidney tidak terima. Bagaimana bisa Alva menyimpulkan dan menilainya seperti itu? "Aku kaku?"Alva mengedikkan bahunya."Dengar, Tuan, kau salah menilaiku." Mereka baru bertemu dua kali dan Alva seenaknya saja menilai, Sidney menyipitkan sebelah matanya menatap Alva dan berujar, "aku sama sekali tidak sulit bergaul. Aku hanya tidak memiliki waktu yang cukup untuk sekedar duduk santai di cafe bersama temanku.""Wah, rupanya aku bertemu wanita pekerja keras." Alva mengulurkan tangannya menyentuh rambut Sidney yang tergerai di bahunya. Dan demi Tuhan, Alva ingin mengelus rambut di kepala kepala Sidney, juga mengelus bagian lain tentunya. Tetapi, ia belajar bersabar karena ia tahu jika mendapatkan Sidney memerlukan usaha yang lebih keras lagi dan ia juga harus tampil lembut untuk memuluskan keinginannya agar bisa menyeret wanita itu ke atas tempat tidurnya."Semua orang harus bekerja keras untuk hidupnya," cetus Sidney.Alva menatap rambut Sidney yang berada di jemarinya, rambut itu terasa sehalus sutera membuat hasratnya semakin menggebu-gebu, rambut itu pasti akan lebih indah jika tergerai di atas tempat tidur. "Bagaimana jika aku ingin menjadi temanmu?"Sidney merasakan jika jantungnya mencelus hingga ke lututnya saat merasakan jemari Alva di rambutnya. Perasaan asing di dalam dirinya mulai menjalari jiwanya hingga dirinya kembali mulai merasakan kegelisahan yang tidak biasa. Ia berusaha mengatur napas dan detak jantungnya yang tidak biasa."Setelah gagal dengan kencan satu malam, sekarang kau menawariku pertemanan?" tanyanya dengan nada sinis menyembunyikan perasaan sesungguhnya.Alva tersenyum tipis. "Aku serius, aku ingin menjadi bagian penting setelah keluarga dan pekerjaanmu."Sidney tertawa tanpa humor dan memalingkan wajahnya dari Alva. "Kita telah tiba di tempat tujuan."Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE!Terima kasih.Salam manis dari Cherry yang manis.🍒❤️️✔️HAPPY READINGChapter 6Off-roadKetika mereka tiba di lahan parkir areaoff-roaddi tengah padang pasir dan mobil telah terparkir dengan sempurna, Sidney hendak membuka pintu mobil, tetapi tangan Alva lebih dulu mencekal salah satu pergelangan tangannya."Ada apa?" tanya Sidney berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang Alva inginkan darinya.Alva melepaskan kacamata hitamnya. "Kau belum menjawab pertanyaanku."
✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READINGChapter 7Look Like a CoupleAlva mengakui Sidney memang wanita yang tidak mudah menyerah, terbukti wanita itu bersedia menerima tantangannya padahal jelas-jelas di medan off-road, Sidney kewalahan. Wanita itu ragu-ragu menginjak pedal gas Jeep-nya, atau mungkin lebih tepatnya memang tidak terlalu mahir menyetir.Sedikit tidak sabar Alva menginjak rem kemudian keluar dari Jeep-nya, ia berkacak pinggang tepat di tengah area off-road untuk menghadang Jeep yang dikendarai Sidney."Ada masalah?" Sidney melongok melalui jendela mobil.Alva memberikan kode kepada Sidney untuk membuka kunci pintu Jeep lalu menarik hendel pintu. "Kurasa kau memerlukan sedikit bantuan."Ia telah menyelesaikan beberapa putaran, sedangkan Sidney menjalankan Jeep seperti mengendarai seekor unta.
✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READINGChapter 8Too LateSidney kembali ke hotel dan membersihkan tubuhnya kemudian menyiapkan dirinya untuk bertemu Aliyah. Ia mengenakan one set berwarna abu-abu muda dengan gaya top crop dan celana longgar di atas mata kaki dipadukan dengan sandal hak tinggi rancangan Grace Johanson, sedangkan rambutnya ditata dengan gaya ekor kuda yang lumayan tinggi.Di bangku restoran tepi kolam renang hotel yang menghadap ke pantai dan menyajikan pemandangan langit berwarna jingga, ia tidak menemukan Grant, hanya ada Aliyah di sana. Wanita berambut hitam pekat itu mengenakan celana berbahan jeans dipadukan dengan atasan lengan panjang berbahan tipis nyaris transparan berlengan panjang dengan potongan leher rendah di dadanya dan rambutnya dibiarkan tergerai panjang hingga mencapai pinggangnya."Aku tidak melihat suamimu, di mana dia?" tanya Sidney setelah sed
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 9Let's EndSekali lagi Alva tersenyum seraya menatap layar ponselnya dan meski telah berulang kali ia membaca pesan itu tetapi rasanya masih menarik untuk diulang. Sidney memang di luar prediksinya, wanita itu memiliki perhitungan yang sulit untuk dilawan dan ia yakin jika wanita itu memiliki kecerdasan yang luar biasa.Hai, tentang rencana kita malam ini, tolong beritahu aku di mana kau berada. Aku akan tiba pukul dua belas.Sidney Johanson.Pesan yang dikirimkan bernada ambigu dan bagian terakhir sangat mencengangkan karena nama keluarga wanita itu adalah Johanson.Alva pernah mendengar nama Johanson. Setidaknya salah satu perusahaan entertainment yang terkemuka dimiliki oleh Johanson Corporation. Ia menyangka Sidney adalah rekan bisnis Aliyah seperti yang lain, nyatanya anggapannya salah
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 10How Old You?Alva mengecup bibir Sidney perlahan kemudian matanya menjelajahi seluruh wajah cantik Sidney. Ia menyingkirkan rambut di pipi Sidney, menjepitnya di belakang telinga dan berucap, "Apa aku terlalu kasar?"Sidney perlahan membuka matanya dan pandangannya bersobok dengan mata cokelat pekat pria yang baru saja mencumbui bibirnya untuk pertama kali, juga ciuman pertamanya. Kenarin malam, Alva memang mengecup bibir Sidney, tetapi kecupan itu hanya sebatas kecupan. Bukan ciuman apa lagi cumbuan dalam seperti yang barusan mereka lakukan."Kau melakukannya dengan baik," ucap Sidney dengan pelan. Entah baik atau tidak, yang jelas ia menikmati cara Alva mencumbui bibirnya.Bibir Alva melengkung membentuk senyuman, ujung jemarinya menyentuh alis Sidney. "Kurasa kita perlu beberapa gelas wine."
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 11 No Plan for Lover Sidney mengira kencannya dengan Alva berakhir dengan cepat setelah Alva mendapatkan pelepasannya yang pertama. Tetapi, ia salah karena Alva ternyata menyatukan kembali tubuh mereka. Diam-diam Sidney menghela napas lega sembari berusaha membiasakan diri terhadap Alva yang memenuhinya, sesak dan masih terasa nyeri meski dibandingkan rasa sakit saat pertama Alva memasukinya kali ini ada rasa lain yang lebih menyiksanya. Perasaan menuntut di dalam tubuhnya yang berdenyut-denyut hebat. Ia mencoba mengimbangi gerakan pinggul Alva, mencoba menyelaraskan setiap benturan tubuh mereka. Sorot mata Sidney mendamba menatap Alva yang bergerak di atasnya dengan lembut. Erangan Sidney dan geraman Alva berbaur di udara, tidak ada lagi bayangan Gabe yang menyusulnya ke Dubai, tidak ada lagi bayangan Geral
✔ RATE ️✔ Coment ️✔️ Share ✔️ Happy Reading Chapter 12 Breakfast Untuk pertama kali sejak ia memutuskan tinggal di London, Sidney belum pernah merasakan marah kepada Gabriel hingga ingin mencekik sepupunya yang untuk pertama kali pula tidak mendengarkannya. Biasanya Gabe selalu mendengarkan apa pun yang Sidney ucapkan, bahkan jika Gabe berniat mengencani wanita dan Sidney tidak menyukai wanita itu, Gabe akan menjauhi wanita itu. Namun, kali ini Sidney hanya meminta Gabe untuk menunggunya di restoran dan Gabe tidak bersedia. Gabe memaksa Sidney agar membukakan pintu kamarnya dan seperti halnya Gebe yang bersikukuh dengan keinginannya, Sidney juga melakukan hal yang sama. Ia mengacuhkan panggilan Gabe dan mengguyur dirinya di bawah shower meski sedikit terburu-buru, ia tidak ingin mengambil risiko tampil di depan Gabe dengan keadaan sangat buruk te
✔️ RATE️✔ Coment️✔️ Share✔️ Happy ReadingChapter 13How EmbarasedSidney mencoba untuk tidak memikirkan Alva, tetapi usahanya sia-sia. Sepertinya.Setiap kali membuka aplikasi Instagram, secara tidak bisa dicegah oleh dirinya sendiri, jemarinya mengetik nama Alvaro Leonard dan menekan tombol cari. Kemudian saat ia membuka aplikasi pesan WhatsApp, ia juga dengan sengaja melihat percakapan mereka sebulan yang lalu.Andai tidak terlibat kencan satu malam, pastinya ia tidak perlu merasakan perasaan resah yang melanda batinnya ditambah lagi dengan tubuhnya yang bereaksi mendambakan Alva setiap kali ia mengingat bagaimana telapak tangan pria itu membelai kulitnya, bagaimana bibir Alva menjelajahi leher dan dadanya. Mengingat bagaimana kulit Alva bergesekan dengan kulit terdalamnya, bagaimana pria itu menggeram saat mencapai pelepasan.Sekar